Dua Belas

374 63 37
                                    

Selamat membaca 😊

***

Juno menutup kembali pintu mobil dengan keras kemudian mengaktifkan fungsi alarm. Dia tidak melihat Cattleya di sana. Entah ke mana gadis itu pergi setelah perdebatan tadi.

Sejujurnya Juno sendiri juga tidak mengerti kenapa dirinya begitu meledak-ledak setelah mengetahui perjanjian konyol mamanya dan Cattleya. Rasanya ada yang sesak saat tahu Cattleya dengan mudah mengiyakan bahwa dia tidak akan memiliki perasaan apa pun pada Juno. Bagaimana kalau tiba-tiba saja perasaan itu hadir? Cattleya mau memungkiri? Manusia kan tidak pernah tahu kepada siapa hati mereka akan terpikat.

Tersenyum miris, Juno berjalan menuju elevator dengan langkah gontai. Dia pun menekan tombol naik, berharap benda itu segera terbuka dan mengantarkannya ke atas. Tapi, saat dia mendongak, nyatanya angka sembilan belas yang tertera di sana. Masih cukup lama untuk sampai ke bawah. Aah, merepotkan! Biasanya ada empat elevator, hari sial ini kenapa makin lengkap saja dengan hanya satu yang berfungsi?

Salahkan Juno karena membeli unit apartemen yang sederhana. Padahal dia bisa membeli yang jauh lebih mahal lengkap dengan fasilitas elevator yang bisa dibilang lebih pribadi sehingga dia tidak perlu memakai masker setiap keluar hanya demi menyamarkan diri.

Ngomong-ngomong masker, astaga! Emosi membuatnya lupa dengan benda penting itu. Juno menoleh kanan-kiri. Beruntung, kondisi sepi jadi dia aman. Tidak lucu juga jika dia  tiba-tiba dicubit atau dicium fans yang tidak sengaja bertemu di sini.

Juno menghela napas karena elevator tak juga turun. Sepertinya tangga darurat harus menjadi pilihan. Sebelum seseorang mengenali keberadaannya di sini.

"Herjuno!" Seseorang memanggilnya dengan nada suara terengah.

Juno menoleh. Sosok jelita itu terlihat sedikit kusut dengan rambut kuncir kuda yang nampak lepek di bagian depan karena keringat. Juno mematung menatapnya yang berjalan mendekat.

"Kamu ... Nggak papa? Aku tadi ke unit tapi kamu nggak ada. Aku khawatir. Aku ...."

Juno mengangkat dompetnya yang sedari tadi dia pegang di tangan kirinya. "Tadi aku balik turun lagi. Dompetku ketinggalan," ucapnya.

"Aku udah kayak orang gila nyari kamu. Aku gedorin lift. Aku turun ke lantai dua, ke unit orang yang nguntit kamu itu tapi masih terpasang garis polisi. Ini aku mau ke ruang keamanan, cek CCTV. Tapi kamu ternyata nggak papa." Napasnya terengah menjelaskan apa yang baru saja dia lakukan. Cattleya pun merosot. Dia berjongkok sembarangan karena kakinya begitu pegal.

"Aku kira kamu pulang."

"Pulang? Ya enggaklah. Kata kamu, posisi aku harus di dekat kamu terus."

"Tapi kamu masih cuti, seharusnya. Jadi, pulang saja. Aku mau sendiri."

"Tapi, Jun ...."

"Nggak akan terjadi apa-apa."

Mendengar itu, Cattleya kembali berdiri. Dia mendekati Juno kemudian melempar tatapan dalam pada lelaki itu.

"Sebegitu marahnya?" Tanyanya kemudian.

"Aku nggak marah," elak Juno.

Cattleya tersenyum asimetris. "Ayo ke unit kamu," ajaknya membuat Juno bingung dan justru bergeming.

Cattleya tersenyum lagi. Kali ini kedua sisi bibirnya tertarik semua meskipun tipis. "Waktu itu, aku lihat, kamu punya stok teh camomile. Mungkin dengan duduk dan saling berbicara sambil minum teh, semua akan lebih baik."

Juno masih bergeming.

"Masih mau di situ?" Tanya Cattleya yang sudah hendak masuk elevator yang sudah terbuka di hadapan mereka. "Tawaranku hanya berlaku sekali," lanjutnya.

Deal with Mr. Celebrity (Tersedia dalam Bentuk Buku dan PDF)Onde histórias criam vida. Descubra agora