Chapter 32: Sayang, Aku Rindu

Mulai dari awal
                                    

Lucu.

Pernikahanku sendiri sedang diujung tanduk, aku malah mengurus perceraian orang lain. Terkadang aku juga ingin menertawakan nasibku sendiri.

Selanjutnya, aku membantunya mengurus tempat tinggal, sekaligus mencarikan pekerjaan untuknya. Dia, tak mungkin kutinggalkan begitu saja. Dia butuh hidup. Dan untuk hidup, dia harus bisa menafkahi dirinya sendiri.

Memang, beberapa bulan ini, aku membantunya. Memberinya sedikit rupiah, untuk sekedar menyambung hidup. Tentu saja, itu tak akan berlangsung lama. Tak boleh.

Kayla harus menapakkan kaki dengan tegap. Bertahan hidup. Dan bisa berjuang. Aku tahu, dia bukan perempuan manja.

****

"Ngga ada tempat lain apa, Mas? Kenapa ke sini, sih?" Nayyara bersungut-sungut mencari tempat duduk, sambil lesehan. Karena gubuk-gubuk di belakang kami sudah penuh pengunjung.

"Ya kan, biar romantis."

"Romantis opo? Memang sampean bisa romantis? Romantis, Rokok makan gratis, ta?"

"Lha ini, lho, coba liat. Malam Mingguan, dingin-dingin gini, ngeliat lampu kota Batu itu lho. Ndak liat kamu bagus pol gitu?"  Aku menunjuk pemandangan di bawah bukit, yang subhanallah memang ketika malam bagus sekali. Apalagi titik-titik lampu itu, berbaur dengan bintang.

"Ya tapi..."

"Terus ini. Menikmati jagung bakar, ditemani..."

"Aku?"

"Ditemani kopi panas."

Nayyara akan memukulku karena mendengar jawaban yang tak sesuai dengan tebakannya. Lalu aku akan membuatnya tersenyum karena mengangsurkan jaketku untuk membuat tubuhnya lebih hangat lagi.

Kenangan masa lalu itu, bermain begitu apik di otakku. Sudah bertahun-tahun, dan aku masih bisa mengingatnya dengan jelas.

Kencan ke sekian kami, setelah dia resmi menjadi istriku.

Lebih dari setengah tahun, sejak kepergian Nayyara yang tiba-tiba. Dia menghilang, begitu saja, tanpa memberiku kesempatan untuk memberikannya pengertian.

Saat itu, dia bersikukuh memintaku mencari Kayla. Bahkan, sampai sebelah pihak mengijinkanku menikahi perempuan dari masa laluku itu. Padahal aku sendiri tak pernah sampai berpikir seperti itu.

Sempat aku khawatir, wanitaku itu akan cemburu saat tahu Kayla dan aku menyambung kabar lagi. Aku dulu sering memergoki raut wajahnya yang berubah setiap kali sesuatu tentang Kayla mencuat kembali. Dan dia malah menutupinya dengan balik menggodaku.

Menggemaskan.

Aku tak suka membayangkan Nayyara didekati lelaki lain, walaupun dia pernah menaruh hati. Karena itu akupun ingin membuatnya merasa sedikit cemburu, dan mengatakan padaku dengan lantang, bahwa dia tak mau mendengar lagi tentang Kayla dariku.

Namun sayangnya, dia terlalu mengerti aku. Dia tahu dulu aku kesusahan melupakan perempuan berhijab yang sukarela mengisi hati dan hariku.

Tapi itu dulu.

Yang Nayara tak pernah tahu, aku sudah meletakkan masa laluku begitu aku menyebut namanya saat ijab kabul empat tahun yang lalu.

Allah begitu baik. Mengatur hati sedemikian rupa.

Kupikir awalnya, memang, aku akan kesusahan dan khawatir akan mengharapkan bayangan sempurna Kayla ada di setiap langkah pernikahan kami.  Namun nyatanya, sesuatu yang halal itu menenteramkan.

Sedikitpun aku tak mengharap apalagi membayangkan pertemuan kembali dengan Kayla. Tidak sedikitpun. Bagiku, bersama Nayara sudah melengkapi diriku.

Sayangnya, aku rupanya gagal melengkapi hatinya. Bukannya cemburu, Nayyara malah mendorongku menjauh.


Kepulan uap kopiku mulai menghangat, tapi jagung bakar di tanganku masih utuh.

Malam minggu di Bukit Payung dan jagung bakar, pernah menjadi salah satu tempat favoritku pacaran setelah menikah. Jika dulu ada Nayyara menemaniku, sekarang aku sendiri.
K

uteguk kopiku yang tak lagi panas. Tak seenak buatan tangannya.

[Sayang, aku rindu]

Terketik di gawaiku dan sengaja kukirim. Walau kutahu, pesan itu tak akan pernah sampai padanya selama tanda pesan itu masih centang satu.

Ah, Nayyara. Rupanya, selama ini aku hanya bertepuk sebelah tangan. Apa yang kurasakan, tak mampu sekuat itu menariknya berpaling hati padaku.

Aku tak menyukai kenyataan itu.

Kurasa, ini sudah saatnya aku mengambil tindakan. Aku harus membuat istriku jatuh cinta padaku.

Jika selama ini dia melayaniku sebagai bentuk ketaatan seorang istri, kuharap setelah ini dia sudi menemaniku sebagai istri yang juga mencintaiku.

Nayyara, Lost in MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang