Sebelas

1.5K 177 0
                                    

Suara teriakan penonton,decit sepatu,pantulan bola mendominasi kamar Salsa. Gadis itu sedang menonton permainan para atlet basket hebat di luar sana. Tak jarang pula tangannya menuliskan sesuatu di buku kecil yang sudah tersedia di samping laptopnya.

Gadis itu mengamati cara shoot salah satu pemain. "Wah, bisa melayang gitu"

Salsa menekan tombol space. Ia menghentikan permainannya sejenak. Kini ia sudah berdiri, lalu memasang posisi andalannya dalam bermain basket. Salsa berniat meniru gaya permainan tadi--

DAG!

Ia berakhir jatuh. "Sial! Gue gak cukup tinggi buat nyoba gituan"

Gadis itu kembali melirik kalender di meja belajarnya. Disana terpapar kalendar untuk bulan Agustus. Tepat di sebelah tanggal merah,17, terlingkar dengan tinta merah.

Pertandingan Terakhir

Dirinya,dan Edgar, sudah dua tahun lebih menghabiskan waktu luang selama masa SMA untuk basket. Mereka juga tidak jarang pulang membawa segala macam piagam dan piala.

Tapi itu semua tak akan terjadi jika tidak ada senior di dalam tim. Edgar.

Salsa mengacak rambutnya kasar. Ia tahu posisinya sebagai Manager tidak bisa lama-lama. Ia harus mencari kandidat baru untuk memegang posisi ini. Tapi, melihat keadaan adik kelasnya sendiri... Gadis itu ragu. Ia pernah melihat kualitas bermain kelas 11, buruk. Bahkan saat latih tanding, mereka kalah 2× poin lawan.

Parah kan?

Salsa memutuskan menghentikan segala kekacauan di otaknya. Ia meraih hpnya dan mengetikkan sesuatu disana.

Ia harus segera menguatkan kembali basket SMA Garuda. Jika tidak? Bagaimana dengan nama baik SMA nya yang sudah meraih banyak juara?

***

"Alena, persiapan untuk pemotretan buku detik-detik tahun depan"

Alena mengiyakan. Tangannya menggeser hasil-hasil foto hari ini. Ia memikirkan foto yang mana yang akan ia upload di sosial medianya.

Tak jarang juga Alena mengecek aktivitas fans-fans nya yang tak begitu banyak itu. Ia juga tak sungkan memberikan like untuk postingan mereka yang terang-terangan memujinya.

"Ini orang napa pinter banget sih kalo muji" Alena terus tersenyum sambil tetap fokus.

"Hm. Sama dengan mengkritik. Jahat"

"Huwa!"

Alena membalikkan badan. Disana Alvino membawa bekal yang laki-laki itu buat sendiri. Tawanya pecah begitu melihat raut wajah Alena yang kaget.

"Jangan terbuai deh lo"

Gadis itu tak menghiraukan kalimat Alvino. Matanya melirik bekal di tangan kanan laki-laki itu. "Bekal? Buat siapa?"

"Mama lo"

Detik kemudian Alena menjauh tiga langkah dari Alvino. "Ngajak berantem?"

Alvino tertawa renyah, "gak, cantik. Beneran, mana mama lo?"

Eh? Alena sungguh berpikir Alvino hanya bercanda. Namun gadis itu tak mau semakin malu karena kepedeannya, ia pun berteriak memanggil mamanya.

"Maaaa-"

"Ya,sayang?"

Alena menunjuk Alvino, "dikasih bekal tuh. Ngajak pdkt mungkin"

Mama Alena melirik Alvino, ia menahan senyum begitu melihat wajah Alvino yang rada panik. Dilain sisi, Alena terlihat kesal dengan fakta kekasihnya malah membawakan bekal untuk sang Mama.

INELUCTABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang