Part 8|| Displacement

3K 575 38
                                    


"Tidak menyukai bukan berarti membenci"

Einstein


"Sekarang pahami materi ini!" ucap Alexa.

Sekitar lima belas buku menumpuk di atas meja belajarnya, Shanz kembali di hadapkan dengan Alexa dan kedua Einstein menyebalkan itu. Quinne dan Fabby. Mereka mendatangi Shanz ketika sedang makan di cafe yang masih terletak di lingkungan EHS. Kemudian Alexa menyuruhnya belajar untuk mempersiapkan Exam penentuan yang akan dilaksanakan pada hari Senin.

"Exam penentuan part 2 akan dilaksanakan satu hari lagi, bisa - bisanya kamu malah santai seperti itu sambil menikmati coffe latte di cafe EHS." tegur Alexa.

Lagipula siapa yang tidak kesal, ketika orang - orang sibuk mempersiapkan Exam penentuan dalam jangka waktu yang cukup singkat ini, gadis itu dengan santainya menikmati kopi dan kentang goreng di cafe sekolah. Lebih memalukannya lagi, di cafe itu hanya terdapat Shanz saja seorang diri. Bagaimana tidak? Semua orang menyerbu perpustakaan dan menjajah seluruh isi bukunya, sedangkan Shanz malah menjajah seluruh menu di cafe.

"Yailah santai aja ngapa? Lagian kan ini masih hari Sabtu, nanti belajarnya Minggu aja," ucap Shanz.

"Mana bisa begitu Shanz Swillman? Ini Exam penting sebagai penentuan tetap. Apa kamu sudah betah jadi murid Pluto saja? Sebagai lulusan Pluto di semester pertama itu terlihat memalukan ketika tulisan itu tertera jelas di raport," ucap Alexa.

"Aku tidak peduli," ucap Shanz hingga membuat Alexa geram.

"Baca lima menit, nanti aku test tanpa melihat buku!"

"Ha?"

"Tidak ada penolakan," potong Alexa.

Shanz mengerlingkan kedua matanya, ia membuka buku tersebut dan terpaksa membacanya. Apalagi ini adalah materi Sosiologi, membuat Shanz ingat Mr Kevin yang super bawel itu. Jika belajar terus dalam tekanan Alexa mungkin akan membuatnya frustasi, Shanz tidak suka dipaksa dalam melakukan hal apapun.

"Sudah," Alexa menutup buku yang Shanz pelajari dan mulai melakukan test pada sepupunya. Shanz mendongakkan kepalanya, satu paragraf pun belum selesai ia baca. Kenapa lima menit se-singkat itu?

"Afeksi?"

"G-gue gak tahu kan belum selesai baca," jawab Shanz.

"Aksiologi?" Alexa terus melontarkan pertanyaan tanpa memperdulikan alasan apa lagi yang akan Shanz ucapkan.

Sampai pada pertanyaan berikutnya selesai, tidak ada satupun yang dijawab dengan benar oleh Shanz. Dari semua pertanyaan Alexa semuanya hanya dijawab dengan sebuah alasan.

"Dalam waktu lima menit sama sekali tidak ada satupun yang kau pahami?" tanya Alexa.

Shanz tidak bergeming, ia hanya menopang dagu nya sambil mencoret - coret tulisan abstrak di buku tulisnya.

"Bisakah kamu sedikit serius Shanz? EHS bukan tipe sekolah yang akan meluluskan murid malas-malasan sepertimu." Kali ini Quinne menghampirinya, sebenarnya dari tadi ia sudah gatal ingin menjawab pertanyaan yang sangat mudah itu. Hanya saja ia masih menghargai Alexa.

Mendengar hal itu membuat Shanz semakin malas saja untuk belajar, apalagi kali ini Einstein Quinne ikut menimpali.

"Ayolah Shanz, aku yakin kamu tidak bodoh, hanya saja kamu malas. Mungkin jika sedikit rajin akan meningkatkan nilaimu," Fabby menepuk pundak Shanz sambil menyemangatinya.

Senyuman Fabby yang terlihat sangat manis dengan kedua lesung pipinya benar - benar tidak bisa dibohongi. Shanz saja yang notabennya adalah sesama perempuan tertarik melihatnya, apalagi jika laki - laki mungkin itu akan memabukkan.

Einstein Student (On Going)Where stories live. Discover now