18. Ngetes doang padahal

Bắt đầu từ đầu
                                    

Entah Gilfa pusing.

Pukul 07.30 Gara baru masuk ke dalam kelas. Matanya menatap ke arah kursi depan yang tidak menampilkan keberadaan guru. Matanya kembali mengode ke arah Dewa. Kemudian, lelaki itu kembali berjalan meninggalkan kelasnya. Langkah lebarnya membawa lelaki itu ke arah rooftop. Tempat dirinya dan yang lain berkumpul.

Di rooftop sana, sudah ada beberapa anggota inti. Termasuk keberadaan Leon juga. Leon duduk di kursi dekat dengan Juki, langkah Gara mengarah ke arah sana. Dan...

Bugh

Kepalan tangan yang sedari tadi ia tahan kini dilayangkan kembali ke arah permukaan wajah Leon. Leon meringis ketika serangan mendadak menghantam wajahnya. Kembali darah bercucuran di area hidung sekaligus bibirnya. Leon mengelap darah itu pelan sembari meringis tertahan.

"Maksudnya apa, Ga?" tanya Leon karena bingung dengan ulah Gara. Apa dirinya juga tak boleh ikut nongkrong dengan teman lainnya, walaupun dirinya sudah tak termasuk ke dalam geng itu.

"Maksud lo yang apa?!" tanya Gara. Raut wajahnya semakin tanpa eksperi apapun.

Jiwa, Juki, Zian, Samuel, Dewa, dan Bima hanya bisa menyaksikan kedua orang itu. Mereka pun masih tak paham ketika Gara melayangkan pukulan itu pada Leon.

"Gue salah gitu kumpul sama temen gue sendiri? Gue ngaku karena sekarang gue bukan bagian dari geng Rosas Negras. Terus masalahnya apa?"

"Bukan itu yang gue maksud. Tapi ini..." ucap Gara. Lelaki bertindik itu memperlihatkan isi pesan dari nomor yang tak dikenal semalam.

"Ini lo 'kan? Maksudnya apaan? Lo gak terima kalau kenyataannya lo dikeluarin dari Rosas Negras sekaligus posisi lo diganti sama anggota lain?"

Leon membaca pesan itu dengan singkat. Lalu mendengus sembari menatap wajah Gara. "Kalau gue bilang itu bukan gue? Lo gak akan percaya. Mau seberapa pun gue bela diri sendiri, lo gak percaya. Jadi, terserah lo aja, Ga. Gue pasrah kalau kena pukul lagi."

Mendengar itu. Yang lain semakin penasaran. Masalah apa lagi ini? Itulah yang menjadi pertanyaan mereka.

"Lo percaya sama rekaman waktu itu? Hanya karena mirip, lo langsung simpulin kalau itu gue. Apa lo gak bisa pikir dulu? Gue udah lama kenal sama lo, tapi lo kayak kenal gue beberapa hari. Lo langsung percaya itu kelakuan gue."

"Coba lo pikir, Minggu ke belakang kemarin gue tuh sama anak-anak liburan, pulang liburan kita kumpul 'kan? Lo juga ada di basecamp, terus kapan gue gak ada di basecamp nya? Gue selalu ada, ikut ke mana pun kalian pergi," lanjut Leon dengan membela dirinya sendiri.

"Bener, Ga. Leon selalu sama kita, gak mungkin lah itu ulah dia. Kalau gue pikir, pasti ada satu orang yang sengaja duduk di atas motor Leon dan bahas hal itu. Atau sengaja ada orang yang ganti penyadap suara itu sama milik orang lain," sambung Juki penuh harap Gara mempercayainya.

"Sesungguhnya itu ada benarnya. Gue juga mikirnya gitu Ga, kayak Juki. Tapi, terserah lo mau percaya atau enggak itu urusan lo sendiri." timpal Zian.

"Bener sih, Ga. Kalau Leon pengkhianatnya, gue yakin dia gak akan mau ikut kumpul sama kita lagi. Atau bahkan kalau memang iya itu Leon, pasti si Leon kumpul sama yang lain. Anak buahnya kira-kira, tapi lihat sekarang. Leon, kumpul sama kita, bukan maksud gue gak percaya sama rekaman itu. Gue percaya, tapi pemikiran Juki harus lebih dipercaya," balas Samuel.

"Ga... untuk sekarang, lo jangan terlalu pikirin soal si pengkhianat itu. Cukup istirahat, jaga kesehatan dulu, gue gak mau kalau lo sampai sakit. Apalagi lo langsung simpulin ke orang yang gak ada salah," sahut Dewa.

"Leon pasti jadi kambing hitam sama tuh orang. Kita tuh harus pinter ikutin permainan dia. Bisa jadi, kalau Leon sama lo tuh lagi di adu domba lagi. Bener 'kan?" balas Jiwa dengan raut wajah santainya.

GALARA [END] ✔️Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ