part 13

2.7K 273 5
                                    

Mobil Faza terparkir di depan halaman rumahnya. Maira dengan cepat membuka pintu untuk Faza. Nampak dengan langkah lemah Faza mulai berjalan sesekali meringis dibagian rahang dan juga perutnya.

Maira hanya bisa mengikutinya dari belakang. Menatap lelaki itu begitu sendu. Maira menunduk menahan tangisnya yang kapan saja akan turun kembali. Ia pun menghela nafasnya memperhatikan setiap langkah Faza dihadapannya.

Kenapa kamu sangat baik, kak Faza? Mau menolongku, menjagaku, bahkan kakak rela terluka agar aku tetap baik-baik saja. Kenapa kak?

Apa kakak tau? Perlakuan ini berlebihan, aku takut hati ini menyikapinya dengan perasaan yang semakin menumbuh lalu mencintaimu, aku tidak mau itu terjadi, kak.

Jika nanti aku benar-benar tidak bisa mencegah rasa ini yang terus mendalam lalu aku mencintaimu, apa wanita sepertiku pantas, kak Faza? Mencintai dirimu yang begitu sempurna untukku?

Jangan pernah terjadi, karena aku sadar, aku bukanlah yang terbaik untukmu. Jauh dari kata wanita shalihah, aku tidak akan pantas.

Faza menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Maira duduk di sofa lainnya. Mata itu terpejam dengan nafas masih tersengal. Keringat mengucur di pelipisnya. Luka lebam dirahangnya nampak jelas. Darah diujung bibirnya pun mengalir pelan.

Melihat semua luka itu Maira kembali menangis membuat Faza yang terpejam menghela nafas panjangnya.

"Maira ... Sudah berapa kali aku bilang, jangan pernah menangis, aku baik-baik saja," ucap Faza pelan tetap terpejam menahan sakit.

Tak lama Umi dan Aira datang bersamaan dengan Aulia yang menghampiri tak kalah gelisah.

Aulia yang mengetahui itu dengan cepat mengambil segelas air hangat dan juga kotak P3k untuk mengobati luka berdarah diujung bibir Faza.

"Apa yang terjadi? Kenapa mas penuh dengan luka? Siapa yang melakukan ini?" Tanya aulia, matanya beralih menatap Maira. "Maira, kenapa mas Faza terluka?" Kehawatiran nampak dari sorot matanya. Mata itu nampak berair.

"Wira, kami tak sengaja bertemu dengannya disana," jelas Maira.

"Wira?" Maira mengangguk.

"Dia ingin membawaku pergi, tapi kak Faza berusaha menghalanginya dan ...." Maira menunduk menggigit bawah bibirnya. Tubuhnya kembali bergetar.

"Maafkan aku aulia, maafkan aku umi, Aira, aku yang menyebabkan kak Faza terluka seperti ini—akhh ...." belum selesai Maira melanjutkan katanya. Maira meringis.

Tiba-tiba tubuh itu melemah Maira jatuh tak sadarkan diri.

"Maira!" Faza yang menyadari itu ingin berniat membantunya tapi tubuhnya tak sanggup untuk berdiri. Ia meringis kembali.

"Faza, tetap istirahatkan tubuhmu, biar Aulia dan Aira yang membantunya untuk menidurkan Maira dikamar Aira," ucap Umi, Faza mengangguk.

Setelah mereka tidurkan Maira dikamar Aira, Faza menceritakan semua yang terjadi pada umi. Aulia dan Aira ikut mendengarkan di sofa lainnya.

Umi menghela, nampak wajah keibuannya itu menatap sendu anak lelakinya itu. Ia menghela. Mengusap kembali luka lebam dengan handuk kecil yang sudah di basahi air hangat.

"Faza, Umi takut suatu hari nanti kejadian ini malah kembali terjadi, bahkan bukan kamu saja yang terancam. Jika lelaki bernama Wira itu menemukanmu di pesantren ini takutnya maka pesantren ini akan kena masalah."

"Maksud Umi," ucap Faza pelan.

"Umi harap, Maira tidak tinggal lagi disini."

Dahi Faza mengkerut. Ia mulai mengerti arah pembicaraan Umi padanya.

"Maksud umi, Faza harus mengusir Maira dari sini?"

"Bukan mengusirnya, tapi Carikan tempat lain selain pesantren ini yang akan membuat Maira aman di sana."

"Dimana tempat yang aman maksud Umi? Pesantren ini lah tempat teraman untuk Maira, Faza bisa saja membuat rumah untuk Maira dimana saja tapi Faza tidak bisa selalu mengawasinya. Kapan saja Wira bisa menemukannya. Tetapi di pesantren ini, semua mengawasi Maira, dan aku yakin Wira tidak akan pernah menemukannya," panjang lebar Faza.

Dibalik sebuah pintu, mata Maira sudah terbuka kembali sejak tadi. Ia Menangis terisak menggigit bawah bibirnya.

Perbincangan mereka di ruang tamu begitu jelas terdengar. Maira yang masih terbaring di ranjang mencengkeram semakin kuat selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.

"Maira ... Seharusnya kamu tidak ada disini .... Kamu hanya menyusahkan orang lain, kak Faza, maafkan aku," lirih Maira terus terisak.










***
Segini aja dulu ya..
Terimakasih banyak udah mau mampir baca. Jangan lupa vote, gak susah kok, cuma teken bintang dibawah ini.

Up nya tidak menentu ya, bisa sehari sekali, dua hari sekali, bahkan bisa seminggu sekali. Seadanya kuota😂

Jangan lupa follow my account watpad.

Bidadariku, Almaira[Open PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang