3

12.2K 1K 26
                                    

3

Sambil memejamkan mata, Valencia bangkit dan berjalan meraba-raba ke bak cuci piring, lalu mencuci muka. Matanya perih terkena kuah gulai, sementara mukanya terasa pedas. Ia beruntung kuahnya tidak panas. Meski begitu, dada valencia sakit. Ia tidak menyangka Drake akan bersikap sekasar ini. Mungkin ini salah satu cara drake menyiksanya karena telah membuat pria itu kehilangan adik semata wayang.

Valencia menghela napas panjang. Tak apa-apa. Ia akan berusaha bertahan menghadapi siksaan pria itu. Jika dengan menyiksanya akan mengurangi kesedihan drake, maka valencia rela.

***

Drake menyesap bir dalam-dalam. Sebastian yang duduk di sofa di sebelah kirinya, tampak sibuk dengan ponsel, yang Drake duga membalas pesan dari sang kekasih. Sementara gabriel, tampak menyesap bir.

Saat ini ketiganya sedang berada di rumah mewah sebastian, markas mereka berkumpul.

"Bagaimana kabar istrimu?" suara sebastian memecah keheningan. Pria itu meletak ponselnya ke atas meja.

Drake menyeringai sinis. "Dia tak pantas disebut istri. Kalian pun tahu, aku menikahinya untuk menahannya pergi agar bisa menyiksanya."

Gabriel dan sebastian memandang drake tak setuju.

Lalu gabriel menyela, "Kau harus melihat dengan mata terbuka, Drake. Kecalakaan itu bukan salahnya."

Wajah drake memuram diingatkan pada rasa kehilangan sang adik semata wayang. "Tapi karena dia, Pat mati."

"Aku yakin Valencia sama kehilangannya denganmu. Kita semua tahu betapa dia menyayangi adikmu. Tak pantas kau menimbun kesalahan di bahunya dan membuatnya semakin terpuruk dalam jurang rasa bersalah," imbuh sebastian.

Drake mengembus napas kasar. "Aku tak ingin membahas wanita jahanam itu lagi."

Gabriel dan sebastian saling pandang. Sebastian memberi kode agar mereka menutup mulut, tidak membahas lebih lanjut lagi.

Untuk beberapa saat keheningan mengisi ruang duduk yang ada di lantai dua tersebut. Angin berembus masuk melalui pintu balkon dan jendela yang terbuka.

Drake melirik arloji di tangannya. Baru pukul sepuluh malam, tapi suasana hati untuk menghabiskan malam lebih lama dengan dua sahabatnya, sudah menguap.

"Aku pulang dulu," kata Drake sembari berdiri.

"Hei, ini baru pukul sepuluh, Bung," cegah sebastian.

"Aku mengantuk," yang sepenuhnya bohong. Drake sama sekali tidak mengantuk. Hanya saja ia butuh sendiri. Suasana hatinya yang setiap saat buruk sejak kepergian patricia, kini kian parah.

Tanpa berkata-kata lagi, drake berlalu. Sebatsian dan gabriel hanya bisa menatap tanpa kata.

Drake bersyukur ia baru minum satu dua teguk alkhohol. Menyetir dalam kondisi mabuk sama saja mengundang petaka.

***

Valencia baru saja membaringkan tubuh di ranjang ketika mendengar suara mobil memasuki halaman. Ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh lewat dua puluh lima menit.

Kening Valencia berkerut. Dalam hati ia bertanya-tanya apa yang membuat Drake pulang cepat malam ini.

Sepekan mereka menikah, Drake selalu pergi setiap malam. Biasanya baru akan pulang pada tengah malam.

Pintu kamar terdengar terbuka. Valencia cepat-cepat memejam dan sebisa mungkin menteraturkan napas seolah sudah tidur.

Terdengar suara pintu yang tertutup, lalu derap langkah kaki memasuki kamar. Meski memejam, valencia dapat merasakan lampu kamar yang temaram kini telah berganti terang benderang.

Derap itu berhenti. Valencia menggigit bibir, bersyukur posisinya membelakangi Drake. Di dalam hati ia bertanya-tanya kenapa Drake berhenti di tengah kamar.

***

evathink

ig / youtube : evathink

Valencia and Her Devil HusbandWhere stories live. Discover now