19. Singa betina marah

Začít od začátku
                                    

Setelah masuk, Gilfa menaruh belanjaannya serta kotak terlebih dahulu. Lalu bangkit dan menuju kamar. Gilfa mendengus ketika mendapati Gara yang tertidur begitu pulas. Padahal jam sudah menunjukkan pukul empat sore.

"Gara bangun... udah sore ini."

"GARA!"

BRUK

Gara merintih kesakitan kala benda besar dan berat menerjang tubuhnya secara tiba-tiba. Gilfa terkikik geli melihat penderitaan Gara.

"Awasin tubuh lo!"

"Bangun kamu! Udah sore. Habis bangun langsung mandi terus ke ruang tamu ada kotak buat kamu kayaknya."

"Badan lo berat. Singkirin dulu bisa gak sih?!"

Tawanya masih ada. Gilfa pun bangkit secara perlahan. Perempuan itu bisa melihat raut kekesalan di wajah suaminya.

"Gara cepetan!"

"Lo kenapa sih, huh? Gue lagi enak tidur dan lo malah ganggu gue, dengan enaknya ya lo terjang badan gue!"

"Habisnya kalau dibangunin secara halus suka gak bangun. Ya udah pakai cara itu, dan hasilnya kamu langsung bangun."

Gara mendelik. "Awas lo!"

Tepat ketika Gara sudah keluar dari kamar. Makan malam pun sudah siap disajikan di meja makan dengan sangat cantik dan tertata rapih. Kali ini Gilfa memasak cukup banyak. Katanya biar nanti pagi bisa dipanaskan lagi dan tidak perlu memasak untuk kedua kalinya.

"Ayo makan dulu."

Gara menatap Gilfa dengan datar. "Gue mau makan di luar."

Hati Gilfa melengos perih. Perempuan itu sudah bekerja keras untuk membuat masakan ini. Namun Gara kembali tak menghargai apa yang telah Gilfa lakukan. Terus kenapa tadi siang lelaki itu meminta untuk dibuatkan mie? Gilfa pikir Gara akan seterusnya meminta dirinya untuk membuatkan makanan. Tapi tetap saja, mau seberapa besar dirinya membuat Gara memakan masakannya, akhirnya Gara tak akan pernah mencoba. Yang ada menolak dan menolak.

"Aku masak banyak lho. Coba sekali aja, kenapa sih susah banget buat coba. Tadi aja mie buatan aku di makan sampai tandas, terus kalau yang ini gimana nasibnya?"

"Pikirin sendiri!"

"Gara! Boleh jujur? Aku tuh sebenarnya capek. Capek sama semua sikap kamu. Dari syarat yang kamu kasih waktu itu, jujur ya? Jadi beban buat aku."

"Dari tempat tidur harus pisah, dan aku harus rasain tidur setiap harinya di sofa sedang itu. Kamu tahu rasanya kayak apa? Sakit. Semua badan aku sakit kalau bangun. Terus kedua, kamu gak mau makan-makanan yang aku masak, sebutnya kamu gak mau makan-makanan dari orang asing. Aku orang asing? Iya, aku memang orang asing yang menjelma jadi istri sah kamu."

"Bisa gak satu kali aja kamu hargai aku sebagai pasangan kamu? Sebagai seorang istri. Atau bisa gak kamu coba rasain gimana perasaan aku yang diperlakukan kayak gitu sama kamu? Segitu gak cintanya kamu sama aku? Aku pernah bilang, gak papa kamu gak balas cinta aku, yang penting aku akan tetap cinta sama kamu tanpa balasan apapun. Kamu nyesel terima perjodohan ini? Iya memang 'kan?"

"Walaupun kamu terpaksa tapi tetap aja kamu tuh harus hargai aku. Coba kamu bayangkan, gimana sih perasaan kamu ketika teman kamu sendiri gak hargai perjuangan kamu? Apa yang kamu rasa? Satu, sakit. Itu yang bisa kamu rasa, sama aku juga gitu."

Gilfa terus berbicara. Mengeluarkan semua yang dirinya rasa. Sakit hatinya ketika sebuah syarat itu harus dirinya lakukan. Sampai detik ini, syarat itu Gilfa lakukan. Walaupun sakit yang ia rasa, tetapi semuanya ia lakukan dengan semestinya.

GALARA [END] ✔️Kde žijí příběhy. Začni objevovat