Bagian 44

541 34 8
                                    




44. Merawat







***








Seorang perawat rumah sakit tersenyum sekilas sebelum pamit keluar ruangan setelah tugasnya mengganti perban ditubuh Mahesa usai. Mahesa meraih ponselnya diatas nakas, lalu bercermin sebentar dilayar ponselnya.

Ujung bibir Mahesa tertarik kecil, mukanya penuh perban tapi kok, ganteng ya?

Ia berdehem pelan, sadar terlalu narsis. membuka aplikasi chat dihpnya lalu membaca chat yang Rain kirimkan sejak semalem. Tiap jam Rain mengabarinya, itu berarti Rain menunggunya? Mahesa merutuk, kesal sendiri dengan dirinya yang membatalkan janji bertemu begitu saja tanpa mengabari.

Ia memencet tombol panggilan, ingin menelpon Rain. Alasannya banyak mengapa ia ingin menelpon gadis itu. Setelah beberapa kali menelpon ulang, dahinya refleks mengkerut dalam karena panggilannya tidak kunjung diangkat. Ini, Rain balas dendam atau kesal padanya?


Ceklek!


"Mahesa?"

Opini Mahesa sepenuhnya salah, tidak mungkin Rain marah kalau gadis itu mengunjunginya dirumah sakit pagi-pagi seperti ini, dengan raut wajah khawatir, Mahesa terkekeh kecil. Menggerakan tangan meminta Rain segera menghampirinya.

Rain masih menatap Mahesa, cukup lama. Sampai akhirnya gadis itu menaruh plastik ditangan keatas meja lalu memandang Mahesa cemberut.

"abang gojeknya lambat banget ngendarain motornya, aku dijalan udah panik banget tadi. Aku pikir kamu kenapa-napa makanya sampe nelpon berkali-kali,"curhatnya begitu duduk disamping ranjang rawat Mahesa.

Mahesa mengulum bibir, mengulurkan tangan merapikan rambut Rain yang berantakan setelah memakai helm selama perjalanan tadi. "terus kenapa gak diangkat?"

"percuma kalau gitu, aku gak denger suara apapun dari telepon, kamu cuma dengerin suara kendaraan dijalan raya."

Oh benar juga, Mahesa manggut-manggut mengerti...

Ia memperhatikan Rain lekat, menatap setiap pergerakan gadis itu tanpa henti. hanya balas tersenyum setiap kali Rain menjelaskan beberapa makanan dibekal yang dibawanya.

"ini galbi sou-"

"lo gak marah?"

Rain menghela nafas, menaruh kembali makanan tadi yang ditunjukannya kepada Mahesa.

"dibanding marah, aku jauh lebih kecewa sih,"akuh Rain jujur, memainkan jari-jari lentiknya dengan kepala tertunduk. "aku marah karena janjian jalannya gak jadi gitu aja apalagi kamu gak ngabarin, selain itu... Siapa yang bisa marah sama orang dengan kondisi kayak kamu?"

Mahesa menyentuh dagu Rain, meminta Rain tidak menunduk dan beralih menatapnya.

"marah aja,"ucap Mahesa pelan, "gak cuma karena itu, lo bisa marahin gue karena udah balapan sama bikin lo khawatir."

Rain menggeleng. "gak bisa marah kalau sekarang, maunya nangis."

Rain menggembungkan pipi, menepuk-nepuk pipinya menghentikan air matanya yang nyaris mencelos, matanya sudah berkaca-kaca. Jujur, Rain itu khawatir banget, sejak semalem gak bisa tidur nyenyak, paginya waktu tau Mahesa sadar ia langsung buru-buru menyiapkan banyak makanan untuk Mahesa.

Mahesa [COMPLETED]Where stories live. Discover now