23. Ada apa dengan Leon?

Mulai dari awal
                                    

Menghibur orang lain cara termudah bagi Leon. Namun, menghibur diri sendiri itu terlalu susah.

"Wajah bisa serius, tapi hati lo beda lagi," ujar Juki pelan.

"Tapi gue salut sih sama lo, Le. Lo kuat jalani hidup sendirian, tanpa campur orang tua. Itu yang gue patut acungkan jempol. Walaupun ortu lo selalu gak ada di rumah, gue yakin suatu saat nanti lo bakal rasain gimana rasanya kumpul keluarga," lanjut Juki dengan pandangan teduhnya.

Leon jadi terharu.

"Gue yakin sih. Lo itu kuat. Jalani masalah ini juga lo masih kalem-kalem aja. Kalau gue sih, udah pasrah sama kenyataan." timpal Zian.

"Thanks! Gue bangga punya temen modelan kalian."




Setelahnya....

Leon menjalankan motornya pelan ketika memasuki area perumahan. Di pertengahan jalan, mata bulatnya itu memicing curiga ke arah tiga orang pemuda. Masing-masing pemuda itu memakai pakaian hitam dan masker yang menutup sebagian wajahnya. Satu orang lagi muncul dan menghampiri tiga orang berpakaian hitam itu.

Leon memicingkan lagi matanya untuk memperjelas penglihatannya. Matanya menangkap satu anggota dari Rosas Negras memberikan amplop yang entah berisi apa kepada satu orang yang berpakaian hitam.

Otaknya yang sangat lemot itu berpikir sekuat tenaga. Untuk apa anak itu memberi amplop? Apa ada hubungannya dengan pengkhianat di Rosas Negras? Satu jalan, dia menyalakan kamera ponselnya dan memfoto ke arah orang itu.

Leon akan berjaga-jaga terlebih dahulu. Siapa tahu, foto yang ia ambil akan menjadi bukti.

 Siapa tahu, foto yang ia ambil akan menjadi bukti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mulai besok gue kerja di kantor Papi."

Gilfa menghentikan aktifitas mencuci piringnya. Tubuhnya memutar berbalik ke arah Gara yang tengah duduk sembari menyeruput minuman kaleng.

"Dari jam?"

"Dari pulang sekolah sampai jam 10 malam. Kalau lembur palingan sampai pagi lagi pulangnya," jawabnya tak mengalihkan sedikitpun acara minumnya. "Gak papa 'kan gue kerja? Itu juga buat kebutuhan rumah, bukan buat gue doang gajinya."

Gilfa mengangguk. "Aku setuju kok. Daripada kamu main gak penting terus kelayapan sama geng kamu itu, mending kerja aja."

"Jangan bawa-bawa geng gue dong! Rosas Negras lebih gue prioritasin dari apapun."

"Termasuk aku?" tanya Gilfa.

"Iyalah. Rosas Negras sama lo beda lagi."

Gilfa mengerucutkan bibirnya. Lalu perempuan itu kembali lagi melakukan aktifitas yang sempat tertunda.

Gara menghampiri Gilfa yang membelakanginya. Lelaki itu mengangkat tangan kanannya di kepala Gilfa. Tubuhnya menegang kala merasakan elusan lembut pada rambutnya. Darahnya pun sampai berdesir hebat merasakan gejolak cinta yang bertambah-tambah. Perempuan itu hanya diam ketika Gara terus mengelus permukaan rambutnya. Mulutnya tak sedikitpun ingin mengatakan sesuatu. Terlalu tiba-tiba dan tidak baik untuk kesehatan jantung Gilfa.

GALARA [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang