MEMORI-1

22 4 0
                                    

"Assalamualaikum! Vin?!" Teriak Vivi setibanya di rumahnya. "Iya kak?" Seru Vincent sambil menuruni tangga malas.

"Mau temenin kakak ga? Kakak mau ke mall. Ada barang yang mau kakak beli." kata Vivi sambil membuka sepatunya.

Vincent tersenyum sumringah, "Mau kak. Oke Vincent siap-siap dulu ya kak." Vincent berbalik menuju kamarnya.

Setelah itu, mereka pun pergi ke mall yang cukup luas.

GV Mall adalah nama mall yang mereka tuju. Siapa sangka hanya Vivi sekeluarga tau singkatan dari GV mall. Gotthardo Vandyke, nama pemuda pemilik GV mall. Pemuda itu adalah parter kerja ayahnya dulu. Sekarang, pemuda bernama Gotthardo Vandyke itu sudah tenang di alam sana.

Meskipun begitu, tak ada kejadian mistis di mall itu. Itu (mungkin) karena Gotthardo Vandyke adalah pemuda asli Belanda yang sangat menghormati Indonesia dan banyak membantu warga Indonesia. Dari mulai mengasihi anak yatim, memberi sedikit rejeki untuk orang yang tidak mampu, sampai dia pernah membantu polisi untuk menangkap kurang lebih 40 maling dan menangkap kurang lebih 15 koruptor di Indonesia.

"Kak, aku mau beli sepatu itu, boleh?" Tanya Vincent saat melewati toko sepatu favoritnya.

"Kamu pilih aja sesuka hati kamu. Nanti kamu bayar pake ini." ujar Vivi mengeluarkan ATM dari dompetnya kemudian di serahkan kepada Vincent. "Makasih kakak." ujar Vincent antusias lalu segera mengambil sepatu yang tadi dia tunjuk. Nampaknya dari jauh bagus. Tetapi mengapa Vincent malah tidak jadi beli sepatu yang dia tunjuk tadi ya? Entahlah, Vivi masih ada urusan.

"Hm, Reno suka apa ya?" Gumamnya sesampainya di lantai tiga GV Mall. Lantai terpadat di GV Mall. Perlu kalian tau. Lantai pertama GV Mall adalah tempat untuk membeli perlengkapan sekolah. Semuanya. Buku buku novel pun terjual di sana. Like, Gramedia? Maybe?

Kemudian di lantai dua terdapat tempat makan. Semua makanan ada di sana. Banyak restoran asing juga. Sementara lantai tiga tempat berbelanja baju, topi, kacamata, dan aksesori lainnya. Lantai empat juga tersedia untuk bermain anak. Timezone, maybe? Lantai lima untuk hotel ya.

"Selagi kita bisa, mengapa tidak? Lagipula saya percaya, Tuhan sudah mengatur rezeki umatnya masing-masing."  Kata-kata itu adalah kata-kata terakhir yang Vivi dengar dari Gotthardo Vandyke. Setelahnya dia tak bertemu lagi. Kemudian tiba-tiba saja dia sekeluarga mendengar kabar pesawat jatuh dan salah satu korbannya bernama Gotthardo Vandyke, pengusaha sukses yang sangat dermawan.

"Apa aku kasih T-shirt aja ya? Atau jam tangan? Topi mungkin?" Tanya Vivi kepada dirinya sendiri. Dia sedang berusaha mencari kado ulang tahun untuk Reno. Orang yang ia sukai selama kurang lebih satu setengah tahun. Walaupun Reno sekelas dengannya, jarang sekali dia mengobrol dengan Reno. Lagi pula baru tiga bulan mereka sekelas.

Awal masuk SMA Vivi mendapat kelas X IPA-4, dan sekarang dia masuk ke kelas XI IPA-I, bersama Reno.

Tanpa sengaja Vivi menabrak orang di depannya.

"Maaf-maaf." Ujar Vivi lalu membantu merapikan barang-barang seseorang yang ditabrak nya.

"Makasih." Ujar orang itu. Gadis itu kemudian mengulurkan tangan kanannya. "Syela."

"Em, Vivi." Vivi membalas uluran tangan Syela.

"Sendirian aja vi?" Syela memeriksa barang-barang nya, memastikan tidak ada yang hilang. Vivi menatap Syela. Meneguk ludah. Ia terlihat ragu dengan gadis didepannya. "Tadi sama adek. Tapi dia lagi beli sepatu. Lo sendiri?"

"Gue ada bisnis." Jawaban Syela mampu membulatkan mata Vivi tak percaya. Syela kemudian membenarkan rambutnya.

"Lo ada bisnis? Masih muda. Orang sekarang banyak yang pengangguran. Lo hebat." Vivi menatap Syela dengan tatapan kagum.

MEMORIWhere stories live. Discover now