14

11K 1.1K 54
                                    

14

Drake memacu mobilnya di jalan tol balikpapan menuju samarinda.

Pikirannya dipenuhi pada kenangan panasnya percintaan dengan Valencia tadi malam. Jeritan ketika Valencia mencapai puncak, atau rintihan dan desahannya, bermain dengan liar di benaknya.

Drake tahu tak seharusnya ia memikir ulang kejadian itu. Namun sayangnya ia tak mampu mengontrol pikirannya. Bayangan itu terus dan terus berputar di benaknya, menggodanya mengulangi percintaannya mereka lagi dan lagi. belum pernah drake merasa sesenang itu ketika melihat pasangannya mencapai puncak.

Drake tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk mengantisipasi emosinya saat ini, jadi ia memilih ke samarinda untuk menghindari Valencia. Bilang saja ia pengecut, Drake tak peduli.

Kebenciannya pada valencia tak boleh meluntur. Sedikit pun tidak boleh. Wanita itu telah merenggut adik semata wayangnya.

"Kau harus melihat dengan mata terbuka, Drake. Kecelakaan itu bukan salahnya. Tak adil kau menyalahkannya."

Kalimat gabriel beberapa waktu lalu bergema di benak Drake. Ia mencengkeram setir dengan kuat dan mengertakkan gigi.

Tidak. Memang tidak adil menyalahkan valencia, tapi bagaimana pun wanita itulah yang membuat Drake kehilangan patricia.

"Aku yakin Valencia sama kehilangannya denganmu. Kita semua tahu betapa dia menyayangi adikmu. Tak pantas kau menimbun kesalahan di bahunya dan membuatnya semakin terpuruk dalam jurang rasa bersalah."

Kalimat sebastian berputar di benaknya.

"Sial! Sial!" maki drake kuat sambil memukul kemudi.

***

Valencia duduk di balik meja makan dan menatap teh manisnya yang mulai mendingin. Dua hari sudah Drake tidak pulang. Valencia khawatir. Ke mana perginya Drake? Apa yang terjadi padanya?

Ketika Valencia menghubungi ponsel pria itu, panggilannya tersambung tapi tak direspons.

Valencia menatap ponselnya, berharap memiliki nompor ponsel sebastian atau gabriel. Sayangnya ia tak punya.

Tak sanggup menanggung cemas lebih lama lagi, Valencia pikir ia harus mendatangi gabriel atau sebastian.

***

Drake memandang air sungai mahakam yang berkilau keperakan diterpa sinar matahari terik pukul dua siang.

Dua hari sudah ia berada di kota samarinda untuk menghindari Valencia, dan selama itu, wanita itu tak pernah pergi sedetik pun dari benaknya. Apalagi pesan dan panggilan dari wanita itu silih berganti menghiasi layar ponselnya.

Ponselnya yang berdering membuat Drake mengertak rahang. Pasti Valencia lagi. Apakah ia perlu mencaci maki wanita itu agar berhenti mengganggunya?

Ketika melihat ponselnya dan mendapati nama sebastian tertera di sana, kening Drake berkerut.

"Ya, Seb?"

"Kau di mana, Kawan?"

"Samarinda."

"Sudah berapa hari kau di sana?"

"Dua. Kenapa?"

"Oh, tadi aku melihat istrimu bermesraan dengan pria lain di sebuah kafe."

Drake spontan mengumpat. Dadanya seketika panas terbakar amarah. "Dasar betina jalang. Baru dua hari aku pergi, dia sudah berani menduakanku."

"Atau sebenarnya diam-diam dia sudah lama menyelingkuhimu, Bung. Kau selalu menyiksanya, bukan?"

Drake mengertakkan gigi hingga bergemeletuk. "Dia pantas mendapat siksaan dan hukuman. Lihat saja, saat aku pulang nanti, dia akan mendapat siksaan lebih berat karena berani menduakanku."

Lalu suara kekehan sebastian terdengar.

Drake semakin marah. "Kau senang istriku selingkuh, Seb? Sahabat macam apa kau ini?!"

Alih-alih berhenti, kekehan sebastian menguat.

Drake semakin gusar.

"Aku bercanda," kata sebatsian saat kekehannya memelan lalu berhenti.

"Apa?"

"Tentang yang kukatakan."

Drake memijit kepalanya. "Tentang apa, seb? Kau mengatakan banyak hal dari tadi."

"Dari tadi aku mengatakan tentang Valencia. Aku bercanda mengatakan melihatnya bersama pria lain."

Drake mengumpat. "Dasar bangsat! Apa maksudmu memfitnahnya seperti itu?"

"Hanya ingin memprovokasimu. Ternyata kau kebakaran janggut juga jika istri yang tak kaucintai itu mendua."

"Bedebah!"

Sebastian tertawa. "Valencia mengkhawatirkanmu."

"Apa?"

"Dari tadi kau terus bertanya apa dan apa. Apakah kau telah berubah menjadi idiot?"

Gabriel dingin dan datar, sementara sebastian ceria dan hangat. Meski bersahabat dengan keduanya sejak di bangku SMA, sejujurnya selama ini Drake lebih senang mengobrol dengan sebastian. Gabriel membuatnya selalu kehabisan kata dengan sifat pendiamnya. Akan tetapi, saat ini, drake jauh lebih menyukai gabriel. Setidaknya sahabatnya yang satu itu tak akan mempermainkannya seperti ini.

"Pulanglah, Valencia mengkhawatirkanmu, Bajingan. Atau setidaknya, kabari dia."

"Dari mana kau tahu dia mengkhawatirkanku, seb? Kau ke rumahku?" Bayangan sebastian berduaan dengan valencia di rumahnya ketika ia tak ada di sana, bermain di benak Drake. Rasa panas di dadanya menggelora.

Sebastian tertawa "Dia datang ke kantorku, untuk menanyai keberadaanmu."

Drake terdiam. Ada debar menabuh dadanya.

"Kalau aku berada di posisi dia, Drake, sudah lama aku pergi. Tak ada gunanya bertahan di sisi pria berengsek sepertimu."

Drake mendengkus kesal. "Aku pun tak sudi menjadikanmu pasanganku, seb, orientasi seksualitasku belum berubah."

Sebastian tertawa. Tanpa berkata-kata lagi, Drake memutuskan panggilan.

Lima menit kemudian, mobilnya sudah melaju di jalan raya menuju tol samarinda-balikpapan.

***

Vote and komen yang banyak kawan2
Biar author semangat updatee
Thankssss

Evathink
Ig : evathink

Valencia and Her Devil HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang