Part 10

13.5K 1.5K 278
                                    

Aku senang melihat gadis yang tidak terlalu pemilih pada makanan," komentar Elma.

Queen tersenyum, menyantap hidangan penutup berupa red velvet cake. "Kue ini sangat enak, Nyonya. Saya menyukainya."

"Mama sendiri yang membuat kue ini," timpal Joshua.

"Oh ya? Kau beruntung karena memiliki ibu yang pandai memasak, Jo!"

"Kau tahu apa yang membuat Papa jatuh cinta dan tergila-gila pada Mama?"

"Karena masakannya?"

"Kau benar, Papa sangat menyayangi Mama karena Mama pandai memanjakan perut Papa.

Seketika tawa riang terdengar memenuhi ruang makan. Awalnya, Queen pikir duduk di depan Nyonya Alexander akan sangat menegangkan. Ternyata ia salah. Nyonya Elma Alexander adalah seorang wanita ramah dan tidak pernah memandang seseorang dari rupa dan kasta.

Lihatlah bagaimana cara ia tertawa, terlihat anggun dan penuh etika. Bukan tawa terbahak-bahak, tetapi tawa lembut yang menenangkan. Rambut panjangnya disanggul rapi, serta anting berlian kecil yang menempel di telinganya menunjukkan bahwa meski beliau istri seorang konglomerat, tetapi tetap berpenampilan sederhana.

"Sepertinya aku terlambat. Apa masih ada makanan yang tersisa?"

Tawa mereka terhenti. Rafael menarik kursi di samping Joshua dan duduk di sana. Raut wajah Joshua berubah masam, sementara Elma tetap tersenyum.

"Kami pikir kau tidak akan bergabung, Raf."

"Yang benar saja. Mana mungkin aku membiarkan gadis yang datang mencariku, makan malam tanpa kehadiranku." Rafael menunjuk Queen dengan ujung dagunya.

"Gadis yang datang mencarimu?"

"Queen. Memangnya siapa lagi?"

Refleks Joshua mencengkeram kaus Rafael. "Jaga mulutmu!"

"Jo!" seru Elma tegas. "Jangan bersikap kasar pada kakakmu."

"Ma, Rafael mengganggu temanku."

"Mengganggu?" Rafael tersenyum sinis sembari menepis tangan Joshua. "Tanya saja pada Queen, apa tujuan utamanya datang ke sini?"

"Queen ingin bermain piano, bukan bertemu denganmu!"

"Joshua! Rafael! Berhenti berdebat!" Elma mengetukkan ujung jari ke atas meja.

Rafael tersenyum sinis. "Oke. Kursi di sini terlalu panas, itulah kenapa aku tidak suka duduk di sini." Pria itu beranjak dari tempat duduknya, lantas menunduk dan berbisik di telinga Queen. "Aku akan mengirim pesan di ponselmu. Kita buat janji temu, besok malam tepat pukul tujuh."

"Queen, jawab aku dengan jujur. Kau mengenal kakakku?" tanya Joshua sepeninggal Rafael.

"Dia ... pelanggan tetap toko kueku sejak tiga tahun yang lalu."

"Jika dia mendekatimu, kau harus menjauhinya. Dia memiliki maksud tersembunyi."

"Oke." Queen mengangguk.

Seharusnya Queen mendengarkan kata-kata Joshua. Tetapi kenyataannya, dia seperti anak kecil yang semakin dilarang akan semakin merasa penasaran. Tidak peduli meski ia mulai melewati zona berbahaya, ia hanya ingin rasa penasarannya tertuntaskan.

Bahkan, saat Queen berada di halaman rumah megah keluarga Alexander, ia menyempatkan diri untuk menatap balkon kamar. Di sana, nampak Rafael tengah berdiri untuk mengawasi Queen. Jarak di antara mereka cukup jauh, tetapi entah kenapa tubuh Queen memanas begitu saja. Tatapan tajam Rafael seolah telah menelanjangi tubuhnya.

TrappedDonde viven las historias. Descúbrelo ahora