Dua Puluh Lima

381 56 15
                                    

Selamat membaca 😊

Warning!
Contain sexual harassment scene.

Jadi pembaca yang bijak yaa...
Segala bentuk tindakan tidak terpuji dalam cerita ini, mohon untuk tidak ditiru.

Aku udah berusaha meminimalisir adegan itunya. Dengan bahasa yang sekiranya lebih bersahabat untuk dibaca siapa saja.

***
Lima tahun lalu

Rangga terbangun dari tidurnya dengan napas terengah-engah. Dia mencoba menormalkan ritme jantungnya dengan berapa kali mengembuskan napas panjang. Rangga lalu tersenyum setelah napasnya kembali seperti biasa.

"Ketemu kamu lagi, Di. Ini hari ketiga aku tanpa kamu tapi kamu masih terus nemenin aku dimimpi, bahkan tidur siang." Rangga bermonolog sendiri. "Gimana hari-hariku selanjutnya tanpa kamu, Sayang? Gimana anak kita? Kenzie masih di rumah sakit karena kondisinya tidak baik setelah lahir prematur."

Rangga menghempaskan tubuhnya kembali di atas kasur. "Bisa-bisanya kamu datengin aku di mimpi cuma buat ingetin pesan terakhir kamu sebelum kamu pergi." Rangga tersenyum miris.

"Dasar cewek tomboi tapi berhati sutera! Kamu sekarat waktu itu. Bukannya mikir diri sendiri biar selamat tapi kamu malah ngomongin soal orang yang kamu tabrak." Rangga masih bergumam sendiri. Perlahan, air mata menetes di pipinya.

"Iya, Diana, iya. Aku akan tanggung jawab meskipun polisi menyudahi kasus tabrakan ini. Tapi tolong, kasih aku waktu, ya?"

Air mata sialan itu masih juga menetes tanpa permisi. Rasa perih masih begitu terasa meskipun sudah tiga hari berlalu. Rangga bahkan masih enggan untuk masuk kerja. Enggan bertemu siapa pun kecuali ke rumah sakit menjenguk anaknya.

"Pastikan keluarganya hidup baik ya, Mas. Ini salahku. Tolong bantu aku bertanggung jawab." Kalimat itu diucapkan Diana dengan terbata sesaat sebelum dia masuk ke ruang operasi untuk mengeluarkan Kenzie. Ruangan jahanam yang akhirnya merenggut nyawa Diana di dalam sana.

Rangga menegakkan posisi tubuhnya. Dia lalu menarik laci yang ada di meja dekat tempat tidur dan mengambil map warna kuning di sana.

Foto dari dua orang anak perempuan langsung terlihat saat map itu dibuka. Mereka adalah anak-anak dari korban tabrakan. Menurut informasi, kedua anak itu jadi yatim piatu sekarang.

Rangga membaca data anak-anak itu. Semuanya lengkap tertulis berikut nama sekolah, bahkan prestasi mereka.

Sehari setelah Diana meninggal, Rangga memang meminta Freddy, teman lamanya untuk mencari tahu soal keluarga korban. Dia tidak ingin melibatkan polisi di sini. Dia malas dengan segala birokrasi yang harus ditempuh jika berurusan dengan aparat.

Lagi pula data dari Freddy juga sangat lengkap. Anak mantan ketua geng besar itu cukup bisa diandalkan setelah berhasil mendirikan sebuah layanan keamanan, Eagle Security Services, dua tahun lalu.

***

Gadis berseragam SMA itu beranjak dari posisinya yang sedari tadi berjongkok di sisi jalan yang merenggut nyawa ayahnya tiga hari lalu. Wajah cantiknya nampak layu dengan kantung mata yang terlihat jelas. Kepergian sang ayah seolah benar-benar membuatnya terpukul.

Hari mulai gelap. Dengan langkah biasa, dia menelusuri jalanan sepi untuk pulang, sembari terus melamun, memikirkan kehidupannya dan sang adik selanjutnya tanpa sang ayah.

Tanpa dia sadari, sepasang mata sejak tadi memerhatikannya, menatapnya penuh minat dengan raut penuh birahi dan dendam dari dalam mobil yang terparkir agak tersembunyi tak jauh dari tempat gadis itu.

Deal with Mr. Celebrity (Tersedia dalam Bentuk Buku dan PDF)Where stories live. Discover now