Duapuluhenam

525 33 9
                                    

Kota dingin kota impian.

Kanaya Deas Aditya.

🐾 🐾 🐾

K A N A Y A

Suasana temaram pagi yang menyapa. Membuat kota yang dingin semakin dingin karena matahari tampak malu malu muncul. Awan mendung menghiasi kota Bandung mungkin nanti siang akan hujan. Aku kembali melihat layar monitor yang menampakkan hasil citra satelit di sana, terdapat berbagai warna yang terus bergerak gerak. Jika kemarin aku hanya PKL disini dan sekarang aku dinas di sini bukan hanya praktik.

Bandung, kota dingin tapi juga kota romantis. Kota dengan sejuta pesona dan sejuta keindahannya. Beberapa bulan yang lalu saat pengumuman penempatan dinas betapa bersyukurnya aku mendapat tempat di sini. Lain lagi dengan orang tuaku mereka tampak belum rela jika aku di tempatkan jauh dari mereka. Padahal Bandung lebih dekat dari Solo jika di bandingkan dengan Jakarta bukan?

Bicara soal orang tuaku sekarang mereka pindah ke Semarang karena satu bulan yang lalu ayah naik pangkat menjadi Kolonel. Maka ayah di mutasi di Semarang dan menjabat sebagai Kepala Kesehatan Kodam atau Kakesdam IV/Diponegoro. Hal itu pula yang membuat bunda melepas sneli nya dan memilih fokus di kegiatan persit nantinya. Kalau kata ayah kemarin lebih baik aku di tempatkan di Semarang saja agar nanti bisa pulang ke rumah dinas mereka tapi aku tetaplah aku. Walaupun di sana ada Stasiun Meteorologi Maritim tapi aku tetap tak mau dan aku akan tetap disini, di Bandung. Sudah nyaman di sini apalagi dengan suasana yang seperti ini sudah berulang kali aku menyusun jadwal untuk berwisata mengelilingi Kota Bandung saat libur nanti. Tapi sampai saat ini belum sempat mengelilingi kota Bandung karena setelah dinas aku langsung di di sibukkan dengan beberes di kontrakan. Akhirnya si tanaya ayah ini bisa bebas tinggal sendiri di kota orang.

Aku berjalan ke luar ke arah taman alat berada. Alat alat penunjang berdiri tegak di bawah langit kota Bandung. Di bawah terdapat rumput hijau dan di sampingnya di kelilingi pagar kawat.

"Yas ngapain di situ?" suara laki laki datang dari belakang ku.

"Nggak papa Bang cuma lihat lihat kok hehe." aku menyengir.

"Oh gue kira udah bosen terus mau kabur haha." kelakarnya.

Itu Bang Kiki, nama aslinya Riski tapi dia lebih sering di panggil Kiki. Bapak satu anak itu kakak tingkatku dulu, saat aku tingkat 1 Bang Kiki tingkat 4. Bang Kiki sudah menikah dan ya dia sudah punya seorang anak.

"Nggak mungin lah Bang, oh iya Gilan.. Eh Galang nggak ikut to?" hampir saja aku salah menyebut nama.

"Ikut kok di dalam katanya mau ketemu kamu, oh iya Yas cek ikut gunbelani yuk sudah jam tujuh ini."

"Siap abang." aku menghormat ke arahnya lalu berjalan ke arah taman alat.

Gunbelani adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya matahari. Alat itu di amati dan di ukur setiap hari pukul 7 pagi dan ini pukul 7 pagi waktunya untuk mengamati gunbelani. Tak hanya gunbelani yang ada di taman alat ini masih ada banyak alat yang terdapat di taman alat ini. Masing masing memiliki fungsi dan jam pengamatan sendiri.

Aku kembali memasuki ruangan setelah mendapat hasil pengamatan dari gunbelani tadi. Kulihat semua sudah siap di tempatnya masing masing.

ENTSCHULDIGUNG [COMPLETED]  Where stories live. Discover now