E m p a t

964 63 3
                                    

Happy iqro' guys ⁦❤️⁩

_____________

Jika memang memendam rasa kepadamu begitu menyakitkan, tapi mengapa hatiku enggan berhenti sampai detik ini.

Kanabi Hafiyya

•••

Author POV

Hawa dingin pagi membangunkannya menelusup celah jendela. Menjamah seluruh tubuhnya tanpa ampun. Memaksanya terusik. Memintanya menyapa Sang Surya. Matanya perlahan terbuka, meregangkan sendi-sendi nya yang terasa kaku. Ia tak mengingat apapun yang membuat tubuhnya selelah itu.

"Tok tok tok..."
"Sampun wungu gus?" (Sudah bangun gus?)

"Ehhmm..."
"Masuk saja mas!" Titahnya kemudian

Pintu kamarnya berderit, perlahan terbuka. Menampakkan sesosok makhluk yang 2 minggu terakhir ini terus-menerus mengkhawatirkan keadaanya.

"Sarapan rumiyin gus, bapak sampun nenggo teng njawi." (Sarapan dulu gus, bapak sudah nunggu diluar.)

"Mas aziz, badanku kok pegel semua ya rasanya, kemarin aku ngapain aja sih?" Farras mengerutkan keningnya pertanda bingung.

"Njenengan kan ndereki (mengikuti) bapak tindakan teng Temanggung gus, nopo tak telponke pak sami'an kersane diurut?" (Apa tak telponin pak Sami'an biar diurut?" Aziz berusaha menata air mukanya agar tidak terlalu menunjukkan kecemasannya.

"Nggak usah mas, nanti juga mari dewe (sembuh sendiri.)" Tolak Farras halus.
"Nggo mas sarapan sendamel." (Ayuk mas, sarapan sekalian.)

Farras dan Aziz segera menuju ruang makan menyusul Yai Muayyad yang sedari tadi sudah menunggu.

"Sampun wau pak? Ngapunten Farras ba'da subuh tilem malih." (Sudah dari tadi pak? Maaf, Farras setelah subuh tidur lagi.)

"Wis mendingan awakmu le?" (Sudah mendingan badanmu nak?) Yai Muayyad menatap Farras cemas.

2 minggu telah berlalu semenjak hidup putra bungsunya dihantui halusinasi-halusinasi yang berhasil merajai alam bawah sadarnya. Yai Muayyad sedikit cemas atas penekanannya terhadap putra bungsunya itu. Namun ia sendiri tak tahu mengapa ia menjadi sedemikian kalapnya saat itu. Ia menyesal.

Author POV end

•••

Kana POV

Semilir angin berembus menerpa paksa wajahku yang tak tirus. Menelusup relung batinku yang tandus. Menggelitik jiwaku yang kian kurus.

Huffftt...

Apa yang diucapkan Alma beberapa waktu silam membuat gejolak hatiku kian memanas. Gejolak rinduku makin mengepul mendobrak pintu langit teratas.

"Farras..."
"Manusia tengil itu sungguhkah tidak waras?" Aku bertanya-tanya pada udara yang kuhirup sendiri.

2520 hari, Tuhan mengenalkanya.
1980 hari, aku dibuatnya jatuh hati tiap hari,
43.200 jam, kuputuskan mengaguminya dalam diam.

Flashback on...

Degup jantungku tak beraturan, wajahku sebegini merah padam. Kenapa makhluk ini masih saja menggodaku dan justru malah berbisik ditelingaku?

TheShouq : (Mahabbah Rindu)Where stories live. Discover now