Part 17

12.4K 1.6K 467
                                    


S

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

S

uasana ruangan kerja itu begitu hening. Alexander duduk di kursi kebesarannya,sementara Rafael dan Joshua duduk bersisian di depan ayahnya. Lelaki berperawakan tinggi tegap itu, masih menampakkan garis-garis ketampanan meski sudah berusia setengah baya. Di sana terlihat jelas dari mana Rafael mewarisi hidung mancung dengan pahatan dan detail yang sempurna di setiap inchi wajahnya.

Tegas dan berwibawa adalah ciri khas Alexander. Kedua putranya-dari ibu yang berbeda-telah didikte menjadi anak yang patuh. Senakal-nakalnya Rafael, Alexander selalu bisa mengendalikannya. Itulah mengapa sampai saat ini, Rafael masih bersedia tinggal serumah dengan keluarganya meski jelas-jelas Rafael tidak menyukai mereka.

Sebenarnya, ada satu hal yang membuat Rafael memilih bertahan. Rumah itu satu-satunya tempat yang menjadi kenangan manis bersama ibunya. Karena itu, Rafael tidak sudi jika Elma mengambil alih rumah itu dan menjadi satu-satunya penguasa. Jadi, jangan heran jika hampir di setiap sudut ruangan utama selalu terpajang foto Rafael kecil bersama ibunya. Dan semua benda-benda antik kesayangan ibunya masih terpajang rapi di tempat semula.

"Papa sudah mendengarnya dari Nyonya Maura." Alexander membuka percakapan. "Sekarang Papa ingin mendengar dari kalian sendiri. Bagaimana duduk persoalannya, dan kenapa kalian berkelahi? Kalian mencintai gadis yang sama?"

"Hanya Joshua yang mencintainya, aku tidak," jelas Rafael.

"Jadi, Jo? Kau yang membuat gadis itu hamil?"

"Bukan aku, Pa. Rafael yang menghamilinya tetapi dia menolak bertanggungjawab."

"Benar itu, Raf? Apa Papa pernah mengajarimu untuk lari dari tanggung jawab?"

"Aku tidak mencintainya, bagaimana mungkin aku menikah dengannya? Papa tahu sendiri, dalam waktu dekat aku akan melamar Selly."

Alexander mengusap wajah kasar. "Kau mencintai Selly, lalu kenapa kau tidur dengan Queen?"

"Dia memang brengsek, Pa," potong Joshua. "Hanya karena aku mencintai Queen, lalu Rafael dengan tega meniduri Queen hanya untuk membuatku sakit hati."

"Queen yang menginginkanku! Berhentilah bersikap seolah dia adalah korban!" hardik Rafael, menatap tajam Joshua.

"Queen tidak tahu apa-apa! Tapi kau tega menyeretnya ke dalam masa lalu orang tua kita! Kau pikir ini adil untuk Queen, hah?"

"Cukup!" Alexander menggebrak meja.

"Pa, Joshua mencintai Queen, tetapi Queen menolaknya. Seharusnya Joshua bersyukur, kehamilan Queen membuka peluang bagi Joshua untuk mendapatkan cinta Queen dengan menikahinya." Rafael menatap wajah merah padam Alexander.

"Joshua tidak bisa menikah dengan siapa pun. Papa akan mengirimnya belajar musik di Swiss."

"Tapi, Pa-" sanggah Rafael.

TrappedWhere stories live. Discover now