S e b e l a s

538 40 9
                                    

Hai guys. . . Lama juga ya ga nyapa 😅 apa kabar kalian semua? Semoga baik dan selalu. Makasih buat semua reader yang sudah berkenan membaca projects pertama TheShouq sampai sejauh ini, tanpa kalian apa jadinya aku dudududu 🎶🎶
Maaf banget lagi sibuk banget, sibuk ga ngapa-ngapain sampek bingung mau ngapain saking sibuknya. Semoga bisa segera melanjutkan story "Mahabbah Rindu" dan kembali memenuhi notif kalian semua.

•••

Gus Farras POV

Dalam dunia fanaku, hanya ada 4 wanita yang aku sangat berterimakasih padanya.
Nenekku, yang telah melahirkan malaikat setangguh ibuk.
Ibukku, yang rela bertaruh nyawa untukku.
Ibumu, perantara pertemuanku denganmu.
Juga kamu, yang telah bersedia ada meski tau aku tak sempurna.

Aku sangat dekat dengan Ibuk, meski hampir semua kakak-kakakku bilang Ibuk galak. Kurasa lebih ke tegas. Beda dengan Bapak yang terkesan pemaksa. Ibuk adalah manusia blasteran malaikat yang tak kenal lelah dan keluh kesah. Ibuk adalah panutanku dalam menemukan pendamping hidupku---semoga itu kamu. Kanabi Hafiyya. Satu-satunya wanita yang kupercaya sebagai tempat berbagi cerita suka maupun duka. Bahkan perihal keluarga, aku segan berbagi cerita padanya pula. Perihal mimpi-mimpi, bahkan harapan-harapanku dimasa depan. Yang aku tak yakin hanya apakah perasaanku akan bersambut atau tidak.

Aku pernah mengungkapkan rasaku untuknya dulu. Sewaktu acara reuni angkatan Tsanawiyah, disebuah taman yang cukup indah. Tapi bukan Kana jika menanggapinya dengan serius. Tahu jawabannya ketika aku meminta menjadi seseorang yang berarti lebih dalam hidupnya? Dia menjawab, sahabat? Tabi'in? Kemudian ia tutup dengan tawa renyah khasnya. Dia bahkan bisa tertawa disaat hatiku dalam puncak gelora. Mungkin dia ingin kami tetap seperti ini. Tidak lebih, tidak kurang. Mungkin juga aku yang terlampau menginginkannya hingga aku begitu takut kehilangannya, sama seperti aku takut kehilangan Ibuk dan Mbak Zumi. Yah, walaupun sekarang Ibuk menjadi antara ada dan tiada, bahkan hangatnya tak lagi mampu kurasa. Tetapi doanya masih menjadi kekuatanku untuk bisa berdiri sampai saat ini.

Semenjak kejadian itu,

Flashback on...

"Alhamdulillah ya buk, Farras wes rampung hafalan Alfiyahe" Bapak nampak begitu sumringah bercengkrama dengan Ibuk.

"Iyo Pak, Alhamdulillah. 2 tahun meneh boyong tah Pak'e?" Ibuk antusias menanggapi cerita Bapak.

"Nggeh mboten to buk, ditambah minimal pengabdian 2 tahun maleh" sahutku kemudian.

"Ya Allah le, Ibuk ki wes kesepian neng ngomah. Bapakmu sibuk ngurus santri mbe jamaah thoriqoh, mbak-mbakmu wes melu bojone kabeh" Ibuk merajuk. "Aziz juga sedelo meneh rabi le". Sambung Ibuk yang otomatis membuat kedua mataku membola menatap tajam Mas Aziz yang duduk didepanku persis.

Mas Aziz menunduk dan cengengesan sendiri. Ah, akhirnya setelah patah hati lamanya, dia mau melangkah lagi. Andai saja dulu Bapak tidak menjodohkan Mbak Mi dengan Mas Zaki, pasti Mas Aziz sudah resmi menjadi bagian dalam keluarga kami. Bapak ini memang terlalu mementingkan nashab dalam memilih mantu. Mbak Mi juga terlampau takdhim, sampai-sampai rela mengalah dan mengikuti titah Bapak.

Sore ini, seperti hari-hari biasanya. Sudah menjadi tradisi keluarga jika waktu ba'da ashar begini adalah Quality Time, kegiatan santri-santri juga sengaja dikosongkan untuk istirahat. Kami akan berkumpul di ruang tengah yang hanya berisi sofa-sofa kayu yang ditata disudut ruangan sebelah kiri, sedangkan diujung ruangan sebelah kanan hanya digelar karpet motif tebal untuk keperluan wali santri sowan Bapak dan Ibuk.

TheShouq : (Mahabbah Rindu)Where stories live. Discover now