Part 23|| Kontravensi💫

2.7K 608 93
                                    


Sepi.

Hanya ada detak jantung yang memburu di dalam dada. Keringat dingin membasahi pelipis nya, sepuluh jari tangannya saling bertautan mengekspresikan ke khawatiran yang saat ini ada di depan mata.

Dua tatapan tajam penuh intimidasi dan mematikan. Bibir terasa kelu untuk mengucapkan sepatah kata, bahkan menelan Saliva pun begitu tercekat. Tenggorokan seketika kering.

Kedua kaki nya di bawah sana sudah bergerak gelisah. Kalau saja ini dunia fantasi, mungkin ia akan segera menghilang dari sana.

"Mau kamu gimana?"

"Mm-mhhh m-maksud Papa?"

"Mau sampai kapan kamu mempermalukan Papa sama Mama hah?"

Shanz semakin menunduk dalam-dalam, perasaanya di selimuti oleh ketakutan. Nada suara Xeno barusan terdengar sangat marah.

Viera—mamanya, berusaha menenangkan Xeno. Meskipun sebenarnya ia juga sedikit marah pada putri nya.

Xeno menghembuskan nafasnya dengan kasar, ia kembali menatap putri nya. Lalu memegang kedua Pipi nya seraya tersenyum, "katakan apa yang membuatmu seperti ini Shanz? Kemana jati dirimu sebenarnya?"

"Mama sama Papa sudah memberikan kasih sayang dengan tulus. Menyekolahkan mu ke sekolah sebaik mungkin, lalu apa yang kurang? Sehingga membuat kamu seperti ini nak? Shanz, dulu kamu tidak begini. Kenapa sekarang berubah?"

Shanz terdiam, satu tetes air mata jatuh begitu saja ketika mendengarkan pernyataan Xeno.

Semua itu benar, orang tuanya sudah memberikan segala hal sebaik mungkin. Membanjiri kasih sayang tanpa terbagi dengan adanya seorang kakak ataupun adik. Kenapa Shanz tega membalasnya dengan cara seperti ini?

"Mau di kemana kan muka kita di EHS? Kamu harapan kita satu-satunya," timpal Viera.

"Ma ..."

Viera tersenyum sambil mengusap kepala putrinya, kemudian Shanz memeluknya bergantian dengan ayah nya.

"Maafin Shanz ya," cicit nya.

"Tingkatkan prestasimu. Meskipun tidak sampai lolos di Mercury Class seperti Alexa, setidaknya kamu menempati tiga besar kelas terbaik EHS."

"Papa, tapi itu tidak mudah."

"Kenapa kau mengatakan seperti itu,  bahkan mencoba saja belum."

Shanz terdiam.

"Sekarang, kamu harus bisa lebih baik lagi ya, sayang. Papa sama Mama akan selalu support kamu, tolong jangan membodohi diri sendiri seperti ini. Tunjukan pada dunia jika putri Eliosia tidak sebodoh yang orang lain pikirkan."

"Ubah pandangan mereka dengan pembuktian, bahwa diri kamu bisa! Jangan pernah membalas ucapan mereka yang merendahkan mu, buat mereka bungkam dengan prestasimu."

"Membalas perlakuan orang lain dengan cara yang sama adalah hal bodoh. Ingat! Kamu keturunan Eliosia, bersikaplah sebagaimana orang berkelas dan tahu cara beretika."

"Mama dengar, kamu pernah di tegur oleh Einstein Quinne. Benarkah?" tanya Viera.

Shanz menatapnya, "iya."

"Seharusnya kamu tidak boleh begitu."

"Baik Ma."

"Kepada seluruh siswa-siswi perpindahan asrama segera berkumpul di aula dalam waktu tiga menit."

Suara interupsi dari speaker menggema di gedung EHS. Shanz langsung menggendong tas ransel dan membawa tiga buku paket yang di pinjamnya terakhir kali. Siswa-siswi yang kekurangan nilai pada ulangan bulan ini benar-benar tersingkirkan, mereka di pindahkan ke Barracks—sebuah asrama kelas paling rendah dengan fasilitas minim. Bahkan lebih buruk dari Villar murid Pluto. Istilahnya, asrama itu semacam pembuangan bagi EHS.

Einstein Student (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang