1| Do'a

29.1K 5K 737
                                    

Menatap pentulan wajah cantiknya di cermin, Milly menjadi tersenyum. Ia menyentuh pipinya, sedetik kemudian tiba-tiba terlintas bayangan anak laki-laki kecil membuatnya meneguk ludah kasar dan bangkit dari duduknya seraya berdecak. Merasa kesal karena pikirannya tak pernah bisa bebas dari 'dosa' masa lalunya.

Milly memejamkan mata, seperti apapun ia menghindar tetap saja masa lalu mengerikan itu menghantui kehidupannya yang tak pernah tenang.

"Dia pasti udah bisa jalan sama bicara sekarang," gumamnya lirih. Ia kemudian mengambil ponsel dan menarikan jari di atas layar benda pipih persegi panjang itu lalu menempelkannya di telinga.

"Gimana keadaannya?" tanya Milly serak, menahan mati-matian air matanya. Ia selalu dirundung sesak mengingat saat dirinya membuat pilihan di mana ia harus melahirkan dan membuang anaknya demi masa depannya yang kembali cerah.

Suara kekehan terdengar dari seberang sana. "Kalau Non Milly penasaran, kenapa gak liat aja? Usianya udah lima tahun. Dia tumbuh dengan sangat cepat dan tampan."

"Setiap bulan saya ngirim uang buat kamu. Tolong rawat, besarkan dan hidupi dia dengan fasilitas mewah. Meskipun saya gak bisa dan enggak siap menemuinya--"

Pada akhirnya air mata tetap jatuh membasahi wajah cantik gadis berusia dua puluh empat tahun itu. "Tolong jadi orang tua yang baik untuknya. Bahagiakan dia."

Milly sadar, kesalahan masa SMA-nya tak harus ditanggung anaknya. Meskipun ia tak bisa tinggal bersama anak itu, membiayai kehidupan anak itu sudah lebih dari cukup dengan dirinya akan terus berkerja dan melebarkan sayapnya untuk terbang (menghasilkan uang)

"Iya Non Milly, itu pasti."

Setelahnya Milly mematikan sambungan membuat orang yang bertukar kabar dengannya menghela kasar sembari menatap istrinya yang tengah menjahit baju di sofa.

"Dia gak tahu aja anaknya, kita kasih tinggal di kandang kambing."

Suara ketukan di pintu membuat sepasang paruh paya itu saling menatap sebelum akhirnya sang istri memilih bangkit dan berjalan membuka pintu.

"Apalagi Emil?!" tanyanya kasar. "Sudah berapa kali Bibi bilang--"

Tangan wanita itu menunjuk rumah sederhananya. "Jangan datang ke sini. Rumahku jadi kotor karena kakimu yang gak pernah di cuci itu."

Emillio, anak laki-laki bertubuh mungil itu menatap dengan mata berkaca-kaca. "Emil lapar Bibi Dina."

Wanita paruh baya yang Emil panggil Bibi masuk ke dalam rumahnya membuat Emillio mengekor dari belakang, rupanya tindakan anak itu menyulut kemarahan Dina yang mengambil sapu lidi di dekat pintu dan ia gunakan untuk memukul kaki Emillio yang segera memundurkan langkah dan keluar pintu.

"Diam di sana!" bentak Dina menatap Emillio yang memegang kakinya sembari menangis keras.

*

Milly berjalan anggun dengan gaun merah hati tanpa lengan yang sangat cocok di tubuh rampingnya. Gadis itu celingukan mencari-cari di mana keberadaan sahabatnya di SMA dulu.

"Gue kira karena kasus itu lo gak bakal berani dateng reuni," celetuk gadis memakai gaun warna hitam dan lipstik merah menyala yang tiba-tiba menghadang jalan Milly.

Gadis itu menatap temannya yang di sampingnya seraya cekikikan. "Punya berapa muka sih dia? Masih inget kan pas pengumuman lulus Sma, dia bikin heboh karena bunting duluan."

Milly memilih berlalu sembari berupaya kuat menahan emosi. Ini semua karena Dareen. Hidup, masa depan dan reputasinya hancur karena laki-laki itu. Seandainya sekarang Dareen ada di depannya, Milly tidak akan berpikir dua kali untuk mencakar wajah tampan laki-laki itu.

"Dimana anak gue?"

Jantung Milly seperti berhenti berdetak mendengar suara berat di depannya. Ia mendongak menatap emosi Dareen yang sekarang berwajah datar. Bagaimana bisa Milly lupa? Dareen dan dirinya satu sekolah dan dulu laki-laki itu menjadi kebanggaan dan idola di sekolahnya ini. Kehadiran laki-laki tak bertanggung jawab ini pasti diharapkan banyak pihak sangat berbeda dengan dirinya. Padahal ini semua salah Dareen sepenuhnya tetapi ia yang harus menanggung semua resikonya.

"Udah berapa kali gue bilang!" bentak Milly. "Dia udah mati."

Dareen bergerak memojokkan Milly membuat gadis itu menatap was-was. Tatapan Dareen luar biasa tajam. "Gue udah bisa ngehasilin banyak uang dan udah punya rumah. Gue akan nikahin lo asal anak kita kembali."

Ucapan laki-laki itu dibalas tamparan mendarat di pipi kanannya oleh Milly yang menatap dengan tangis. Emosi gadis itu meledak, kedua tangannya terkepal dan ia mulai memukul-mukul dada bidang Dareen dengan tangis kencang. Tak peduli beberapa orang mulai memperhatikan mereka dengan bingung.

"Dasar cowok gak bertanggung jawab! Dasar cowok semena-mena! Pengecut!" Dan semua umpatan Milly keluar untuk Dareen.

*

Emillio menatap berbinar baju yang ia pakai sekarang, anak laki-laki itu tak berhenti menciumnya. "Terima kasih, Kakek ustadz."

Kakek berpeci putih dengan sorban tersampir di sekitaran lehernya tersenyum kecil seraya mengacak rambut anak laki-laki itu gemas. Ia sudah memandikan dan mengganti baju anak ini yang kotor. Tadi saat akan melaksanakan sholat ashar berjemaah, ia melihat Emillio berjalan sendiri sembari menangis dengan luka-luka di betisnya. Karena kasihan melihat tubuh kotor anak itu membuat Kakek membawanya untuk mengobati luka Emillio dan membersihkan anak itu.

"Emillio kan udah sunat, ya."

Anak laki-laki itu mengangguk cepat membuat senyum si Kakek semakin lebar. "Setiap sore dateng ke sini, ya nanti Kakek ajarin ngaji."

"Emil mau Kakek, biar Allah kabulin do'a Emil," jawab anak laki-laki itu membuat si Kakek menautkan alis bingung.

"Emil sering berdo'a?"

Si Kakek berpikir, di usianya ini Emillio adalah anak yang cerdas.
Sementara Emillio mengangguk membuat si Kakek mengusap lembut rambut anak itu.

"Emil minta apa sama Allah?"

Mendengar pertanyaan si Kakek membuat mata Emillio berbinar hingga dengan semangat anak kecil itu menjawab, "Emil mau Allah beliin Emil Ayah sama Ibu biar Emil enggak sendiri lagi."

Si Kakek kehilangan kata-katanya.

Hal-hal kecil yang sering kita abaikan terkadang adalah 'impian' sebagian orang di luar sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hal-hal kecil yang sering kita abaikan terkadang adalah 'impian' sebagian orang di luar sana.

Lombok, 2/10/2020

****

Masih mau lanjut?

Perjuangan balita hehe

EMILLIOWhere stories live. Discover now