D u a p u l u h

511 29 8
                                    

Farras benar-benar telah kehilangan Kana, kenyataan membuatnya teramat kecewa, hatinya hancur lebur tak bersisa. Sebagai seseorang yang pernah membersamai Kana dalam prosesnya, ia bahagia melihat Kana bahagia. Meski seharusnya ia yang menjadi alasan Kana menangis haru setelah kalimat qobiltu berhasil diucapkan dalam satu tarikan napas, meski sejujurnya ia belum bisa merelakan Kana untuk seseorang yang bukan dirinya. Ia tetap bahagia.

Terlalu banyak hal yang tidak bisa ia tebak. Banyak hal sulit yang telah ia lewati, ia kehilangan ibunya, lalu tak butuh waktu lama untuknya kehilangan Kana seutuhnya. Barangkali benar apa kata pepatah 'semua hanya titipan' dan ini adalah waktu yang tepat baginya untuk mengikhlaskan segala titipan itu kepada pemiliknya. Perasaannya hanyalah perasaan yang tumbuh sebagai tempat singgah, bukan sungguh.

"Mbak Alma, saya pulang dulu. Nanti biar Mas Aziz yang jemput njenengan."

"Njeh gus."

Farras meninggalkan acara pernikahan Kana sebelum sesi foto bersama kedua mempelai. Ia tidak mampu terluka lebih dalam lagi. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia sudah tidak lagi punya ruang istimewa di hati Kana.

"Bagiku, kamu tetaplah Kana yang dahulu ku kenal. Seseorang yang masih begitu kucintai dan kurindukan. Kalaupun nanti aku pergi jauh, itu hanya upayaku menenangkan diriku. Bahwa seseorang yang dahulu kubiarkan berjuang sendiri, kini gagal kumiliki." Batin Farras berkecamuk dalam sepi.

🥀🥀🥀

Apa yang lebih indah dan menyenangkan, dari dua cangkir kopi, percakapan ringan yang sederhana dan dua hati yang saling terkoneksi?

Ternyata menjadi seorang imam untuk Kana bukan sekadar halusinasi Ilyas semata. Kalau boleh jujur, Ilyas masih takut kalau-kalau semua nikmat yang sedang ia rasakan saat ini hanya sebuah mimpi.

Lamunan Ilyas buyar ketika Kana tiba-tiba sudah duduk mengisi kursi kosong disampingnya, ia membawa nampan berisi dua cangkir kopi dan gorengan khas Wonosobo tempe kemul.

"Diunjuk Mas,"

"N-n-njeh." Jawab Ilyas yang masih setengah melamun. Ini nyata, Kana benar-benar ada dihadapannya sekarang. Mereka berdua sedang duduk berdampingan didepan beranda rumah Kana yang sejuk.

"Sios keliling Wonosobo? Mangke lek sampun siap-siap mandi njeh, biar Kulo siapkan air hangatnya." Kana membuka topik dihari pertama mereka menjadi pasangan suami istri.

"Ah mas nggak meh mandi, kan udah mandi tadi sebelum shalat subuh. Disini dingin, mas bisa masuk angin kalau mok suruh mandi terus hehehe."

Ilyas dan Kana saling beradu pandang dengan pandangan kikuk sekaligus menahan tawa. Pipi Kana merah padam. Ilyas memang sering melempar kata-kata ambigu untuk menggoda Kana. Tapi setelah menyadari kata-katanya ia pun malu. Keduanya salah tingkah.

Kana sibuk membenahi irama jantungnya yang tak beraturan, sementara Ilyas menyeruput kopi buatan istrinya untuk mengalihkan ke-kikukannya.

Ilyas benar-benar mencintai Kana. Bahkan jauh sebelum mereka bertemu. Ilyas yang terlebih dahulu memendam perasaan itu, ia diam-diam memperhatikan Kana melalui sosial media. Barangkali saat itu Kana tidak tahu bahwa dibelahan dunia yang lain, ada seseorang yang selalu mendoakan kebahagiaan untuknya. Seseorang yang bahkan selalu mencari tahu makna tersirat dalam setiap tulisan yang diunggahnya. Itu karena Kana tidak pernah mengungkapkan perasaannya secara gamblang. Ia hanya akan mewakilkan perasaannya melalui aksara yang ditulisnya.

Chegaste ao fim dos capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Oct 30, 2023 ⏰

Adiciona esta história à tua Biblioteca para receberes notificações de novos capítulos!

TheShouq : (Mahabbah Rindu)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora