Part 10

1.4K 65 6
                                    

Aldo menyampirkan jas putihnya di lengan. Kerjaannya sudah selesai. Mungkin hanya pengecekan rutin untuk pasien-pasiennya. Urusan pengecekan data kesehatan pasien biar perawat yang menanganinya. Nanti dia cukup meminta datanya untuk memantau perkembangan pasien yang di tangani olehnya.

Menjadi seorang dokter bukanlah hal mudah. Dokter bukan hanya soal mengobati dan merawat orang sakit, namun tanggung jawab yang dipikulnya cukup berat, hidup atau matinya seseorang. Dia bukan Tuhan yang bisa mengatur kehidupan seseorang, tapi dia sebisa mungkin memberikan penyelamatan agar pasiennya tetap bernapas dan dapat menjalani hidup.

Tubuhnya cukup lelah, hari ini banyak pasien yang harus di urus, tentu saja menguras tenaganya.

Dia ingin segera pulang menemui sang kekasih yang begitu di rindukannya. Jas putih kedokterannya di letakkan di samping tempat duduknya. Dia menyalakan mobilnya dan melaju menuju rumah Shareen.

Tidak memakan waktu yang lama, hanya 15 menit dia sudah tiba di pekarangan rumah Shareen. Dengan senyum lebar, Aldo mengetuk pintu pelan.

"Shaby, aku Aldo. Bukain pintunya dong!" panggil Aldo, tangannya masih mengetuk-ngetuk pintu

Tidak ada sahutan dari dalam. Aldo memilih untuk masuk sendiri. Pintunya tidak dikunci, jadi dengan mudahnya dia bisa masuk.

Kosong! seperti tidak ada seorangpun disini. Aldo mencoba berpikir tentang keberadaan Shareen. Biasanya cewek itu langsung membukakan pintu lalu menyambar dirinya dengan pelukan hangat. Mengingat itu, rasanya Aldo ingin segera menemui sang pujaan hati.

Pelan-pelan dia mendorong pintu berwarna coklat dengan gantungan bertuliskan nama Shareen. Matanya mengedar mencari keberadaan Shareen. Namun, matanya justru melotot saat yang dicarinya tergeletak di lantai dengan hidung dan tangan yang terdapat noda darah yang sudah mengering. Dengan cepat, dia menggendong Shareen menuju mobilnya untuk segera menuju rumah sakit. Matanya kesana kemari antara jalanan dan shareen di jok belakang dengan posisi berbaring. Sepanik apapun, Aldo harus tetap fokus pada jalanan agar tidak ada hal yang lebih buruk terjadi karena kelalaiannya.

Hanya perlu beberapa menit, mobilnya telah berada di depan rumah sakit. Di sana sudah ada beberapa perawat yang telah siap dengan brankar. Sebelum sampai rumah sakit, Aldo lebih dulu memberitahu kepada para medis bahwa ada pasien baru dan harus segera menyiapkan peralatan.

Aldo mengangkat tubuh Shareen dari mobil dan memindahkannya ke brankar dengan bantuan beberapa perawat. Tenaganya seakan menghilang.

"Siapkan ruang UGD sekarang!" titah Aldo dengan tegas, rasa cemas yang berlebihan sangat kentara di wajahnya.

"Ruang UGD sudah siap, dok. Tapi apa dokter masih sanggup menangani pasien dengan kondisi seperti ini?" tanya Wanda, salah satu perawat di rumah sakit.

"Sa-saya yang akan menanganinya!" Aldo menjawab dengan gugup, dia sendiri tidak yakin apakah masih sanggup melihat orang yang di sayanginya berada di brankar seperti ini.

"Biar saya saja yang menanganinya." ucap Dr. Mira yang datang dengan buru-buru, perlengkapan APD (Alat Perlindungan Diri) sudah siap di tubuhnya.

"Tapi saya sanggup!" tolak Aldo

"Percayakan pada saya, pasien perlu tindakan cepat. Jangan sampai karena kecemasan kamu, kondisinya semakin parah." ucap Dr. Mira memberi penjelasan

Aldo mengangguk, mempercayakan Shareen pada Dr. Mira. Dia tau Dr. Mira merupakan dokter yang cukup berpotensi di rumah sakit tempatnya bekerja. Dia juga merupakan partnernya saat menangani pasien.

Brankar Shareen segera di dorong menuju ruang UGD. Aldo mengikutinya dan menunggu di luar. Tangannya gemetaran, wajahnya penuh keringat dingin. Tubuhnya merosot ke lantai, menekuk lutut dan memeluk dirinya sendiri.

Aldo tidak akan sanggup jika sampai terjadi sesuatu terhadap Shareen!

My Beloved DokterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang