Bagian dua puluh empat : 24

1.8K 215 25
                                    

Yeogun membatalkan semua acara penting dalam pekerjaannya. Hana langsung menghubungi ambulan tanpa mengendalikan suaranya yang gemetar hebat. Aeri tidak bisa membuang waktu lagi. Ia bergegas menuju rumah sakit dimana putranya sedang ditangani. Aeri mengurungkan niatnya untuk menghubungi Taehyung. Si sulung sedang berlomba dan kini sedang berada diarena. Sementara Namjoon, ia hanya terdiam.

Disaat semua orang kalang kabut, Namjoon hanya mendekat pada Jungkook dan mendekap adiknya erat sampai ambulan datang dan sampai mereka berdua dipisahkan oleh pintu  ruang ICU.

Namjoon masih menatap kosong kedua tangannya yang bersimbah oleh darah Jungkook. Ia masih bisa melihat keadaan Jungkook dikamar mandi saat anak itu kehilangan kesadaran. Darah dimana-mana dan terus saja keluar dari hidung dan sela bibirnya.

Nafasnya begitu lemah namun masih bisa Namjoon rasakan saat ia memeluknya. Jungkook tidak merintih tetapi Namjoon tau dia sangat kesakitan. Ia terus meruntuk. Seandainya saja Namjoon lebih cepat datang padanya, Jungkook tidak akan terlambat mendapatkan penanganna.

Di UGD ia terus kehilangan detak jantungnya sehingga ia langsung pindahkan ke ruang ICU untuk penanganan yang lebih intensif.

Aku capek, Kak!

Namjoon menunduk makin dalam dengan meremat kedua telinganya. Tidak peduli jika wajahnya akan kotor terkena darah Jungkook. Tangis yang hanya air mata itu kini diiringi oleh isakan kecil yang keluar dari bibirnya.

Hana dan Namjoon sama-sama terperangkap dalam kesedihan masing-masing. Tidak ada yang saling menenangkan. Nyatanya keduanya masih bergelut dengan kenyataan.

Yeogun menormalkan laju larinya dan ia langsung mendekap Hana yang tengah ketakutan sembari membekap bibirnya sendiri agar isakannya tidak terlalu keras. Yeogun melirik memperhatikan putra sulungnya yang jauh lebih buruk.

"Semuanya akan baik-baik saja. Jungkook tidak akan meninggalkan kita.." lirih Yeogun yang mencoba kuat padahal dalam hatinya ia juga ketakutan.

Yeogun menepuk punggung kecil istrinya sebelum ia melepaskan dekapannya. Ia berjalan mendekat apda Namjoon, merendahkan tubuhnya dihadapan putranya yang sedang duduk sembari menunduk teramat dalam. Yeogun mengusap salah satu telapak tangan yang kini masih meremat kedua telinganya.

"Jungkook tidak akan meninggalkan kita, Namjoon. Tidak akan..."

"Jungkook!!"

Yeogun langsung memeluk Namjoon erat disaat putranya mulai menangis histeris meneriakan nama adik kesayangannya. Dalam dekapnya itu, Namjoon bisa berteriak sesuka hatinya. Menangis sejadi-jadinya. Namjoon berkali-kali melirihkan kata maaf dan doanya pada Tuhan untuk menyelamatkan Jungkook.

Aeri datang disaat yang tepat. Namjoon yang sedang histeris dalam pelukan Yeogun dan Hana yang semakin terlihat hancur karena menangis sampai tubuhnya meluruh.

Aeri berjalan dengan langkah yang teramat pelan. Batinnya tidak percaya hari ini akan datang. Dimana Jungkook yang benar-benar sudah tidak kuat dan menyerah pada kesakitannya.

"Jangan tinggalkan Ibu, Nak.." Aeri ikut melemas dan menghempaskan tubuhnya pada sederet kursi yang sama yang sedang Namjoon duduki.

Dua jam berlalu. Semua petugas medis yang bertugas keluar satu per satu dari ruang ICU setelah tugas mulia mereka. Cukup melelahkan, cukup memprihatinkan.

"Pembuluh darah dikepala Jungkook sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Kemungkinan ia sadar hanya 20%, Tuan. Ini, bukan lagi tentang kemoterapi atau operasi yang bisa menyelamatkan nyawanya--"

"Apa maksudmu?!" kedua bahu Namjoon sedikit mendapat rematan oleh kedua tangan Yeogun. Dia paham Namjoon akan histeris lagi setelah mendengar kalimat Yoongi selanjutnya.

Trivia : Love (Brothership Namkook) || FinМесто, где живут истории. Откройте их для себя