Chapter 10: Surprise

10.3K 1K 25
                                    

Chapter 10

SURPRISE!

“Eyang Uti?” 

Tanganku terulur mencium takdim tangan Eyang Uti begitu masuk mobil dan mengambil tempat di sampingnya. Aku tak menyangka wanita paruh baya ini hadir di acara wisudaku.

“Tadi langsung ke mobil, khawatir berebut sama orang banyak. Eyang Uti wes ndak kuat kalau harus berdesak-desakan. Tapi Eyang menyaksikan lho, tadi kamu naik ke mimbar terus topimu diapain tadi sama rektormu. Riko ayu tenan, lho, nduk… Eyang Uti bangga sekali,” cerita Eyang Uti seru sekali seraya memelukku.

Aku terkejut tapi senang, ada orang-orang terbaikku yang ternyata menyaksikan kelulusanku. Aku sudah tak peduli apalagi berharap kehadiran orangtua apalagi mertuaku. Dan sebenarnya, aku juga tak berani berharap akan kedatangan mas Ray. Tapi ternyata, dia malah datang membawa Eyang Uti yang ternyata baru sampai tadi malam.

Aku tak mengetahui kedatangan Eyang Uti dari Solo karena aku menginap di kosan Alina sejak kemarin sore. Barang-barang yang kubawa ke tempat Alina tadi sempat kusimpan di loker jurusan, antisipasi untuk segera salin jika acara selesai. Tapi ternyata, aku tak harus menghapus make-up apalagi mengganti kostumku. Karena mas Ray menjemputku, dan Eyang Uti masih ingin melihatku dengan make-up wisuda ini. Ini memang kali kedua aku memakai make-up, setelah sebelumnya ketika aku akad nikah.

“Bojomu ayu tenan lho, Yan,” pujinya memanggil mas Ray yang mulai menjalankan mobilnya. Dia duduk di depan sendirian karena aku menemani Eyang duduk di bangku belakang mobil. Tapi pujian Eyang Uti malah membuatku terkikik. 

“Kalau ayunya karena di make-up, berarti aslinya jelek, nggih, Eyang? Ayunya polesan,” jawabku.

“Lho, Riko iki ayu, nduk! Asli cantiknya. Seng ngerias pinter bisa membuat wajahmu yang aslinya sudah ayu alami, malah semakin terlihat ayu,”

Aku terkikik tertahan. Eyang Uti memang hobi ngelem aku. Hobi memanjakanku dengan pujian-pujiannya. 

“Lek ora ayu, Rayyan masak iya mempersuntingmu jadi istrinya? Ya tho, Yan?” 

Aku tersenyum di kulum. Kulirik mas Ray dari spion, yang ternyata di spion depan matanya sedang melihat ke arahku juga. Aku buru-buru berpaling.

“Iya, ayu, Eyang… Istri Rayyan itu yang paling cantik!”

Aku masih tersenyum. Tapi senyumanku tidak mengandung rasa bahagia atas pujiannya. Dia bohong demi menyenangkan Eyang Uti. Yang paling cantik baginya tentu saja bukan aku.

“Ayo wes, cepet ke rumah Lawang. Biar syukurannya segera dimulai,”

Lawang? Itu rumah orangtuaku, kan? Ada apa di sana?

***

Kejutan yang menantiku ternyata bukan hanya satu hal saja. Tapi seperti dihantam bertubi-tubi hari ini.

Ada syukuran kecil untuk kelulusanku di rumah orangtuaku. Ini tidak pernah terjadi. Aku tak pernah merayakan sesuatu yang berhubungan denganku sejak dulu. Di hari ulang tahun saja aku hanya menerima uang saku lebih, sementara kedua saudaraku merengek untuk merayakan bareng teman-temannya di Café. Kelulusan saat sekolah pun begitu, aku pulang dan tak terjadi apa-apa di rumah, sementara kedua saudaraku akan meminta liburan keluarga. Alasan mereka, katanya aku tak pernah meminta. Tapi, memangnya siapa yang berani meminta kalau nantinya malah akan diimbuhi dengan hujanan kata-kata yang menyakitkan?

Tapi sekarang, orangtua dan sekaligus mertuaku ada di sini memberikan syukuran atas kelulusanku. Hanya makan bersama dan doa bersama. Tidak lebih. Tapi itu sudah sangat cukup bagiku. Ada orangtuaku, saudaraku, mertuaku, Eyang Uti dan juga suamiku di sini.

Nayyara, Lost in MarriageWhere stories live. Discover now