Scene 26 Crisscross

1K 137 14
                                    

All I ever waited for
I always waited in vain
Nothing I desired
Was meant to be in the end
Is there something wrong with me?

—Zoya




Sepertinya aku merasakan perbedaan dalam diri. Entah apa—I can't tell what. Beberapa menit lalu aku terbangun dari mimpi buruk dengan keringat membanjiri sekujur tubuh.

Sempat kaget, aku tersadar kembali ke dunia nyata. Pandanganku mengedar memperhatikan tiap inci kamar penginapan ini dan mencari keberadaan Wiona. Rupanya aku ketiduran selesai aktivitas. Kulihat jam menunjukkan pukul sebelas. Oh, ini bahkan belum lewat tengah malam.

Ponselku bergetar di atas ranjang. Dera menelepon.

"Kamu lagi ngapain, Zoy? Kok nggak ngabarin aku kalo udah selesai?"

Aku mengembuskan napas sambil mengusap wajah. Salah mulu aku deh.

"Tidur. Kata kamu aku nggak boleh nelepon, harus nunggu kamu yang hubungin duluan," sahutku sarkas. Dera aneh banget belakangan ini.

Dia cuma tertawa. "Masih marah ya, maaf ya? Maksudku kabarin via chat aja. Aku kan ngiranya kamu masih take."

"Der."

"Hmm...?"

"Aku mimpi serem," kataku berusaha menjelaskan, sambil mengingat deretan visual aneh yang muncul di kepalaku tadi.

"Kamu kecapekan kali. Belum makan malam ya?"

Terkesan kurang atentif seperti biasa, Dera mengalihkan bahasan dan menceritakan hal lain. Empat hari lagi dia pulang. Dia sempat heran kenapa aku nggak antusias mendengarnya. Kubilang, aku senang dia pulang. Tapi hari ini sepertinya moodku sedang kurang baik. Panggilan itu kemudian diakhirinya tak lama berselang, dia mengatakan mau keluar sama Tian. Aku cuma mengiyakan.

Pikiranku ternyata masih belum tenang. Kuraih buku journaling yang sudah beberapa hari tidak kuiisi dan mulai mencorat-coret. Beberapa saat kemudian, pintu kamarku diketuk. Aku bangkit membukanya.

"Hey!"

Sosok Lucas berdiri di depan, dan tanpa ragu langsung menyelip masuk lalu menutup pintu seolah bersembunyi dari seseorang. Aku memandanginya heran. Dia menempelkan telinganya menguping ke balik pintu. Kudengar Ichal berteriak mencarinya.

"Cas!"

Lucas menengok ke arahku dan memberi kode diam. Setelah suara Ichal menjauh, baru dia terlihat bernapas lega memegangi dadanya.

"Males banget gue disuruh-suruh ..."

Dia bertutur apa aku nggak mengerti dan nggak mau tahu sih. Aku cuma memandanginya dengan buku journaling di tanganku. Buku ini menarik perhatiannya. "Apa tuh?"

Aku cuma menunjukkan covernya. Pandangan mata Lucas lalu berkeliling memperhatikan seluruh kamarku.

"Udah kan? Sana keluar," suruhku.

"Lo nggak mau ikut? Ke gazebo yuk."

Beberapa hari terakhir aku memang sering mengobrol dengannya sepanjang malam di gazebo. Aku menggeleng lemah. Dia lanjut memperhatikan wajahku saksama dan menyentuh dahiku. "Lo sakit?" Dan kubalas gelengan lagi.

Thespian ; Hendery ✓Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum