Scene O9 Asking For

1.2K 139 17
                                    

"I want to be anywhere but here
no one believes me.
they think I should snap out of it"

-Zoya

Kepalaku pusing.

Tetapi aku merasa sangat rileks sampai kedua tangan dan kakiku lemah. Tubuhku terasa begitu ringan. Beberapa suara yang akrab di telinga terdengar berulang kali. Sampai aku mengira ini mimpi, kemudian menyadari—oh, ini nyata.

Itu suara Dera.

Belaian tadi juga pasti tangan Dera. Aku mulai merasakan berada di tempat familier-—kamar tidurku. Tapi sama sekali tak ada keinginanku membuka mata.

Suara dialog terasa seperti bagian dari mimpi, saat suara khas yang kukenal sebagai milik Sevy itu menyebut namaku berulang kali.

"Dia udah harus dijadwalin kontrol, Der. Bentar lagi udah mulai syuting."

"Iya."

Mendadak, suara-suara itu hilang. Berganti dengan alunan musik. Sepertinya aku juga perlahan mulai full menangkap keadaan sekitar saat kesadaranku kembali. Aku berusaha mengingat apa yang terjadi.

Seseorang duduk di pinggir tempat tidurku. Terasa sebuah tangan kembali membelai rambutku. Aroma musky ini juga kukenal, parfum Dera.

Aku merasa aman setiap dia berada di dekatku.

Kemudian, dia terdengar mendesah dan bergerak tergesa-gesa. Dia mau pulang kah? Jangan dulu ...

Kutahan tangannya cepat-cepat.

Jangan ke mana-mana.

"Don't leave."

"Cho..."

"Kamu gak mau ditinggalin kan? Yaudah ada caranya." Dera mendekatkan wajahnya hingga mata kami sejajar.

"Marry me?"

EH.

Apa?

Dia bilang apa?

"You propose to me?" tanyaku dengan suara lemah.

Dera melirik ke kiri sebelum mengangguk. Matanya membulat.

"On my bed?" tanyaku lagi.

"Udahlah kamu pasti nggak mau jawab. Pertanyaan dibales pertanyaan. Harusnya tinggal bilang aja iya atau nggak. Ngulur-ngulur terus," protesnya kemudian. Dia merebahkan badannya di sebelahku dan menatap langit-langit dengan raut kecewa.

Spontan aku tersenyum melihat tingkahnya. Kuulurkan tangan untuk menyentuh rambutnya. Tapi dia malah menarik bantal dan menutupi wajah.

Dera amat gigih. Dia terus mengajukan pertanyaan itu. But why?

Cerita itu pun kembali terputar. Cerita-cerita yang pernah kudengar tentang gagalnya pernikahan orang di sekitarku. Bahkan kedua orangtuaku aja nggak bisa menyelamatkan pernikahannya. Jadi apa jaminan bahwa aku dan Dera nanti bisa?

Aku memang butuh pria ini di sampingku. Tapi ...

Tahukah Dera bahwa married bukan jawaban dan jalan keluar. Tahukah dia bahwa aku tidak siap. Bahkan mungkin tidak akan pernah siap? Gimana kalau nanti aku malah bikin masalah baru?

Kami berdiam selama beberapa waktu. Kupandangi Dera yang masih menutupi wajahnya.

"Kamu nggak engap apa begitu?" kataku membuka suara.

Dia tidak merespons.

"Tau nggak, hari ini color buku mood aku merah lagi, nggak biru. Tapi gapapa, soalnya aku udah punya biru yang lain. Samudera Biru," kataku menggodanya berharap dia tersenyum.

Thespian ; Hendery ✓Where stories live. Discover now