The Wound

1.3K 18 1
                                    


Ian menghirup aroma kopi hitam di cangkirnya, sambil termenung menatap jalanan kota dari balik jendela. Hari senin yang panas dan membosankan, ditambah sepinya pengunjung hari itu, membuat Ian semakin tidak berselera membuka cafenya. Tiga karyawan yang dia pekerjakan, hanya bisa duduk di pojok bar tempat mesin kopi diletakkan.

Ian mengambil handphone disakunya, dan membuka instagram dengan akun palsunya, tanpa follower, tanpa following. Pada dasarnya dia bukan penggila social media, dia sengaja membuat akun palsu hanya untuk melihat satu akun di instagram. Mila, seorang social dancer yang memutuskan untuk menjadi penari profesional.

Senyum mengembang dibibir Ian ketika dia membuka satu video terbaru milik Mila, yang baru diposting beberapa hari lalu. Tidak ada yang berubah dari Mila sejak dua tahun terakhir dia melihatnya. Mila yang cantik, anggun, seperti ratu di lantai dansa. Senyum Ian menghilang saat dia melihat seorang pria berbadan besar, terlihat seperti pria berkulit hitam, datang mendekat ke arah Mila, dan mulai berdansa dengannya. Ian berusaha menahan diri dan perasaannya melihat video di handphonenya, tapi dia kalah. Ian berniat sign out dari instagram, sebelum dia dikagetkan dengan kepala Vira yang tiba-tiba mendekat ke arah handphone.

"Siapa tuh? Astagaaaa,,, masih stalking IG-nya Mila? Sakit kamu ya?" ucap Vira sambil melirik ke arah Ian.

Ian mematikan internet di handphonenya dan memasukkan handphonenya ke saku jaketnya dikursi. Sedikit malu dan panik, karena dia tahu setelah itu Vira pasti akan mem-bullynya dan menasehatinya seperti nenek-nenek.

"Kamu masih patah hati gara-gara Mila? Ya ampun,,, kaya drama Korea deh! Sedih banget!" tanya Vira sedikit mengintimidasi.

Ian mulai punya firasat, nasehat nenek-nenek itu akan segera dimulai. Satu, dua, tiga!

"Kamu tuh ya, tiap hari gonta ganti cewek dari Finder, tapi masih aja cengeng kepikiran Mila. Heran! Kok bisa sih, kamu mendewakan satu cewek, sementara puluhan cewek lain kamu perlakukan kaya sampah?" ucap Vira sewot.

Ian terdiam dan menghirup aroma kopi hitamnya, pura-pura tidak mendengar ocehan Vira. Sementara Vira mengoceh panjang lebar, dia berimajinasi melihat Vira bicara dengan adegan slow motion. Ian menatap wajah Vira yang terlihat kesal, lalu Ian memperhatikan bibir Vira yang komat-kamit tidak karuan. Imajinasi slow motion itu semakin menjadi dan Ian tidak bisa menahan tawa. Segera diletakkan kopi hitamnya di meja, lalu Ian berdiri mendekat ke arah Vira yang sedari tadi tidak mau duduk didepan kursi Ian. Ian memeluk Vira sambil tertawa, sementara Vira masih kesal karena dia tahu tidak ada satupun kata-katanya yang masuk ketelinga Ian.

"Kamu kenapa nggak coba jalan sama satu cewek aja, tapi yang serius? Jangan bikin orang sedih deh, masa dua tahun putus masih aja belum bisa move on? Apa gunanya tuh cewek-cewek Finder? Eh mau kopi dong, biasaaa" Vira mulai berhenti mengoceh saat dia sadar tujuan utamanya datang ke cafe, adalah Hazelnut Cappuccino.

Ian melirik kesal ke arah Vira, tapi tidak bisa menolak permintaannya. Pandangan Ian beralih ke koper hijau disamping kursi Vira, saat dia berjalan ke arah mesin kopi.

"Kamu mau kemana? Tumben kesini bawa koper" tanya Ian sambil mengambil cangkir medium untuk kopi Vira.

"Hehehe,,, coba tebak!" ucap Vira kegirangan.

"Kamu tahu aku nggak suka tebak-tebakan" jawab Ian dingin.

"Hmmmmmmm,,," Vira menggumam kesal.

"So?" tanya Ian lagi sambil menaruh kopi Hazelnut Cappucino di cangkir medium.

"Kamu tahu kan aku sama Louis udah jadian?" Vira mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya.

"Oya? Sejak kapan?" tanya Ian terkejut. Setahu Ian, baru sekitar dua minggu yang lalu Vira berkencan di restoran mahal yang dia lupa namanya.

"Sejak terakhir kalian kencan di restoran mahal itu? tanya Ian memastikan, dengan ekspresi masih belum percaya. Hazelnut Cappuccino Vira diletakkannya didepan meja Vira.

"Yap, kita jadian hari itu" Vira mengalihkan pandangannya ke kopi dihadapannya saat Ian menatapnya keheranan.

"Trus? Apa hubungannya sama koper?" tanya Ian dengan wajah mulai nyinyir.

"Dia ajak aku liburan ke Bali. Heheheh" Vira tersenyum dan sadar, Ian akan mulai menyerangnya dengan pendapat kelelakiannya.

"Baru dua minggu jadian udah ke Bali? Pengin ngajak bobo bareng aja jauh amat pake ke Bali" balas Ian nyinyir.

"Eh, mau bobo bareng kek, mau bobo sendiri kek, bukan urusan kamu tau nggak! Kita udah pernah bahas ini ya!" Vira mulai sewot.

"Iya Bu, siap!" Ian langsung teringat dua minggu lalu dia dan Vira baru berbaikan. Ian memberikan kode "kunci mulut" ke Vira, dan Virapun diam.

"Jadi kamu kesini cuma mau pamer liburan, trus minta kopi gratis? Gitu?" lanjut Ian.

"Ya nggak pamer sih, cuma pengin mampir minta kopi, hehehe" Vira menghabiskan tegukan terakhir kopi Hazelnut Cappuccinonya.

Handphone Vira berbunyi, dan sepertinya si penelpon meminta Vira keluar dari cafe. Vira bergegas mengambil kopernya dan berpamitan keluar.

"Bye Ian!" ucap Vira sambil melambaikan tangan.

"Bye,, enjoy!" balas Ian sambil menatap Vira berjalan menjauh keluar dari cafe.

Sesaat Ian merasa ada sesuatu yang hilang saat dia melihat Vira berjalan keluar. Ian tahu, kehadiran Louis akan membuat dia kehilangan sahabat baiknya selama ini. Vira yang selalu memberinya tawa dengan tingkahnya yang konyol. Vira, satu-satunya orang yang sangat mengenal Ian selama ini. Vira yang selalu ada untuk mendengarkan omong kosongnya. Sembari menatap Vira masuk kedalam sebuah mobil, Ian tersenyum pahit. 

THE FINDERWhere stories live. Discover now