Part 10|| Konsiliasi

2.8K 581 35
                                    

"Tidak ada yang terlalu cepat ataupun terlambat, semuanya sudah di tempatkan dengan semestinya tergantung sebesar apa  pengorbanan kita untuk mendapatkannya."


Einstein

Saat ini seluruh murid EHS sedang makan malam seperti biasanya. Dimulai dari para murid Sultan EHS (Merkurius Class) sampai murid paling bawah sekalipun; Pluto Class. Mereka makan malam dengan posisi kegeniusannya masing - masing. Porsi dan menu makanan nya pun jelas sangat berbeda sekali.

Para Merkurius Class, mendapatkan berkali - kali lipat makanan dibandingkan dengan kelas yang lainya. Berbeda hal nya dengan Pluto Class, makanan pembuka saja mereka hanya mendapat salad buah.

"Aduh menu nya kok ini sih. Gue kan alergi ikan," Andrew menyilang kan kedua tangannya sambil melihat makanan nya tanpa minat.

"Ya udah sih Ndre, bentar lagi kan kita bakal jadi murid Merkurius." Xan melirik Shanz yang duduk berhadapan dengannya.

Sayangnya Shanz tidak terlalu peka akan sindiran dari Xan barusan, gadis itu sibuk melahap makanannya tanpa mau di jeda sedikitpun.

"Jangan terlalu ngarep dulu Xan, kalau nanti Lo cuma pindah jadi murid Saturnus gimana?" ucap Evelin.

"Hehe iya sih. Tapi seenggaknya gue pengen jadi murid dari kelas yang lebih tinggi posisinya dari dia," ucap Xan sambil menunjuk Shanz dengan dagu nya.

"Kenapa jadi gue?" Shanz menatap ketiga nya.

"Lo lupa? Kalau gue ngajak saingan sama Lo?" tanya Xan.

"Enggak."

"Tapi kok Lo kelihatan tenang - tenang aja," Andrew mengerutkan keningnya sambil menyuapkan satu sendok nasi kedalam mulutnya.

"Temen gue yang satu ini emang santuy," Evelin tertawa kecil sambil merangkul pundak Shanz.

"Kayaknya gue salah saingan kalau gitu. Ternyata lawannya tukang malas - malasan doang, kan gue jadi bisa positive thinking terus kalau gue yang bakal menang."

"Emangnya takdir siapa yang tahu. Lo jangan terlalu besar kepala dulu Man," sindir Andrew.

"Betul," timpal Evelin. Menurutnya Xan ini bukan tipe ambisius, ia hanya meremehkan orang lain saja bisanya. Dia kira saingannya hanya Shanz saja sehingga bisa berpikir se enteng itu untuk menduduki salah satu kursi kelas Merkurius. Setahunya orang genius tidak pernah bersikap seperti itu.

"Kan gue cuma memprediksi aja. Apa salahnya coba?" Xan tak terima karena merasa terpojokkan.

"Lo memprediksi cuma atas dasar karangan sendiri.  Tapi kan gue udah bilang dari awal, takdir gak ada yang tahu. Gimana kalau besok - besok posisi kelas Shanz bisa lebih tinggi dari Lo? Kan malu nanti."

Xan tidak membalasnya lagi, ucapan Andrew barusan membuatnya bungkam. Sepertinya ia lupa jika Andrew memang pernah mewakili sekolahnya untuk mengikuti lomba debat dua tahun lalu.

"Kok malah pada bahas gue?" Shanz menatap mereka sambil menghabiskan makanan penutupnya. Sebenarnya ia mendengarkan percakapan mereka, hanya saja berbicara ketika makan itu kan tidak baik. Jadi, Shanz baru akan ikut mengobrol usai makanannya habis.

"Udahan ngobrolnya. Dari tadi Lo diem aja sih," jawab Evelin.

"Oh gue telat dong." Shanz terkekeh geli sambil mengelap sisa makanan pada sudut bibirnya menggunakan tisu.

***

"SHANZ CEPETAN WOI!!"

Evelin sudah mondar - mandir di kamarnya sejak lima belas menit yang lalu. Hari ini adalah pengumuman hasil Examen Part 2. Ia merasa sangat gugup hingga datang pagi - pagi sekali ke Villar milik Shanz. Padahal saat itu Shanz masih tertidur pulas, untung saja Evelin segera datang. Kalau tidak, mungkin Shanz akan terlambat.

Einstein Student (On Going)Where stories live. Discover now