Oh, perasaan apa ini? Apakah batasan yang pernah Queen ciptakan untuk semua lelaki, kini memudar begitu saja? Queen membiarkan Rafael dengan bebas menyentak dirinya ke dalam rengkuhan tangan-tangan kekar itu? Atau justru Queen sendiri yang berlari menyambut lelaki dan menghambur ke dada bidang pria itu?

***

Queen merutuk dalam hati, berulang kali bergerak karena merasa tidak nyaman di tempat duduknya. Malam yang dijanjikan Rafael, di sebuah restoran bintang lima. Oke, terlalu cepat jika perasaan ini disebut sebagai cinta. Akan tetapi, bagaimanapun juga Queen adalah seorang wanita normal, ada saatnya ia tergoda oleh mulut manis lelaki.

Dan kali ini, Queen telah kalah. Ia tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Duduk di depan Rafael, persis seperti sepasang kekasih. Yang disesalkan, Queen terlalu bodoh karena menuruti kata-kata Nara. Sebelum Rafael datang menjemput ke toko kue, Nara dengan sigap menjelma sebagai seorang penata rias. Memoleskan make up ke wajah Queen, dan meminjamkan U shaped dress warna biru yang memperlihatkan belahan dadanya.

Nara begitu antusias merias Queen. Katanya, ini adalah kencan pertama Queen, karena itu harus dibuat special agar tidak mengecewakan. Dan tentunya akan memberikan kenangan manis bagi mereka. Nara merasa bahagia, karena akhirnya Queen bisa membuka hati untuk lelaki.

"Ini makan malam kita yang kedua. Aku harap kau tidak akan meninjuku lagi seperti waktu itu." Rafael membuka pembicaraan.

"Eh ... saya minta maaf soal itu." Queen menggigit bibir bawahnya. Jantungnya berdetak semakin kencang. Ah, menyebalkan, bagaimana mungkin ia berubah menjadi gadis lemah? Di mana Queen yang biasanya tidak pernah terpengaruh oleh lelaki manapun?

"Santai saja, aku sudah terbiasa berkelahi dengan Joshua. Pukulanmu sama sekali tidak terasa."

"Kenapa Anda sering bertengkar dengan Joshua?"

"Suatu saat nanti kau akan tahu."

"Karena wanita?"

"Lebih tepatnya lagi, dia tidak pantas hadir di keluargaku."

"Eh?"

"Terdengar kejam, bukan? Sudahlah, aku tidak suka membicarakan orang lain saat sedang berkencan dengan seorang gadis."

"Baiklah."

"Kau ingin makan apa?" Rafael menyodorkan buku menu. "Setelah ini, kita turun ke lantai dansa."

***

Alunan musik lembut mengiringi langkah teratur para pasangan dansa. Mereka bergerak mengikuti irama, ke kanan, ke kiri, dan berputar. Romantis. Detik waktu seolah berputar sangat cepat, hingga rasanya tidak rela jika harus mengakhiri kemesraan mereka.

Rafael menarik tubuh Queen agar semakin merapat. Meletakkan sebelah tangan Queen di pundak lebarnya, lantas sebelah tangannya ia genggam dengan lembut. Tidak lupa, Rafael menyentuh pinggang gadis itu, dan mulai bergerak mengikuti irama musik.

"Kau pernah berdansa sebelum ini?" tanya Rafael.

"Ya, dengan Joshua, saat malam wisuda."

Sial! Rafael mengumpat dalam hati, bukan karena mengetahui fakta yang baru saja diucapkan Queen, melainkan karena tidak tahan bertatapan dengan Queen yang kini mendongak padanya. Mata cokelat yang bersinar lembut, bibir setengah terbuka yang begitu menantang, lalu leher jenjang yang sepertinya akan terasa nikmat jika Rafael memberikan gigitan kecil di sana.

 Mata cokelat yang bersinar lembut, bibir setengah terbuka yang begitu menantang, lalu leher jenjang yang sepertinya akan terasa nikmat jika Rafael memberikan gigitan kecil di sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Oh, aku cemburu." Rafael menunduk dan membisikkan itu tepat di telinga Queen.

Refleks, gadis itu menegang, jemari yang ia letakkan di pundak Rafael mencengkeram erat. Sementara napasnya mulai tidak beraturan. Argh! Rafael semakin tidak tahan melihat wajah seindah pualam itu merona.

"Anda pasti sudah sering berdansa dengan para gadis."

"Sering? Tidak juga, aku tidak terlalu suka berdekatan dengan seorang gadis, kecuali dia gadis yang istimewa."

"Kalimat itu pasti selalu Anda ucapkan pada semua gadis."

"Kau pasti sedang berpikir bahwa aku lelaki brengsek yang sering bergonta-ganti pasangan."

"Itu yang saya pikirkan sejak saya pertama kali bertemu Anda."

"Aku berani bersumpah, Queen. Aku bukan type lelaki yang mau dengan mudah menyeret seorang wanita ke atas ranjang."

"Tolong jangan berbicara soal ranjang," sela Queen.

Rafael terkekeh pelan. "Oh, oke. Tidak masalah. Sepertinya kau sangat sensitive untuk masalah ini."

"Saya ... belum pernah tidur dengan lelaki."

"Dan sekarang kau penasaran tentang itu?"

Queen menggeleng cepat, wajahnya semakin memerah dan berkali-kali menggigiti bibir bawahnya. Gadis itu jelas sedang gelisah.

"Tidak masalah, Queen. Kau sudah dewasa dan berhak tahu tentang itu."

"Saya hanya akan melakukannya ketika sudah menikah."

"Jika penasaran, kau boleh bertanya apa pun padaku."

"Eh?" Mata Queen melebar.

"Aku hanya bercanda, Queen. Tenang saja, aku menghargai prinsipmu."

Rafael tersenyum menenangkan, meyakinkan jika semuanya akan baik-baik saja. Membuat Queen beranggapan bahwa Rafael tidak akan berbuat macam-macam padanya. Dan tentu saja, kelinci polos seperti Queen sangat mudah untuk dikelabui.

Rafael hanya perlu mencari cara untuk membawa Queen ke kamar hotel. Dengan cara halus tentunya. Untuk saat ini, ia tidak bisa melakukan apa pun kecuali sebatas berdansa. Meski sudah sejak tadi Rafael mati-matian menahan hasratnya.

Astaga, Rafael tidak menyangka sebelumnya. Penampilan Queen malam ini begitu berbeda. Dengan sapuan make up natural, itu justru semakin membuat kecantikan di wajah Queen memancar di antara redupnya lampu di lantai dansa.

Sesuatu di bawah sana sudah memberontak ingin dibebaskan. Bagaimanapun caranya, malam ini Rafael harus mendapatkan Queen. Terlepas dari gairah yang semakin membakar tubuhnya, ia juga ingin membuat Joshua mengerti arti sebuah rasa sakit. Joshua harus menebus rasa sakit yang pernah dirasakan oleh ibu kandung Rafael.

Suatu hari di masa lampau, saat Rafael kecil harus menangis di sisi tubuh ibunya yang terbujur kaku. Hari terburuk yang tidak bisa Rafael lupakan, meski belasan tahun telah berlalu.

***

To be Continued
30-08-2020

TrappedWhere stories live. Discover now