Bagian sebelas : 11

1.5K 220 9
                                    

Jungkook meluangkan waktunya untuk mengunjungi rumah sakit. Dia harus konsultasi dan melakukan pemeriksaan selama dua minggu sekali. Tapi Jungkook melewatkan hal penting itu belakangan ini karena masalah keluarganya.

Semalam dia menahan rasa mual dan sakit kepala yang menyerangnya secara mendadak. Gejala itu membuat Jungkook harus terjaga sepanjang malam karena kesakitan. Dia tidak mau Namjoon terbangun dan melihatnya dalam kondisi kepayahan.

Pagi ini, Jungkook berhasil membuat Namjoon mengikis kekhawatiran karena dia berjanji akan pergi ke rumah sakit untuk meminta beberapa vitamin dan penambah darah.

Hari ini Jungkook melakukannya. Dia butuh beberapa vitamin yang dia maksud adalah beberapa pil penahan rasa sakit untuk orang dengan kanker.

Seorang dokter bernama Min Yoongi lah yang bertugas untuk memberikannya. Serangkaian pemeriksaan CT Scan dan MRI sebagai evaluasi sudah ia lakukan. Min Yoongi juga telah selesai melakukan pemeriksaan fisik. Mereka berdua hanya tinggal berdiskusi untuk langkah selanjutnya.

Duduk berhadapan dengan seseorang berjas putih didepannya membuat Jungkook semakin meratapi nasib. Jumlah botol obatnya pasti akan bertambah karena dokter itu menulis nama obat di resep banyak sekai. Apa tidak bisa satu botol saja tapi yang mampu menekan rasa sakitnya?

"Jadi, dalam sebulan ini kau sudah pernah pingsan dua kali? Bagaimana dengan muntah dan mimisan yang kau alami, Jung? Apa darahnya semakin banyak?" tanya dokter berwajah dingin itu dengan raut yang datar namun disorot matanya penuh dengan kekhawatiran.

Jungkook melirik ke segala arah untuk berfikir. "Semalam aku kambuh dan sepertinya itu semakin sakit" jujur Jungkook pada dokternya.

Mata sipit itu merapat dengan kedua alis yang dia tekuk kuat. "Jung, kita lakukan saja kemoterapi itu. Memang tidak menjamin kesembuhanmu tapi setidaknya kita bisa berbuat sesuatu agar kondisimu membaik" desak dokter tersebut dengan nada yang terdengar memohon.

Jungkook menatap lurus pada dokter berkulit pucat dengan rambut yang hampir menutupi kedua mata sipit itu. Tidak hanya kali ini Jungkook mendengarnya memohon.

Jungkook hanya bisa menghela nafas pendek lalu berkata padanya, "kau sudah tau kalau itu tidak akan menolongku, Kak?" sarkas Jungkook.

"Apa kanker itu juga sudah mengambil sisi warasmu, Jung?"

Jungkook hanya tertawa sebentar. Dokternya ini memang sangat ketus dan juga pemarah. Namun dibalik itu dia adalah seorang dokter yang sangat teliti dan jenius. Seorang perfeksionis yang mampu melakukan segalanya walaupun hobinya adalah tidur seharian.

"Jung.." karena Yoongi memberikan jeda yang cukup panjang, Jungkook kemudian mengangkat kepala dan mereka berdua saling bertatap dalam.

"Dia seperti bom waktu didalam kepalamu. Dia bisa meledak kapan saja"

Sekarang suasana berubah menjadi sangat serius.

"Ini sudah stadium tiga, Jung"

Tanpa sadar Jungkook sedikit menggigit bibir bawah dan meremat jemarinya yang ada dibawah meja. Setakut itukah?

"Jalani pengobatanmu"

***

Taehyung menunggu bocah itu untuk latihan panahan dan dia masih belum terlihat. Ia sudah sangat bosan menunggu. Setelah mereka latihan malam ini, mereka harus membuat laporan perkembangan diri selama latihan untuk persiapan kompetisi dua bulan yang akan datang.

Dan kemana anak itu sekarang? Apa dia lupa?

Taehyung meraih ponsel dan menghubungi Jungkook. Untuk kesekian kalinya tidak ada jawaban yang Taehyung dapatkan. Meski perasaannya tidak enak dan ada sesuatu yang sangat membuatnya khawatir, Taehyung tetap mencoba untuk tenang dan bersabar.

Suara sepatu datang dari pintu utama aula namun suara itu bukan dari alas kaki Jungkook melainkan pelatihnya. Pria paruh baya menghampiri Taehyung dengan membawa beberapa berkas yang sepertinya sangat penting.

"Jungkook belum datang, Tae?"

Taehyung hanya menggeleng lemas dengan wajah yang datar. Menanggapi itu, sang pelatih hanya mengangguk sebentar dan menyerahkan berkas itu pada Taehyung, "ini berkas untuk kompetisi dua bulan yang akan datang. Tolong berikan pada Jungkook juga. Untuk laporan perkembangannya bisa kalian serahkan dua hari lagi. Itu hanya sebagai acuan untuk selanjutnya, sampai mana kemampuan kalian. Sebagai rekannya aku berharap kau lebih membantu Jungkook untuk disiplin"

Tunggu, apa ini sebuah teguran untuk adikku?

"Baiklah. Tetaplah semangat untuk kalian berdua" lanjut pelatih itu yang kemudian ia menepuk salah satu bahu Taehyung sejenak.

"Tunggu pelatih!" pria itu langsung terhenti langkahnya dan memutar badan untuk menatap Taehyung. "Jungkook bukanlah atlet panahan yang tidak disiplin. Dia adalah orang yang paling bekerja keras dalam tim ini. Dia selalu berjuang untuk meningkatkan kemampuannya. Aku harap pelatih juga memikirkan hal itu. Pelatih lebih lama bersama Jungkook sebelum aku bergabung dalam tim ini. Aku mohon tetaplah percaya padanya"

Saat Taehyung mengucapkan empat kalimat terakhirnya, Jungkook sudah berdiri jauh dari mereka berdua. Meski begitu Jungkook bisa mendengar kalimat Taehyung dengan jelas.

Jungkook sangat bisa melihat keyakinan dan kepercayaan yang tinggi dari Taehyung untuknya. Bagi Jungkook sangat tidak masalah jika ada seseorang yang menghina proses belajarnya. Tapi melihat Taehyung memohon seperti itu membuat hatinya terasa berat.

Jungkook berjalan cepat ke arah mereka sambil melantangkan suaranya.

"Maaf, saya terlambat pelatih!"

Semua orang menoleh pada sumber suara. Kedatangan Jungkook dengan senyuman yang teramat cerah dan juga nafas yang sedikit terengah membuat mereka keheranan.

"Hallo, Kak Tae"

A-apa?! Kak?

"Saya akan berlatih lebih keras untuk kompetisi besok dan juga kompetisi-kompetisi lainnya yang akan datang. Maafkan saya karena akhir-akhir ini saya banyak menyepelekan situasi dan tugas saya sebagai atlet dalam cabang olah raga ini. Untuk selanjutnya pelatih tidak akan melihat Jungkook yang malas-malasan lagi. Saya berjanji!"

Jungkook membungkukkan badannya sebentar untuk menunjukan rasa hormat pada pelatihnya itu.

"Jungkook, kau luar biasa" hanya itu yang pelatihnya katakan. Kemudian ia meninggalkan dua pemuda itu dengan senyuman bangganya.

"Astaga! Bocah kau kemana saja!?" tanya Taehyung khawatir sambil meremat kedua bahu Jungkook karena kesal.

"Hehe maaf, Kak Tae. Aku ada urusan sebentar. Kita latihan sekarang?"

Taehyung memperhatikan setiap inci wajah Jungkook dan menemukan keanehan. "Kau pucat sekali, sakit?" tanyanya.

"Aku hanya anemia, Kak"

Taehyung melepaskan rematannya dan menghela nafas khawatir. "Kita pulang saja kalau begitu. Aku akan mengantarmu" keputusan akhir ini tidak bisa Jungkook tolak.

Karena Jungkook terlalu lemas akhirnya Taehyung memutuskan untuk menghubungi Namjoon dan menitipkan motor Jungkook padanya. Heran, dia sakit tapi masih saja naik motor saat sekolah.

Mereka bertiga sudah sampai pada tujuan dengan waktu perjalanan tiga puluh menit karena jalanan yang sepi malam ini.

"Bagaimana pemeriksaanmu, Kook?" tanya Namjoon.

"Anemia, Kak. Hanya beberapa vitamin penambah darah saja" jawab Jungkook.

"Jika kau tidak membaik, Kak Namu akan meminta Seokjin untuk memeriksamu" ancaman ini hanya dibalas dengan dehemam halus Jungkook.

"Tae, kau menginap disini saja atau setidaknya kita makan malam bersama" ajak Namjoon kemudian.

"Ibuku sendirian di rumah. Jika ayahku pulang nanti...."

Jungkook merangkul kedua bahu Taehyung dan menuntun kakak kandungnya untuk duduk disofa bersama dirinya.

"Tidak akan terjadi apapun, Kak. Hubungi Ibu Aeri bilang kau sedang makan malam bersamaku dan Kak Namu"

Taehyung menatap Namjoon sejenak dan Namjoon memberikan anggukan kepala padanya.

Jadi, mereka bertiga makan malam untuk pertama kalinya sebagai saudara. []

Trivia : Love (Brothership Namkook) || FinWhere stories live. Discover now