Chapter 3

196 39 10
                                    

_L e O c a_

Hujan mengguyur kota Batam pagi ini. Angin berhembus kencang menusuk kulit membuat beberapa orang memilih untuk memakai jaket tebal mengurangi rasa dingin. Sisa-sisa air hujan berjatuhan dari atas pohon. Air genangan berada dimana-mana. Langit masih tampak mendung sepertinya tidak lama lagi langit akan menjatuhkan airnya.

Siswa-siswi pagi ini banyak yang memakai jaket, hoodie atau sweater tebal. Tidak bohong, memang cuacanya sangat dingin hari ini. Dari semalam kota Batam dilanda hujan deras tidak ada henti, baru pagi ini berhenti sebentar.

Oca turun dari mobil dan berjalan dengan hati-hati takut-takut sepatunya terkena percikan air bercampur pasir dan tanah. Ia paling anti jika sepatu atau barang yang dia miliki kotor dan bau.

Oca merapatkan jaket denim yang dipakainya. Jaket ini tidak terlalu tebal jadi ia masih bisa merasakan hembusan angin yang dingin. Ini jaket Adiknya, jaketnya sudah dicuri tadi pagi saat ia bangun. Siapa lagi jika bukan Adik perempuannya, gadis itu mengambil jaket tebal Oca tanpa sepengetahuannya.

Sampai dikelas terlihat kelas yang belum terlalu ramai. Dipojok terlihat Dhea yang meminum segelas teh hangat terlihat dari asap yang mengepul diatas gelas kaca itu.

"Dingin banget astaga!"celetuk Dhea dengan tangan yang menggosok-gosok lalu ia tempelkan pada pipinya.

"Lo dapet darimana tehnya?"tanya Oca sambil menunjuk gelas yang isinya tinggal setengah. Ia juga ingin teh hangat, sepertinya sangat cocok dicuaca seperti saat ini.

"Gue beli dikantin tadi. Gila dingin banget ini makanya langsung gue beli."Dhea kembali meminumnya hingga habis "lo juga mau?"

Oca mengangguk tentu saja ia mau "yaudah yuk gue temenin belinya,"ajak Dhea.

***

Sesampai dikantin Oca tak hanya memesan teh hangat ia juga memesan mie kuah. Perpaduan yang sangat pas disaat hujan makan mie rebus pakai telor ditambah teh hangat. Nikmat...

"Cepet habisin lima belas menit lagi masuk,"titah Dhea seraya melirik jam tangan coklat yang bertengger ditangannya.

"Gue baru makan satu suap udah lo suruh buru-buru. Ntar kalau gue keselek terus mati, gimana!?"

"Lo sih segala beli mie tadi 'kan cuman mau beli teh doang!"

"Ya gue lapar markonah... Belum sarapan dari tadi. Mending lo diem deh biar gue cepet makan."

Setelahnya hening. Dhea benar-benar diam walau tadi ia mendengus kesal. Sweater abu-abunya ia eratkan lagi karena angin berhembus kencang. Dikantin hanya ada sekitar sepuluh orang saja. Mungkin karena jalan dan koridor yang becek mereka lebih memilih berdiam dikelas masing-masing.

"Dhea, tolong pesenin gue teh hanget lagi dong, pakai cup aja,"suruh Oca masih memakan mie yang tinggal sedikit lagi.

"Nih, ini gak terlalu anget soalnya air panasnya tinggal dikit."Dhea menyodorkan plastik bening berisi cup teh hangat.

Oca mengangguk "yaudah gak apa-apa."

Setelah selesai dan membayar makanannya, keduanya kembali ke kelas.

***

Pelajaran pertama adalah pelajaran Kimia. Mereka hanya diberi tugas setelah tadi diterangkan sedikit. Guru yang mengajar hanya duduk tenang dikursinya. Mengamati seluruh makhluk dikelas yang sedang mengerjakan soal yang ia beri.

"Ini soal apaansih?! Gak ngerti gue,"keluh Dhea. Bahkan satu soal pun belum ada yang bisa ia jawab. Ia lemah jika sudah berhubungan dengan angka dan rumus.

"Ca, liat dong,"pintanya pada Oca. Cewek itu sudah siap sedari tadi hanya saja ia melamun dengan pena yang ia gerakkan secara lamban.

Karena tak mendapat sahutan Dhea mengambil saja buku Oca lalu menyalin tugas cewek itu. Mudah sekali jika begini...

Oca menatap keluar jendela. Langit terlihat mendung dengan awan yang menghitam. Sebentar lagi pasti hujan. Dan benar saja hujan kembali melanda kota Batam. Semakin lama air yang berjatuhan makin deras. Beribu-ribu  atau mungkin berjuta-juta air berlomba untuk mencapai tanah. Bunyi percikan air yang beradu lantai lapangan terdengar jelas.

Oca menikmati semuanya. Ia sangat suka dengan hujan. Bunyi itu membuatnya tenang. Apalagi bau tanah karena hujan, yang menguar di udara sangatlah ia suka.

Bayangan itu kembali melintas. Sialan, padahal ia sudah mati-matian untuk melupakan semua yang terjadi malam itu. Ia mencoba menganggap jika itu hanyalah mimpi semata yang tidak akan pernah ia ingat. Tapi sepertinya itu tidak mungkin bisa, jika pikirannya tidak mau diajak kerjasama.

Oca menghela napas. Ia rasakan matanya yang memanas sekali kedip buliran bening itu akan jatuh. Oca membiarkan air matanya mengalir bebas tanpa niatan untuk menghapusnya.

Ia merasa menjadi wanita yang paling hina di muka bumi. Bahkan saat tangan Leo menyentuhnya dengan murahannya suara itu keluar. Yang ada dibenaknya kenapa ia terlalu lemah? Kenapa tidak ada perlawanan? Menjijikan, bahkan Oca jijik pada dirinya sendiri.

Tepukan dibahu membuat Oca tersentak "udah bel gak mau ke kantin?"tanya Dhea dan Oca mengangguk.

*****
Tbc

Haii balik lagi sama aku!!

Kalau boleh tau kalian dari mana aja nih??

Semoga suka deh ama cerita ini!!!

See you next part💛

Revisi
Jumat, 25 September 2020

Zia

L E O C AWhere stories live. Discover now