10| Kesempatan kedua

18.1K 3.4K 480
                                    

Mella meletakkan segelas kopi hangat di hadapan sang adik. Ia menarik kursi untuk duduk di depan Milly, wanita berhijab itu menatap lembut. "Dia sudah jelaskan semuanya. Apalagi yang kamu tunggu? Keluar dari kubangan hitam itu, perbaiki semuanya, dan berbesar hati memaafkannya. InyaAllah atas izin Allah, kita akan menemukan Emil kalau kita cari dia sama-sama."

Milly terdiam. Ia bimbang. Haruskah? Setelah membiarkan dirinya berjuang sendirian, Dareen kembali memaksa masuk ke dalam hidupnya. Namun, fakta yang baru saja terungkap jikalau laki-laki itu juga tak kalah kesulitan membut Milly merasa Dareen pantas mendapat kesempatan.

"Kamu masih mencintainya, Milly. Dulu, sekarang atau mungkin selamanya. Sekian lama dia pergi, Kakak tahu kalau banyak lelaki yang berusaha mendekat tapi kamu tolak bahkan sebelum mereka bertindak buat menangin hati kamu. Karena apa? Masih sayang dia. Masih terbayang Dareen kan." Mella menyeruput kopi di tangannya dan lagi-lagi tersenyum lembut pada adiknya yang termenung.

Lumayan lama hening terjadi sampai Milly mengangkat wajahnya. "Aku akan perbaiki semuanya, Kak. Demi anakku."

"Kakak tahu kamu bisa mengambil keputusan yang tepat," bisik Mella saat Milly memeluk tubuhnya. Milly merasa bersyukur, saat ia tak bisa secara terbuka menceritakan masalahnya pada sang Ibu, Mella Kakaknya selalu berhasil menjadi sosok pengganti Ibu yang selalu memberinya nasihat bijak. Meskipun, Milly terkadang malu karena Kakaknya merupakan wanita sholehah sementara dirinya malah kebalikannya.

*

"Dia udah baikan," kata Jessika melirik Emillio yang terbaring lemah di ranjang pesakitan.

Dareen yang langsung menyusul Jessika ke rumah sakit setelah mengantar Milly pun ikut panik melihat wajah pucat Emillio. Tangan laki-laki itu terulur mengusap lembut kepala Emillio. "Emil udah makan?"

Mengucapkan nama 'Emil' anehnya membuat Dareen teringat nama laki-laki yang terus diucapkan Milly sebelum pingsan. Ia merasa cemburu.

"Semuanya terasa pahit," tutur Emillio membuat Dareen tersenyum kecil.

"Nanti kalau Emil sembuh, gak pahit lagi kok." Dareen kemudian menatap Jessika yang sedari tadi terdiam.

Mereka dikejutkan akan kedatangan Keyla, Keysa dan neneknya membuat Emil secara spontan memeluk tangan Dareen. Teringat saat ia dikurung di gudang oleh perempuan tua itu.

"Yak Emil!" marah Keyla menarik kasar tangan Dareen saat Ibunya menggendong tubuhnya dan mendudukkan tubuhnya di ranjang pesakitan Emillio. "Papa Dareen itu Papa aku bukan Papa kamu, Emil. Kamu itu kan gak punya Papa, gak inget?"

"Tau tuh! Dasar gak tahu diri," sahut Keysa menjulurkan lidahnya mengejek pada Emillio yang memilih terdiam.

"Udah-udah, kalian gak kasian sama Emil yang lagi sakit?" marah Dareen.

"Coba kalau bukan gara-gara cucuku, aku mana sudi jenguk anak gelandangan ini," batin neneknya Keyla.

"Gak. Dia mati pun aku gak peduli," kata Keysa membuatnya mendapat bentakan dari Jessika yang menatap tajam.

Dareen mencoba menenangkan Jessika sembari menatap wanita itu. "Bisa bicara bentar?"

Jessika sama sekali tak tahu, kenapa Dareen tak peka sedikitpun akan ketidak nyamanannya. Di taman rumah sakit, bicara berdua dan pembicaraan mereka sedari tadi hanya berputar tentang Milly, Milly, dan Milly. Wanita itu tak ingin mendengarkan tetapi menceritakan tentang Milly seakan membuat Dareen semangat membuatnya mau tak mau pasrah sembari susah payah menahan luka di hatinya.

"Oke. Jadi, intinya dia maafin lo?" tanya Jessika malas.

Dareen tersenyum. "Belum sih tapi gue yakin dia bakal maafin gue. Setelah dia maafin gue_"

Jeda, Jessika menatap was-was ke arah Dareen yang tak melunturkan senyum dengan pandangan lurus ke depan. "Gue bakal segera nikahin Milly, Jess. Itu tujuan gue balik ke sini."

Seperti ada benda keras yang menghantam dadanya. Mendengar semua itu, tenaga Jessika seolah langsung terkuras habis.

"Congrats, ya." Suaranya bergetar sementara Dareen sama sekali tak peka.

"Gue turut seneng menyangkut apapun yang buat lo bahagia," lanjut Jessika kemudian berlari pergi dengan tangis yang tak bisa ia tahan lagi.

Di sisi lain, Dareen terkejut saat Jessika tiba-tiba pergi. "Kenapa sih tuh anak? Gak kayak biasanya."

Dareen memilih tak peduli. Senyumnya terukir saat melihat nama Milly terpampang di layar ponselnya yang berdering. Dengan bahagia, ia mengangkatnya tergesa. Menyesali satu hal, kenapa tidak dari awal pertemuan ia menjelaskan perihal kepergiannya?

*
Begitu Emillio diperbolehkan dari rumah sakit, nafsu makan anak itu langsung meningkat. Namun, tak ada satupun yang menawarkan makanan karena Jessika sepulang dari rumah sakit malah mengurung dirinya di kamar.

Ketika Emillio duduk di teras rumah pun, dia hanya diam saat Keysa dan Keyla datang dengan banyak jajanan di tangan mereka.

"Kamu pasti belum ngerasain enaknya sosis bakar, ya? Ice cream? Pizza? Sate?" Keysa menyodorkan sepotong pizza ke mulut anak laki-laki itu lalu saat Emil membuka mulut, Keysa segera menarik tangannya dan memasukkan pizza itu ke mulutnya sendiri kemudian tertawa.

Emillio hanya menatap polos sembari berulang kali meneguk ludahnya sendiri.

Hal yang sama berulang kali terjadi. Emil hanya anak kecil dengan binar mata polos. Meskipun berulang kali ditipu, dia tetap membuka mulut saat Keysa menyodorkan makanan ke mulutnya meskipun lidahnya sama sekali tak pernah berhasil menyecap makanan itu. Hatinya hanya terus bertanya, seperti apa rasanya?

Perutnya berbunyi. Membayangkan makanan-makanan itu miliknya. Namun, kenyataannya ia hanya bisa meneguk air liur sendiri. Menatap sendu Keyla dan Keysa yang memasukkan berbagai macam jajanan ke mulut mereka.

Sementara di dalam rumah, Jessika yang awalnya mengurung diri keluar kakar dengan mata sembab dan pakaian kacau. Wanita itu menatap ibunya yang mematung di depan pintu. "Dareen lagi kan?"

"Aku udah mikir mateng, Ma." Jessika menyeka air mata yang kembali jatuh. "Aku akan ke bali buat nenangin diri."

"Anak gelandangan itu kamu bawa?" tanya Ibunya meninggikan nada suara. Meskipun, dia tahu suasana hati putrinya tetap saja, ia merasa khawatir kalau saja Jessika menitipkan anak itu pada dirinya.

"Aku bawa Keyla, Emil aku titip sama Mama," kata Jessika membuat Ibunya melotot.

"Kamu gila!" teriaknya. "Mama mana sudi merawat anak kotor itu!"

 "Mama mana sudi merawat anak kotor itu!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Part depan mungkin bakal kebongkar😌

EMILLIOWhere stories live. Discover now