Scene O3 Interlace

1.4K 172 17
                                    


"Kegelisahan itu
Adalah napas yang tak bisa dilepaskan
Bagai detik yang tak berhenti berdetak
Di kepalaku"

—Zoya, sepi di keramaian




"Kok bengong, Yang?"

Ekspresi iseng dan aneh orang di depanku ini membuatku agak membelalakkan mata.

Rasanya beneran mau aku tabok.

"Becandaa! Jangan melotot dong hehe," kata Lucas kemudian.

Melihatnya tertawa usil, aku menghela napas. "Usaha yang bagus, Luke, sekarang kembali reading," tegasku cuek sambil melewatinya.

Baru kenal aja udah sokap.

"Lo belom jawab pertanyaan gue tadi. Ayo dong sharing," permintaan itu diucapkan si Jangkung sambil berjalan mengikutiku ke ruang rapat.

"Iya, iya sebentar."

Tepat saat mau kembali duduk dan meraih script, sosok perempuan berambut pendek mengenakan rompi denim menghampiri kami.

"Gaes, habis ini fitting bentar ya?" ujar Joan, asisten sutradara itu pada kami.

"Siap, thanks, Darling," Lucas menyahut. Joan merespons dengan mencibirkan bibirnya sebelum lanjut berjalan ala gaya slengekannya.

Darling, darling, apa sih? Flirty juga ini orang ya?

"Gimana, gimana?" Lucas kembali fokus menatapku.

Ini aku udah kayak mau ngasih materi kuliah. Kugaruk pelipis sebelum bicara. "Emm, kita samain persepsi dulu. Menurut gue, yang lo maksud itu tadi caranya bukan sekadar pake manggil sayang sayang darling darling kayak lo barusan," tegasku, sedikit menyindirnya.

Lucas tampak tertawa kecil. "Oh, okay, Ma'am."

Aku sedikit memicing menghadapi pria ini. Lancar sekali ngomongnya dari tadi bikin kaget.

"Gini, Luke. Gue nggak tahu sih, mungkin cara lo begitu untuk sinetron. Kalo gue sama pemeran Arkan sebelumnya sempat temenan bahkan sahabatan lama, kenal masing-masing dengan baik, jadi komunikasinya natural, so—"

"Yaudah, kalo gitu kita sahabatan." Lucas mengulurkan tangan mau menjabat. Selama beberapa detik aku tertegun, kemudian cuma bisa kujawab dengan senyum hambar.

"Kita baru kenal ... It takes time."

"Gapapa. Kita harus total kan di sini? Gue akan ngelakuin apa aja deh biar bisa maksimal," ucapnya sungguh-sungguh.

Sahabatan...

Pikiranku memutar kapan terakhir kali ada orang yang mengajakku berteman. Selama ini aku membatasi orang-orang hanya dalam lingkup 'kenalan', bukan 'teman', apalagi langsung 'sahabat'.

"Ayo, temenan dulu. Temenan, ya?" Melihat ekspresi datarku, dia menegaskan kata-katanya. Tangannya digoyangkan seolah memaksa berjabatan.

Berteman ... nggak mudah bagiku. Aku bahkan gak punya teman di sekolah.

Akhirnya aku menyambutnya tanpa bicara.

"Oke! Terus apa lagi? Latihan pengucapan dialog udah," kata Lucas sekarang.

Dia heran melihatku yang menggeleng pelan. "Belum cukup. Lo denger kata Johnny tadi kan?" Aku memastikan.

"Then I'll call you everyday!"

Thespian ; Hendery ✓Where stories live. Discover now