Chapter 7

176 31 12
                                    

_L e O c a_

Aula yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil menjadi saksi bisu seorang pemuda yang melantunkan ijab kabul dengan tegas dan sekali tarikan napas. Gugup. Itu yang dirasakan pemuda tersebut.

Dengan instruksi dari penghulu Ruslan menjabat tangan Leo yang dibalas lelaki itu. Menghela napas "Saya nikahkan dan kawinkan Leo Aprillio Arman binti Raihan Putra Arman dengan putri sulung saya Oca Prasetya Hamdi dengan seperangkat alat sholat dan mas kawin seberat 70 gram, dibayar tunai,"ujar Ruslan mantap seraya mengayunkan tangannya dan dibalas langsung oleh Leo.

"Saya terima nikah dan kawinnya Oca Prasetya Hamdi binti Ruslan Hamdi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,"ujarnya lantang dan tegas dengan sekali tarikan napas.

Penghulu melirik pada saksi yang ada "bagaimana para saksi?"

SAH

Satu kata berjuta makna itu menggema di seluruh ruangan. Hanya dengan tiga kata itu dalam sekejap semuanya berubah, keduanya dipertemukan dalam ikatan sakral dinamakan pernikahan. Sirene dan keluarga yang hadir menangis haru. Bersama-sama memanjatkan doa yang terbaik untuk keduanya.

***

Kini keduanya berada dikamar Oca. Suasana yang menyelimuti ruangan ini cukup canggung. Hawa berbeda yang mereka rasakan membuat tak nyaman. Seusai resepsi yang diselenggarakan sederhana keduanya diboyong Sirene untuk menginap satu malam di rumah orang tua Oca, besoknya mereka akan pindah dan menetap di apartemen Leo.

Oca memilih pergi ke kamar mandi yang berada didalam kamar untuk mencuci muka dan mengganti pakaiannya dengan baju tidur, sedangkan Leo telah merebahkan tubuhnya di atas kasur milik Oca.

Beberapa menit kemudian Oca keluar dengan baju piyama pendek bermotif bunga. Setelah menggantung handuk di gantungan, Oca duduk dimeja rias dan memakai cream malam diwajahnya. Mengambil sisir dan menyisir rambut, mata Oca mendapati Leo terduduk dengan pakaian yang belum berganti.

Cowok itu mengacak rambut lalu melirik Oca sekilas. Beranjak dari tempat tidur mengambil pakaiannya yang tersimpan didalam koper lalu melangkah ke kamar mandi.

Setelah meletakkan sisir tak sengaja pandangannya tertuju pada cincin berwarna gold yang melekat dijari manisnya. Dibenaknya masih tak percaya jika dirinya yang tadi menikah. Masih membekas diingatan saat Leo yang terus merapalkan nama lengkapnya. Saat ayunan tangan menjungkir-balikkan dunianya. Saat kata 'sah' diucapkan serentak oleh saksi mata. Saat satu kecupan mendarat di pucuk kepalanya.

Oca menghela napas lalu melangkah ke atas kasur dan merebahkan tubuh lelahnya. Meraih benda pipih di atas nakas yang sudah dua hari ini tidak ia buka. Beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka oleh Leo "lo mau makan apa?"tanya Oca ditujukan pada Leo.

Cowok yang tengah mengeringkan rambut itu melirik Oca "terserah,"jawabnya singkat.

"Yaudah tunggu sini, ntar gue panggil."

Oca menuruni anak tangga ke lantai satu. Di dapur ada Anggun adik perempuan Oca yang duduk santai bermain ponsel di meja makan. Ingatan Oca kembali pada kejadian kemarin sore saat Ayah memberitahu Anggun kalau ia akan menikah secara mendadak karena hamil. Mendengar itu Anggun marah dan refleks menampar Oca dan memarahinya habis-habisan. Malamnya Anggun datang ke kamarnya dan meminta maaf atas tindakan kasarnya tadi.

L E O C AWhere stories live. Discover now