18| Leo

15.9K 3.5K 650
                                    

Zenna tak berhenti tersenyum. Mata indah itu terus menatap ke sketsa di mana ada lukisan wajah sosok tampan di sana. Siapa lagi kalau bukan sosok laki-laki yang beberapa hari terakhir sering ia temui.

Di ujung sketsa terdapat huruf L e o, ditulis dan diperindah dengan warna. Tangan Zenna melepas kuas di meja sampingnya lalu terulur untuk menyentuh gambar wajah sosok itu. Lagi-lagi dadanya berdebar.

"Sepertinya Non Zenna lagi falling in love." Sosok perempuan paruh baya datang dengan senyum menggoda membuat Zenna merona.

"Ketemu di mana Non?" tanya Bi Siti, salah satu orang yang selama ini menemani juga merawat Zenna dan Zetta dengan tulus.

Zenna memalingkan wajahnya yang tersipu. Dengan sangat pelan dia membalas, "dia yang nolongin aku, Bi."

"Kalau boleh Bibi tahu, Namanya siapa Non?" tanya Bi Siti menatap lekat Zenna yang menunduk malu.

"Kepo," sahut Zetta datang ke ruangan rawat Zenna dengan bunga di tangannya. Senyum gadis itu langsung luntur saat melihat lukisan Zenna, tubuhnya mendadak gemetar ketika sosok Emillio muncul di benak saat menatap lukisan saudari kembarnya itu.

Zetta menggelengkan kepala kuat-kuat. "Enggak mungkin."

"Apanya yang gak mungkin, Ta?" tanya Zenna lembut. Ia melirik Bi Siti dan Zetta secara bergantian. "Aku suka liat matanya."

"Apanya?" sahut Zetta mengambil alih lukisan tersebut lalu membuangnya ke tong sampah. "Kamu suka anak itu? Leo? Enggak!"

"Kamu tahu orang di lukisan itu, Ta?" Zenna bangkit dari ranjang pesakitannya dengan mata berbinar-binar bahagia. "Boleh aku minta nomer Handponenya?"

"Jangankan handpone, harga diri pun dia gak punya." Zetta memalingkan wajah sembari bersedekap dada. Dadanya kembang kempis dan napasnya berhembus terburu. "Kamu tahu? Dia yang bikin aku gak bisa sekolah lagi, Na. Anak haram yang hidupnya melarat di luar sana."

"Zetta!" Zenna meninggikan nada suara. "Aku gak tahu kamu bisa sekasar ini."

Bi Siti memegang kedua bahu Zenna berupaya menenangkan. Sementara Zetta menatap Kakak kembarnya marah. "Aku mau kamu jangan deket-deket lagi sama Leo. Dia miskin, gak punya keluarga, dan hidup gak guna! Kamu gak boleh suka sama dia, titik."

Tangan Zenna mengepal. Darahnya seperti mendidih mendengar semua hinaan itu terlontar untuk laki-laki yang dipertemuan pertama mereka, ia kagumi. "Apa untuk menyukai seseorang, kita harus tahu dulu seberapa banyak uang yang dia punya?"

Zetta membisu sementara Zenna menatap keluar jendela rumah sakit. Tangannya berpegangan pada jendela. "Almarhum Kakek pernah bilang, kalau kebahagian gak bisa kita miliki di rumah maka kita boleh mencarinya di luar. Kamu tahu? Itu yang akan aku lakukan dan aku yakin, bersama Leo, aku bisa menemukannya."

"Leo sendiri aja gak bisa ngebahagiain dirinya apalagi ngebahagiain kamu!" geram Zetta sembari melangkah keluar dan membanting keras pintu ruangan membuat Bi Siti terkejut.

*

Zetta memasuki ruangan dengan membuka pintu secara kasar membuat orang-orang yang duduk dalam satu ruangan terkejut. Sementara tatapan gadis itu terus tertuju pada sosok laki-laki jangkung yang memakai hoodie hitam dan menutupi rambutnya dengan tudung hoodie. Zetta ingin berteriak, dari sekian banyak laki-laki di dunia ini, kenapa Zenna harus jatuh hati sama Emillio?

"Jadi kamu bener-bener udah maafin mereka, Nak?" tanya Pak Lanang, kepala sekolah SMA tarunajaya pada Emillio yang melirik Dareen di sampingnya.

"Kita buat sebuah kesepakatan," ucap Dareen setelah membawa Emil ke rumah sakit dan mengobati semua luka anak itu. Iya, Emil jatuh tak sadarkan diri di pelukannya tadi malam.

EMILLIOWhere stories live. Discover now