32. Slip Merah Muda

512 40 8
                                    

Harta yang paling berharga melebihi semua adalah sebuah keluarga.

Bagustian Wiradhana Aditya

*****

B A G U S T I A N.

Aku berjalan di samping perempuan yang baru saja keluar dari ruang pemeriksaan. Dengan bermodalkan seragam pesiar siang ini menemani kakakku untuk kontrol rutin di rumah sakit. Beberapa bulan yang lalu aku sempat terkejut mendengar kabar bahwa kakak kesayangan ku ini kecelakaan. Bahkan kabar buruknya ia sampai mengalami fracture di tangan kirinya sementara wajahnya juga ikut tergores. Waktu itu aku sudah curiga karena dia sulit di hubungi melalui panggilan Vidio tapi selang beberapa hari akhirnya terjawab juga.

Rasa rasanya saat itu juga aku ingin menemui kakakku di Bandung. Tapi apalah daya aku masih di antara tembok tinggi Akmil. Satu lagi aku sempat menelepon Bang Ferdi mengenai kecelakaan itu. Benar saja dia mengetahui pasti dan sebagai saksi kejadian itu. Pun aku juga bertanya siapa pelakunya, yang membuat ku semakin membenci orang itu. Yang pertama saat kakakku masih pendidikan dan yang kedua saat ini. Membuat kakakku mengalami luka batin dan fisik oleh satu orang.

"Akhirnya bungkus permen nya hilang." Dia tersenyum lebar sambil mengangkat pelan tangan kirinya. Aku melihat tangan putih yang terdapat sebuah garis jahitan. Rasanya aku ingin segera menghantam orang yang membuat kakak ku kecelakaan. Karena kecelakaan itu membuat kakak sedikit berubah,

"Sejak kapan tangan mbak berubah jadi permen?" Tanya ku sambil merangkul pundaknya itu.

Dia hanya tertawa mendengar ucapanku. Aku tau dia bahagia setelah tangannya bisa bebas dari perban itu. Sementara wajahnya sudah kembali seperti semula berkat bantuan teman bunda.

Rencananya Minggu ini ayah, bunda aku dan Mbak Deas akan menghabiskan waktu di Bandung untuk berkumpul. Memanfaatkan waktu long week ku juga pastinya sementara ayah dan Mbak Deas mengambil cuti selama tiga hari.

"Kamu nggak bareng ayah Gus?" Tanya Mbak Deas saat kami sudah ada di rumah.

Aku menggeleng, "aku berangkat dari Magelang tadi pagi mbak, jadi nggak ke Semarang dulu."

"Ambil penerbangan pagi?" Aku mengangguk, "sayang uang dik, harusnya kamu tadi berangkat dari Semarang aja."

"Nggak keburu Mbak aku juga pingin cepet ketemu Mbak disini. Lain kali jangan buat aku khawatir Mbak. Aku pendidikan jauh di Magelang sementara Mbak disini kaya gini. Kalau aku bisa langsung ke sini nggak masalah tapi kondisi nya beda Mbak peraturan yang larang Bagus keluar." Mata Mbak Deas berkaca kaca mendengar ucapanku, sudah sejak lama aku ingin mengeluarkan ini.

"Mbak Deas itu segalanya buat Bagus setelah ayah bunda Mbak. Aku nggak mau lihat orang yang Bagus sayangi terluka kaya gini dan lebih mirisnya lagi Mbak jauh dari orang rumah. Gimana Bagus nggak khawatir Mbak, sekali lagi Mbak kaya gini mending Mbak..." Belum sempat aku melanjutkan ucapanku Mbak Deas sudah mendekat dan memeluk tubuhku.

"Bagus sayang Mbak Yaya."

Dia menangis di sana. Mungkin ini pertama kali nya aku berbicara seperti ini pada nya. Karena biasanya dialah yang selalu memberiku wejangan. Aku membalas pelukannya dan membiarkan dia menangis di sana. Pelukan yang selalu kami rindukan setelah berpisah berbulan bulan lamanya. Mungkin terakhir kali saat kami ulang tahun itu.

ENTSCHULDIGUNG [COMPLETED]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang