#3 - Mendapat Restu

Start from the beginning
                                    

Nammon terkekeh. Sesaat kemudian dia teringat sesuatu.

"Eh, Kit ... kamu tau tidak, setelah aku cari tau tentang Singto ternyata dia itu mahasiswa sini juga. Dia jurusan ilmu komunikasi, satu angkatan diatas kita," jelas Nammon.

"Hah, serius?" Nammon mengangguk. "Kenapa diantara banyaknya kampus harus sekampus sama dia, sih?"

"Itu namanya takdir." Krist melirik tajam ke arah Nammon yang nyengir tanpa dosa padanya.

***

Krist tidak tahu, takdir seperti apa yang menimpanya. Dunianya kacau dalam sekejap setelah mengenal Singto. Pria itu menyebalkan.

Tak cukup keterkejutan yang ia terima saat ayah dan kakaknya menerima Singto, kini ia harus dibuat terkejut lagi saat Singto dengan tangan yang masih memakai arm sling berdiri di depan fakultasnya.

"Kok tau aku disini?" tanya Krist ketus.

"Tadi aku ke rumahmu. Kata Pho-mu kau masih dikampus. Aku tidak menyangka kita sekampus ternyata."

Krist hanya menggumam singkat sambil melengoskan kepalanya. Entah kenapa ia tak berani hanya sekedar menatap kedua mata pekat Singto.

"Oh, ya ... Aku kesini mau mengajakmu pulang."

"Aku bisa pulang sendiri."

"Tapi aku sudah ijin pada Pho-mu untuk mengajakmu ke rumahku."

"Hah?" Kini Krist mengalihkan atensinya pada Singto. "Mau ngapain?"

"Untuk bertemu orang tuaku," jawabnya enteng. Krist terdiam sesaat, berusaha untuk mencerna perkataan Singto barusan.

"APA?! Bertemu orang tuamu? Apa kau gila?" teriaknya.

"Ck! Tidak perlu berteriak! Sudah jangan banyak tanya, sekarang ikut aku!" Singto menarik tangan Krist yang memberontak. Mendorongnya masuk ke dalam mobil lalu disusul olehnya. "Jalan, Pak!" seru Singto pada sopirnya.

Singto belum pulih betul, tangannya masih di gips, digantung memakai arm sling. Maka dari itu ia butuh sopir untuk mengantarnya kemanapun.

Sepanjang perjalanan yang dirasakan Kriat adalah kesal ia menatap pria itu dengan bengis. Singto sudah seenaknya sendiri padanya. Lagipula untuk bertemu calon mertua, baginya ini terlalu cepat.

"Tidak perlu memandangiku seperti itu. Aku tahu aku itu tampan," celetuk Singto penuh percaya diri.

"Apa? Jangan terlalu percaya diri. Aku tidak memandangimu. Aku sedang berpikir tau!"

Krist memang memandangi Singto. Tapi, itu bukan berarti ia mengagumi ketampanan pria itu, hanya saja Krist bingung dengan tingkah lakunya yang super ajaib.

"Ck ... bohong sekali!" ucap Singto tanpa melihat ke arah Krist.

"Sebenarnya apa tujuanmu membawaku bertemu orang tuamu?" tanya Krist.

"Tentu saja untuk memperkenalkan calon istriku. Apa kau ingin aku dimarahin Ibu dan kakakku yang cerewet bukan main itu?" dengusnya.

Oh, jadi dia punya seorang kakak dan ibu.

"Tapi, apa harus secepat ini? Aku rasa ini terlalu cepat." Akhirnya Krist mengatakan unek-uneknya dengan pelan.

"Tidak. Kau 'kan sudah kalah bermain game dariku. Jadi, kau harus menuruti perintahku," ucapnya dengan nada mengejek.

Sial! Krist mengumpat dalam hati. Singto ini benar-benar makhluk paling menyebalkan di dunia yang pernah Krist kenal.

Tak berselang lma mereka sampai. Singto turun lebih dulu. Sementara Krist mengomel, mengumpat, menyunpah serapahi dulu baru menyusulnya keluar.

Game Over Love [Singto X Krist - Completed]Where stories live. Discover now