part 15

3K 271 17
                                    

Maira terus melangkahkan kakinya yang entah kemana tujuannya sekarang. Ia hanya ingin pergi. Pergi jauh dari tempat pernah memberikan ketenangan dan kedamaian di hatinya.

Angin berhembus kencang meniup-niup ujung jilbab yang dikenakan Maira. Ia menghela nafasnya. tubuhnya terduduk di tanah bersandar di sebuah pohon tinggi besar. Mata itu perlahan meredup lalu isakkan kecil terdengar. Maira menangis dalam diamnya.

Di mana ia akan tidur sekarang? Tak mungkin jika ia kembali ke pesantren dan tak mungkin juga ia kembali pulang ke rumah yang ada Wira disana.

"Ayah, ibu, Maira takut," gumam Maira pelan.

Tubuh itu gemetar. Tangisnya semakin terdengar begitu lirih. Ia memeluk lututnya lalu wajahnya menunduk.

Sebulan lebih tanpa kabar. Apa kabar ibu dan ayah? Apa mereka baik-baik saja? Apa mereka hawatir juga padanya?

"Ayah, kenapa ayah merahasiakan semua ini dari Maira, ayah tau, di sini Maira yang terancam, di sini Maira yang ketakutan." Suaranya nampak parau. Tangisnya kembali merambas pelan di pipi putihnya.

Maira mengangkat wajahnya ke atas. tak terasa awan hitam telah mengantung dilangit malam ini. Rintik hujan mulai turun lalu menerpa wajah Maira pelan.

Harus dimana Maira meneduh sekarang?

Maira perlahan menyeka air matanya, ia berusaha berdiri dan melanjutkan langkahnya menyusuri jalanan. Hujan semakin menderas. Maira meneduh dibawah halte dengan pakaian sudah terlanjur basah kuyup.

Malam semakin larut, hujan semakin menderas. Maira memeluk tubuhnya sendiri. Hawa dingin menusuk tulang sungguh membuatnya sangat tidak tahan lagi.

Maira tidak tau dimana dirinya sekarang. Jalanan didepannya mulai menyepi bahkan tak ada mobil yang melintas sama sekali. Entah jam berapa sekarang.

Sungguh, Maira ingin pulang.

Faza.

Nama itu kembali terlintas dipikiran Maira. Bagaimana keadaanya sekarang? Apa ia sekarang sedang mencari dirinya? Apa ia hawatir ketika tau dirinya sudah tidak ada disana?

Maira kembali menangis. Hanya Faza yang membuatnya selalu merasa aman dan merasa tenang. Berharap Faza menolongnya dari kedinginan malam ini, Tapi tidak mungkin dan tidak akan pernah. Ia tidak mau ada Faza dihidupnya lagi, ia tidak ingin menyusahkannya karena ada dirinya dihidupnya.

***

Faza menghembuskan nafas panjangnya. Kehawatiran akan Maira terus menghantuinya. Apa Maira baik-baik saja?

"Maira, kamu dimana?" gumam Faza.

Wajah itu menunduk matanya mulai memejam. Sudah hampir berjam-jam Faza mencari Maira mengelilingi setiap jalan kota. Tapi tetap saja sampai pukul menunjukkan 9 malam pun wanita yang dicarinya tak kunjung di temukan.

Hujan turun menderas dan angin berhembus begitu kencang malam ini membuat Faza semakin gelisah dengan keadaan Maira yang Entah dimana sekarang.

Saat Faza benar-benar merasa lelah. Saat ia merasa sudah putus asa. Setelah hampir seharian mencarinya, mata itu tak sengaja menangkap seorang wanita terduduk memeluk tubuhnya dihalte jalan. Wanita itu kedinginan.

"Maira?"

Dengan segara Faza menuruni mobilnya berlari menghampirinya. Tepat saat Faza memanggil nama Maira. Wajah itu terangkat.

Faza menatap tak percaya, ia benar-benar sudah menemukan Maira, tapi lain dengan yang di rasa Maira, ia terkejut ketika lelaki yang sedang dipikirkannya berada tepat di depannya sekarang.

Maira berdiri melangkah mundur. Ia menggeleng pelan.

"Kak Faza?" ucap Maira.

"Aku sudah mencarimu kemana-mana, Maira, Kenapa kamu pergi, huh?"

"Aku harus pergi dan tidak seharusnya aku ada di sana, aku hanya bisa menyusahkanmu dan semua orang."

"Siapa yang bilang kamu menyusahkanku, Maira?" ucap Faza memelan. Maira terdiam ia menunduk lalu menangis lagi.

"Kamu tidak pernah menyusahkanku, dan kenapa kamu harus pergi, Maira, kamu tau aku sangat gelisah saat kamu tidak ada, aku takut jika kamu kenapa-napa," ucap Faza.

Maira menatap Faza begitu lirih. "Kenapa? Kenapa kak Faza merasa takut kehilanganku? Kenapa kakak tidak ingin aku kenapa-napa?"

Faza terdiam sekarang. Ia mengalihkan pandangannya kearah lain. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan Maira.

"Kenapa kak? Kenapa hanya diam? Aku bukan siapa-siapa dihidupmu dan aku hanya bisa menyusahkanmu, sudah cukup kak Faza bantu aku dan sekarang biar aku yang mengurusi semua masalahku ini, dan kak Faza tidak perlu mencariku lagi!" Maira terus terisak.

Langkah Maira berlari membiarkan tubuhnya kembali terguyur hujan. Menjauh dari Faza yang hanya diam masih beradu dengan pikirannya.

"Maira!" ucap Faza tinggi berusaha mengalahkan deras hujan. Langkah Maira terhenti. "Aku tidak tau dengan apa yang aku rasa sekarang, aku hanya tidak mau kehilanganmu dan aku tidak ingin kamu Kenapa-napa, Maira!"

"Aku tidak tau apa aku mulai mencintaimu atau apa, tapi aku mohon, Maira, tetaplah dipesantren. Sampai semua baik-baik saja maka aku tidak akan pernah mencegahmu lagi jika kamu mau pergi, Maira."

Maira yang masih membelakanginya mendengar begitu jelas ucapan Faza walau disekitarnya hujan turun semakin lebat.

Maira senyum tipis. Tapi tubuh itu perlahan melemah lalu terjatuh diatas aspal jalanan. Maira terpejam tak sadarkan diri.

"Maira!"










***
Jangan segan kasih saran. Beritahu ya klo adasalah kata/typo dalam cerita :)

Bidadariku, Almaira[Open PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang