2. 🍂 Bramantyo Nugroho

55.3K 5.5K 248
                                    

"Aku maunya nanti konsep lamarannya ala-ala selebgram gitu ya gaes. Nanti fotografernya dari Fotomoto aja."

"Serius nih kamu bulan depan lamaran?"

"Iyalah! kok gak percaya sih, duh aku gak sabar deh, hidup berdua dengan dia, berjuang sama-sama, masak bareng, berangkat kerja bareng, bangun tidur dia cium kening aku."

"Uluh-uluh...."

Aku menunggu Linda sahabatku, tepat di depan pintu lobby Sunrise Mall ketika tiga orang gadis lewat dengan obrolan yang menarik perhatian banyak orang. Bagaimana tidak? Suaranya lumayan stereo dengan tawa cekikikan dan gerakan heboh ala anak muda jaman now, dua diantaranya menggoda seseorang yang wajahnya tersipu-sipu membuat beberapa orang yang berada di lobby sempat menoleh sebentar, termasuk aku.

Hmmm, senengnya yang mau lamaran.

"Kariiiiiiiiin"

Aku menoleh, Linda lari dengan kedua tangan terentang siap memelukku. Astaga! Dia lebih heboh daripada ciwi-ciwi tadi.

"Apa sih!" aku tak bisa mengelak, tubuh nya lebih bongsor memelukku sempurna. Sesempurna pandangan orang-orang yang melihat kami seperti teletabis, termasuk tiga gadis yang tadi melewati ku.

"Malu Lin." Buru-buru aku menariknya masuk ke toko donat yang ada di dekat lobby.

"Piye, kantor mu yang baru?" tanya Linda, begitu mendaratkan pantatnya di kursi. Setelah memilih menu dan membayar pesanan, kami memilih duduk di meja paling sudut, supaya lebih nyaman dan leluasa ngobrol tanpa terganggu lalu-lalang orang.

(piye = bagaimana)

"Alhamdulillah, adaptasiku lancar, toh itu kantor pusat yang tiap bulan kukunjungi. Jadi tidak terlalu sulit adaptasilah."

"Ono sing bujang?" (ada yang bujang?)

"Wakeh," jawabku pendek, (banyak)

"Nah itu, mugo-mugo ono sing jodo."   (Nah itu, mudah-mudahan ada yang jodoh.)

Aku tertawa, dia memang sahabat terbaik. Saat aku patah hati di Kota Malang, hampir tiap hari dia video call, katanya hanya untuk memastikan apakah aku masih hidup, nggak bunuh diri di pohon tomat karena putus cinta. Naudzubillah! Kurang kerjaan amat bunuh diri gara-gara cinta. Nasi pecel tumpang masih enak sist, yah meskipun rasanya hatiku berdarah-darah saat itu, tapi ya sudahlah. Itu masa lalu. Bye.

"Sorry, waktu kamu pindahan aku gak bisa ke rumah, Adel badannya panas," ucapnya kemudian, aku hanya menjawab dengan kode jari jempol dan telunjuk yang saling menempel membentuk lingkaran.

"No problemo, sekarang dia gimana? Kirain tadi di ajak." Ku potong donat dengan garpu.

"Sama Oma nya di rumah, sudah sehat kok. Jadi tadi aku pamit sama Ibu, mau ketemu kamu sebentar."

"Ibu sehat?"

"Sehat, alhamdulillah Rin."

Kami pun ngobrol melepas rindu. Linda adalah sahabat sejak SMA, kami juga kuliah di kampus yang sama hanya beda jurusan. Selepas lulus dia menikah, tinggal di Mojokerto dan punya tiga orang anak yang lucu-lucu dan menggemaskan.

"Mojokerto berubah banyak ya," gumamku pelan, mataku memandang lalu-lalang orang memasuki Mall dari balik dinding kaca toko donat. Dulu, kota kelahiranku ini terhitung sepi, meskipun bersebelahan dengan Kota Surabaya. Namun, semenjak terbangun Mall, Pizza Hut, dan beberapa pusat perbelanjaan modern, jalanan tak pernah sepi.

"Iya sekarang sudah seperti Surabaya, maceeet," keluh Linda sambil menyesap Avocado frape nya, "btw, cerita doong, itu yang bujang-bujang di kantor, ada yang bisa diprospek nggak?"

Jodoh Pasti Bertamu [TERBIT]Where stories live. Discover now