The Brokenhearted

791 12 0
                                    

Ian menaiki tangga kos Vira dengan setengah berlari. Hari ini sudah total satu bulan dia tidak bertemu Vira, sejak terakhir Vira mencari wifi di cafenya. Vira tidak menghubungi Ian sama sekali, maupun mampir ke cafenya hanya untuk sekedar ngopi. Kesabaran Ian sudah habis, dan dia harus menengok Vira, memastikan Vira baik-baik saja, atau setidaknya Vira masih ingat dengan dirinya.

"Vira,,!!" Ian mengetuk pintu kamar Vira dengan sedikit berteriak.

Tidak ada jawaban apapun dari dalam kamar, tapi Ian sangat yakin Vira mendengar panggilannya. Ian mengetuk semakin keras dan dia mendengar langkah kaki lunglai mendekat ke arah pintu.

"Vira, bukain pintunya dong,, aku tahu kamu didalam, jangan bilang kamu ngambek lagi ya" ucap Ian ketus.

Hanya hening di dalam kamar, dan Ian terdiam menunggu Vira menjawab panggilannya. Ian menunduk menempelkan dahinya ke pintu kayu di hadapannya. Tiba-tiba pintu terbuka pelan, dan dia melihat wajah Vira yang lusuh menyembul keluar dari balik pintu. Ian tahu, wajah lusuh Vira pasti ada hubungannya dengan bule Finder yang mengajak dia liburan ke Bali waktu itu.

Vira membukakan pintu kamar dan membiarkan Ian masuk. Dengan langkah lunglai dia duduk di sofa di samping jendela kamar. Tidak ada keinginan sama sekali untuk menyapa Ian seperti biasa. Otak dan pikirannya melayang-layang seperti orang mabuk, tapi dia masih tersadar. Sementara Ian duduk di sebelahnya, bersandar disofa dan menatap Vira bingung.

"Kamu kenapa? tanya Ian pelan.

" Mau cerita?" lanjut Ian lagi.

Vira terdiam tak menjawab, dan mengalihkan pandangannya yang kosong kearah jendela, menatap langit biru yang sedikit berawan.

"Kamu bukan Vira yang kukenal. Vira yang kukenal, biasanya bawel, ceria, dan hobi marah-marah" Ian mencoba meledek Vira,tapi sepertinya tidak cukup membuat Vira tersenyum. Vira diam terpaku tanpa suara.

"Eh, kapan terakhir kamu dansa?" tanya Ian lagi, berharap Vira mau merespon pertanyaannya.

"Kamu inget nggak, pertama kali kita kenal di lantai dansa? Pertama kali aku lihat kamu, aku pikir kamu bisa aku jadiin target kencan, diluar perempuan-perempuan Tinder. Kamu yang jutek, dansa pecicilan nggak karuan, masih tomboy, dan follower yang payah" Ian melirik Vira dari balik bantal kecil di pelukannya. Sekilas Ian melihat Vira tersenyum kecil, walaupun tanpa suara. Sesaat Ian merasa Vira sudah mulai merespon perkataannya. Dan mungkin ini saat yang tepat untuk menyadarkan Vira dari "ketidakwarasannnya" karena bule kampret itu, pikirnya.

"Kakak Vira, dansa yuuuuuuk, kita udah lama nggak dansa bareng lhooo" Ian menirukan suara seperti anak kecil, sambil dipeluknya lengan Vira manja.

Ian mengintip dari balik lengan Vira, mencari tahu apakah Vira merespon perkataannya, atau masih dalam mode on "bengong". Dan ternyata Vira melirik ke arah Ian, dan Ian pun bersemangat. Dilemparnya bantal kecil di tangannya ke lantai.

"Ayo buruan ganti baju!! Jangan sampe aku yang gantiin baju kamu ya! Mau aku pilihin baju?! Apa kamu mau cari sendiri?" Ian mendekatkan wajahnya ke wajah Vira sambil melotot.

"Sendiri aja" jawab Vira masih dengan nada lemas.

Ian menahan diri untuk tidak kesal. Baginya, bersabar diri menghibur teman sama sekali tidak ada dalam kamus hidupnya. Tapi Vira bukan teman biasa baginya. Vira bukan sekedar teman, meskipun dia juga tidak mau menyebut Vira sebagai sahabat. Ian bukan tipe pria yang percaya dengan istilah persahabatan. Vira adalah teman yang penting. Lebih baik melihat Vira marah dan bawel, daripada melihat Vira bersedih seperti zombie musim kemarau.

Ian memberikan helm cokelat ke Vira dan menyalakan motor Harley hitam kesayangannya. Rasanya sudah sangat lama Ian tidak pernah mengajak Vira keliling kota dengan motornya. Dulu, hampir 4 kali dalam seminggu Ian mengantar Vira dari cafe ke kosnya. Terkadang mereka nongkrong di restoran pizza kesukaan Vira. Ian kembali dongkol karena dia baru sadar, Vira berubah sejak bertemu bule itu. Tidak ada lagi nongkrong bareng, tidak ada lagi makan pizza bareng, bahkan mampir ke cafe pun dia jarang.

Tidak seperti biasanya, malam itu Ian mengajak Vira ke studio tempat dia dulu biasa berlatih, bersama mantan partner dansanya. Ian sengaja menyewa studio khusus untuknya dan Vira, agar Vira bisa lebih bebas berdansa. Ian menggandeng tangan Vira sementara Vira hanya terdiam. Penjaga studio memberikan kunci studio pada Ian dan berpamitan pulang, karena jam buka studio memang hanya sampai jam 9 malam. Ian dan Vira melakukan pemanasan selama 10 menit, lalu Ian mulai memutar lagu kizomba di playlistnya. Lagu Kizomba pertama yang Vira kenal adalah "I'm Sorry" dari Twenty Fingers.

Ian terbilang sebagai dance leader yang baik. Ian tidak pernah egois, berdansa sesuai keinginan dan kemampuan dia, tetapi dia selalu menyesuaikan level dansa si follower, meskipun kemampuan dansa Ian sendiri sudah cukup advanced. Saat Ian mulai berdansa, dia bisa melihat bahwa Vira tidak fokus dengan musik dan dia tidak bisa mengikuti ritme dansa dengan baik. Selama satu menit Vira berusaha untuk fokus dengan musik dan gerakan Ian, tapi Vira menyerah. Dia berhenti mengikuti gerakan Ian, melepaskan genggaman tangannya dari tangan Ian, dan tiba-tiba tangisnya pecah. Virapun duduk terpuruk di lantai. Ingatan tentang Louis kembali membuatnya sakit.

Ian duduk di lantai, berhadapan dengan Vira. Dia merasa bingung harus berbuat apa, dan Ianpun hanya bisa tertunduk diam. Vira yang masih terus menangis, membuat Ian semakin bingung, dan diapun akhirnya memeluk Vira. Setelah beberapa menit tangisan Vira pun mereda. Ian melepaskan pelukannya, dan berjalan ke arah pantry untuk mengambil segelas air. Ian memberikan segelas air itu ke Vira, lalu kembali duduk di samping Vira.

"Kamu mau cerita sama aku, apa yang udah terjadi?" tanya Ian pelan, sambil menyandarkan diri ke tembok.

Vira masih tertunduk, dan hanya bisa terdiam. Dia merasa sangat malu pada Ian. Bahkan tidak hanya malu, dia merasa kalah dari Ian. Semua perkataan Ian benar, dan Vira merasa dirinya terlalu bodoh, setelah semua kebohongan Louis terbongkar.

"Apa dia menyentuh kamu?" tanya Ian sedikit berhati-hati.

Mata Vira berkaca-kaca, dan tangisnya kembali pecah. Tangisan kali ini membuat Ian merasa bersalah. Seharusnya dia tidak menanyakan hal itu. Ian memeluk Vira dan mencoba menenangkannya.

"Dia orang pertama yang menyentuhku. Dia udah ambil semuanya dari aku" jawab Vira terbata.

Dada Ian terasa sakit mendengar perkataan Vira, entah kenapa. Ada rasa marah dan rasa tidak terima. Teman yang selama ini selalu mendampinginya, menjadi tempat keluh kesahnya, kini menjadi korban pria brengsek, yang mungkin sama brengseknya seperti dirinya. Tapi dadanya sungguh sakit, lebih dari sekedar marah, dan dia tidak bisa menjelaskan perasaan itu. Ataukah dia sedang cemburu? Ian berusaha menenangkan perasaannya, seharusnya saat ini dia menenangkan Vira, bukannya malah memikirkan ego dan amarahnya sendiri.

"Kamu tahu, hidup kamu tidak akan hancur hanya karena seseorang pernah menyakiti kamu. Justru kamu akan semakin kuat" Ian berusaha menenangkan Vira, meskipun hatinya sendiri sedang bergemuruh karena rasa sakit.

"Dia bohong sama aku, dia udah nikah dan punya 2 anak" lanjut Vira.

Hati Ian bertambah sakit. Tiba-tiba kepalanya seperti mau meledak. Kenapa teman yang paling dekat dengannya, justru menjadi korban seorang pria brengsek seperti bule itu? Apa ini karma? Ian menyakiti banyak perempuan, dan temannya sendiri disakiti oleh orang lain? Dipeluknya Vira erat. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaan sedihnya terhadap Vira, dan rasa marahnya kepada Louis.

"Vira, udah lah, kamu lupain dia. Apapun yang udah terjadi, nggak akan bisa dirubah. Anggap aja, semua ini pelajaran kehidupan. Jangan terpuruk hanya gara-gara pria brengsek seperti dia"

Vira terdiam dan memeluk Ian. Dia tidak tahu lagi harus berkata apa. Hatinya hancur mengenang Louis. Dia bahkan tidak yakin apakah dia sanggup melanjutkan kehidupannya setelah apa yang dia lewati.

"Kamu masih punya aku, Vira" tambah Ian.

Vira memeluk Ian semakin erat, dan tangisnya kembali pecah. Diantara rasa malu, sedih, marah dan hancur di hatinya, dia merasa tenang, ada Ian di sisinya. Ian yang membuat Vira selalu tersenyum di lantai dansa. Ian bodoh yang selalu mengejar-ngejar perempuan dan mempermainkan perasaan mereka. Ian yang rese dan menyebalkan, tapi penyayang. 

THE FINDERWhere stories live. Discover now