"Kau baru saja menangis, Sayang? Ada masalah?" Maura menghapus sisa cairan bening di sudut mata Queen.

"Tidak apa-apa, Ma. Hanya kelilipan."

"Mana ada kelillipan sampai hidung memerah begitu."

"Aku baik-baik saja, Ma. Serius."

"Sayang, dua puluh dua tahun Mama mengenalmu. Mana mungkin kau bisa membohongi Mama." Maura terpaku pada kedua tangan Queen yang diletakkan di belakang punggung. "Apa yang kau sembunyikan?"

"Bukan apa-apa, Ma. Ini hanya—"

"Queen!" Dengan gesit Maura merebut benda dari genggaman putrinya. Seketika, raut wajahnya berubah saat melihat benda pipih di tangannya. "Apa ini, Queen?"

"Maaf, Ma."

"Katakan ini bukan milikmu! Ini punya Nara, 'kan? Atau punya temanmu yang lain?" Maura mencecar Queen, putus asa.

Sementara itu, Queen hanya menunduk, cairan bening mengalir deras hingga membentuk titik-titik serupa hujan yang mendarat di lantai. Ia kehabisan kata-kata.

"Siapa laki-laki itu, Queen?" Nada suara Maura meninggi. "Laki-laki mana yang berani menyentuh putri kecilku?"

"Maaf, Ma. Aku yang salah karena tidak mendengarkan kata-kata Mama." Tubuh Queen merosot ke lantai, bersimpuh sembari bersujud di kaki ibunya.

"Kenapa, Queen? Kenapa? Apa putri kecilku sudah berubah menjadi dewasa dan merasa tidak perlu mendengar kata-kata Mama lagi, hah? Atau putri kecilku merasa bosan dikekang dan menginginkan kebebasan? Atau Mama yang tidak becus mendidikmu sehingga kau bertindak di luar batas?" Suara Maura semakin gemetar, berucap lirih, "Aku telah gagal menjadi seorang ibu."

"Aku yang salah, Ma! Queen yang salah karena mengabaikan pesan Mama."

"Katakan siapa lelaki itu!"

"Aku mohon, Ma. Biarkan aku yang menanggung semua ini. Jangan libatkan orang lain, Ma. Aku yang salah, aku yang salah."

Queen semakin tergugu, sementara Maura melepaskan cekalan tangan Queen dari kakinya. "Kenapa kau melakukan ini? Mama kecewa padamu!"

Usai mengucapkan kalimatnya Maura meninggalkan putrinya. Queen berusaha mengejar Maura sembari tidak berhenti mengucapkan kata maaf. Akan tetapi, Maura mengabaikannya. Lebih memilih masuk ke kamar dan mengurung diri di sana.

"Mama, buka pintunya! Aku minta maaf, Ma!" Queen menggedor pintu.

"Siapa lelaki itu?" teriak Maura dari balik pintu.

"Aku tidak bisa mengatakannya, Ma. Aku ingin melupakannya. Tolong beri kesempatan padaku untuk memperbaiki semua. Dan kalau Mama malu atas bayi ini, aku tidak keberatan jika harus pergi dari sini untuk menyelematkan nama baik Mama. Tapi aku mohon, maafkan aku, Ma!"

Tak lama, pintu terbuka. Maura menghambur memeluk putrinya, menangis tersedu. "Mama menyayangimu, Nak. Kau tidak boleh begini, lelaki itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya."

"Tidak, Ma. Aku tidak bisa mengatakannya."

***

Plaaak!

Maura mendaratkan tangannya di wajah Joshua. Ya, malam itu ia nekat mendatangi rumah megah keluarga Alexander untuk menemui putra kedua mereka. Queen tidak mau mengatakan siapa ayah dari bayi di dalam kandungannya. Namun, Maura hanya bisa menebak jika lelaki itu adalah Joshua, satu-satunya lelaki yang akrab dengan Queen.

"Jangan karena kau putra orang kaya, bukan berarti kau bisa memperlakukan putriku semaumu!" ucap Maura dengan nada tinggi, wajahnya memerah dengan sorot mata tajam penuh emosi.

TrappedWhere stories live. Discover now