PART 3

15 4 2
                                    

Bisa dikatakan saat itu adalah salah satu momen paling menegangkan dan menyengsarakan dalam hidup Hera. Ia merasa seperti sedang berada dalam persidangan atas sebuah tindak kriminal yang tidak dilakukannya.

Duduk berhadap-hadapan dengan gadis itu dan hanya dipisahkan oleh sebuah meja kayu persegi dalam ruang rapat, Mr. Jeremy Kim menghela nafas berkali-kali dengan wajah berat. Hera menjadi semakin gugup dibuatnya, tapi gadis itu hanya bisa pasrah menanti sampai Mr. Jeremy membuka kembali percakapan di antara mereka selain "Good afternoon, Ms. Hera dan silahkan duduk" yang diucapkannya sekitar tiga menit lalu.

Mr. Jeremy Kim, laki-laki itu sudah tinggal lebih dari tujuh tahun di Indonesia. Dia berkulit kecoklatan karena terlalu sering main golf (olahraga paling favorit para atasan level atas di kantornya dan mereka sering bermain bersama klien dengan jabatan tinggi pula). Mr. Jeremy agak botak dan umurnya sekitar akhir 40 tahunan dengan perawakan sedang, selain itu ia tampak sehat karena selalu menjaga pola makan dan pergi berolahraga.

Akhirnya setelah keheningan canggung yang lumayan lama, Mr. Jeremy pun menatap Hera lalu angkat bicara.

"Ms. Hera," kata Mr. Jeremy Kim yang memiliki aksen sama dengan Ms. Chantale, wajah pria itu masih dibuat tetap tampak bersalah dan menyesal. "Saya tahu kau sudah bekerja more than three years di perusahaan ini. But I'm really sorry dan sayang sekali, our head office di Korea sana harus decided to cut some of our employees karena company condition saat ini sedang tidak bagus. Now ekonomi global memburuk dimulai dari pecahnya market war antara beberapa negara, dan..."

Mr. Jeremy menatap Hera lekat-lekat, berdeham sekali, lalu melanjutkan kalimatnya kembali.

"... di semua cabang kita, memang akan cut beberapa orang. Our branch offices in America, China, Vietnam, India, also Indonesia, all ya... And you know, in our head office already three Korean people yang harus berhenti. Untuk saya sendiri, Direktur Utama cabang Indonesia, tentu masih belum tahu keputusan seperti apa yang akan saya terima nanti, ya walaupun saya yakin prestasi bisnis hebat yang saya punya selama ini would not risk my position now, saya merasa tak akan ada yang bisa or mampu menggantikan saya. But, tetap saja saya tak boleh santai. Haaah... sangat pusing sekali. Headache."

Tenggorokan Hera terasa kering sehingga ia menelan ludah sekali. Gadis itu sekarang yakin benar bahwa ia memang akan menjadi salah satu karyawan yang dipecat hari itu, sementara di satu sisi Hera merasa agak sebal akan tingkat kepercayaan diri Mr. Jeremy dalam situasi mereka sekarang. Sungguh menggelikan membangga-banggakan diri sendiri di depan seorang karyawan yang terancam menjadi 'mantan' karyawan sebentar lagi.

"Hera-ya..." Mr. Jeremy melanjutkan, kali ini tanpa menyertakan embel-embel 'Miss'.

"Yes, Sir ?"

"Saya... mau bantu kamu."

Hera tiba-tiba mengernyit, wajahnya tampak bingung, seakan-akan ia salah dengar kata 'bantu' yang keluar dari mulut Mr. Jeremy.

"Maaf, maksudnya, Sir...?"

"Ya, saya akan bantu kamu." ulang Mr. Jeremy. "Hmm... Actually our HRD division decided kau akan di cut hari ini based on lama kerja, tapi setelah saya lihat prestasimu dicatatan ini sangat bagus, like you give your all to our company walaupun baru kerja tiga tahun lebih, saya rasa kami akan sangat kehilangan sekali jika kami melepaskanmu just like that. So... Suddenly, saya punya penawaran kecil untukmu."

Mr. Jeremy lalu memasang sebuah senyuman dan menatap Hera dengan penuh rasa percaya diri. Entah kenapa gadis itu malah langsung mempunyai firasat tidak enak.


Hera VS Unexpected EventsWo Geschichten leben. Entdecke jetzt