40. Terlalu Cepat

746 45 20
                                    

Sebuah kisah tak ada akhir yang jelas.

Note.

*****

W R I T E N

Kota Bandung masih menjadi tempat singgah Kanaya saat ini. Keputusan itu mutlak di setuju oleh Kanaya karena ia memang tak siap dan mungkin belum terpikir untuk bersama orang itu. Sudah dua bulan terlewat sejak pernikahannya tapi hidup Kanaya tetap seperti biasa. Bedanya tiap jam pasti ada yang menghubunginya entah lewat panggilan suara atau Vidio. Tapi Kanaya masih enggan dengan semua itu. Ia belum terbiasa dan ia mungkin tak suka. Hubungan jarak jauh mudah saja bagi Kanaya karena ia pernah melakukannya pun sangat mudah karena ia tak berasa apapun pada dirinya.

Kalimat penyesalan Gilang dua bulan itu mungkin hanya bualan di mata Kanaya. Ia jengah dengan sikap laki laki itu walaupun jauh darinya. Belakangan ini Kanaya malas membalas pesan dari suaminya. Karena Gilang sedang gencar gencar nya meminta Kanaya agar resign dari pekerjaan nya. Berpuluh puluh pesan muncul di ponsel nya. Belasan panggilan suara dan video juga ia abaikan, jengah.

Bandung masih di landa hujan, angin kecil masih sering muncul. Gerimis di luar mulai deras membasahi tahan. Angin dingin datang Kanaya merapatkan jaket nya dan meletakkan ponsel nya asal di meja lalu menutupinya dengan buku tebal agar tak terlihat. Bibirnya yang memucat kembali lagi, kepalanya pusing tapi tak separah dulu. Ia menggelengkan kepalanya pelan lalu menatap monitor di depannya. Malam menjadi temannya kali ini, ya dinas malam. Hal yang sudah mulai ia kuasai adalah bergadang saat bekerja. Walaupun tubuhnya sedang tidak fit tapi ia masih kuat.

"Kamu kenapa Yas? Pucet gitu ih." Kanaya terperanjat saat Bu Lisa, atasannya yang duduk di sampingnya.

Ia menggeleng dan menatap Bu Lisa, "nggak papa Mbak cuma pusing aja, mungkin karena laper kali hehe."  Canda nya membuat Bu Lisa mesem

"Ada ada aja kamu, pusing kok laper. Jangan jangan kamu kangen sama suami ya? Tumben nggak di temenin, biasanya kalau malam malam kaya gini selalu di temenin." Ya memang Gilang selalu menemaninya saat dinas malam, tapi Kanaya selalu menyibukkan diri nya. Kangen? Rindu? Tak ada ia malah benci jika membahas orang itu sekarang,

"Ngga kok Mbak. Tidur mungkin dia, Mbak Lisa laper nggak biar Deas pesen makanan. Soto malam malam kaya gini ada nggak ya?" Canda nya tapi ingatannya kembali terputar saat seseorang mengantar makanan malam malam. Apa kabar orang itu? Kenapa ia tak bertemu barang sekelebat, padahal ia masih di kota yang sama.

"Suka bercanda kamu dik. Mana ada soto malam malam kaya gini, jangan jangan kamu ngidam ya?" Kanaya terperanjat, ia teringat sesuatu pada dirinya,

Kanaya menggeleng sedikit air matanya turun, kenapa tiba-tiba mengeluarkan air mata, "Naya nggak tau Mbak, rasanya aneh."

"Loh kok nangis sih? Beneran ya?" Bu Lisa sebagai orang tua di situ mendekat ke arah Kanaya dan merangkul nya, lagi lagi Kanaya menggeleng.

"Nanti coba di cek ya nanti. Sama Mbak aja besok ya."

"Apaan sih Mbak, jangan aneh aneh deh. Aku nggak papa kok beneran cuma pusing sama laper." Kanaya tertawa pada Bu Lisa yang masih merangkul nya,

"Tapi beneran loh Yas, ada yang aneh jangan jangan kamu hamil ya?"

Semua diam.

ENTSCHULDIGUNG [COMPLETED]  Where stories live. Discover now