"Menurut kamu saya akan memberikan izin?" Jelas Ayah Keysha. Wajahnya menyiratkan ketidaksukaan.

Iqbal tersenyum,"saya berjanji akan menjaga putri anda dari berangkat sampai pulang, fisik ataupun batinnya"

Sang Ibu tersenyum, ia menahan suaminya yang ini menjawab, "apa jaminanmu,nak Iqbal?"

"Jika saya gagal, anda bisa menghancurkan akademis saya. Karena jika Keysha terluka, saya pun juga"

Di ujung ruangan Keysha tersenyum geli, kalimat yang belum pernah Keysha dengar kini membuatnya ingin tertawa keras. Menurutnya itu terlalu berlebihan, namun bagaimanapun, sebagai gadis remaja yang dimabuk cinta, hal itu juga tak lepas dari kesan romantis.

Ayah Keysha tertawa mengejek, "putri saya bisa mengalahkanmu tanpa perlu kau mengatakan hal seperti itu"

Iqbal tersenyum, "masalah akademis beda lagi,Om. Itu murni dari individual masing-masing"

Wajah Ayah keysha kembali menajam. Walau usia Ayah Keysha sudah menginjak kepala lima, ketampanan pria itu masih kentara. Tangannya ia kaitkan di depan dada, badannya membusung ke depan, dan sikunya bertumpu di paha.

"Jangan berbuat macam-macam pada putriku. Dan jangan anggap saya menyetujui hubungan kalian" Iqbal tersenyum lebar. "maksimal sampai jam tujuh malam, ya" lanjut Ibu Keysha, masih dengan senyuman

Di ujung sana Keysha keluar dengan penampilan baru. Ia berlari ke arah Ayahnya yang hendak meninggalkan ruang tamu. Memeluk pria paruh baya itu dengan erat, kemudian berganti dengan Ibunya. Dan akhirnya keduanya berpamitan.

***

Alvino menghentikan motornya saat sudah sampai di tempat tujuan. Alena mengernyit heran, tidak terpikirkan Alvino memilih tempat ini.

"Lo tau kan, gue pernah pemotretan disini?"

"Lo pernah kesini dengan niat senang-senang?" Jawab Alvino tanpa melihat Alena.

Gadis itu tak menjawab. Ia mengadahkan kepalanya, melihat hal yang tidak asing baginya. Ia sering sekali kesini hanya untuk pemotretan, entah potret majalah,ataupun akun sosial medianya.

Rabbit Town. Tempat yang tak pernah sepi sedikit pun. Alena sedikit khawatir dengan kencan mereka kali ini. Tempat ramai, tempat yang terlalu umum.

Lamunan Alena tiba-tiba buyar saat tangan Alvino menggenggam erat tangannya. Kekhawatirannya seketika hilang, gadis itu menggerutu sebal, bagaimana bisa ia selemah ini jika soal cinta?

"Rasanya bakal beda kok"

Keduanya pun masuk. Mereka memang bersenang-senang walaupun harus sabar menghadapi banyak orang. Tak sedikit foto yang Alvino sengaja ambil tanpa sepengetahuan Alena. Gadis itu membenarkan kalimat Alvino tadi, rasanya akan beda. Ia tak merasa tertekan dengan pergantian pakaian, seruan mamanya yang menyuruhnya mengganti pose, dan harus sabar saat fansnya meminta foto ataupun tanda tangan. Tidak menutup kemungkinan juga Alena menemukan penggemarnya disini, namun ia merasa senang. Tidak seperti saat ia pemotretan.

"Alvino! Ayo foto berdua--aw"

Tiba-tiba saja, seorang laki-laki menabrak Alena hingga gadis itu jatuh. Alvino dengan sigap mendatangi gadis itu dan membantunya berdiri. Ia menatap tajam laki-laki asing itu, "punya masalah?"

Laki-laki itu terkekeh kecil, "dibayar berapa lo biar mau jadi pacarnya?"

Alena terdiam kaget, sedangkan Alvino sudah siap untuk melayangkan tangannya dan memberi pelajaran mulut laki-laki itu. Pria asing itu terkekeh lagi, "Gadis yang masih muda belia harus memanjakan mata para konsumen, bisa lo pikir itu?"

"Lo gak tahu apa apa, mending pergi sebelum gue buat kegaduhan disini" desis Alvino tak sabar. Wajahnya memerah, metanya menatap lawannya tajam.

Pria itu hanya tertawa misterius,kemudian membalikkan badannya. Meninggalkan pasangan yang acara kencannya hancur.

Alvino membalikkan badannya, menatap Alena yang masih terdiam,"jangan dengerin orang itu"

Tanpa disangka-sangka, Alena menangis. Ia terisak keras. Hatinya sakit, ia kembali mengingat majalah yang menunjukkan potretnya. Ia kembali mengingat komentar buruk yang ada di sosial media, artikel skandal palsu, dan segala urusan pekerjaannya.

Alvino mendekap kekasihnya erat. Tidak menghentikan gadis itu menangis. Ia tak peduli ia berada di tengah banyaknya orang, yang ia pedulikan perasaan gadis itu.

"Gue bahkan gak mau jadi model,No" gumam Alena disela tangisnya. Walau suaranya serak, Alvino masih bisa mendengar kalimat Alena. "Tapi, mama-- mama yang mau"

"Shhtt, lo sudah berusaha yang terbaik,Lena" Alvino berusaha menutupi wajah Alena, ia tahu gadis itu tak mau orang-orang melihatnya.

Isakan Alena makin keras, "kata orang-orang gue gak pantas di dunia model, kata mereka gue masih terlalu muda trus--"

Tangan Alvino menarik wajah gadis itu untuk menatapnya. Mata laki-laki itu menajam, "lo bisa jadi apapun yang lo inginkan. Lo berhak memilih. Dan jangan dengerin apa yang orang-orang bilang, itu bagian terberat dalam dunia hiburan,Lena"

Alena kembali menangis, kini Alvino menggendong gadis itu di punggung. Mereka memutuskan untuk kembali. Diam-diam, laki-laki itu ikut sakit melihat wajah putus asa gadis itu. Wajah putihnya memerah dan penuh penderitaan yang ia tutupi.

"Gue disini,Lena. Apapun keadaan lo"

****

Up dalam rangka mau umumin sesuatu...

AKU BUAT CERITA BARUUUU HEHEHEHEHE

Udasi gt aja. Blm dipublikasi, tp dh bikin :>

Oiya ges, aku minta doa kalian, besok pagi aku ada lomba stortell huhuhu. Doain lancar dan insha Allah menang 😭❤️ MAKASI JUGA ATAS SUPPORT KALIANNNN. LOVEYAAA❤️❤️😭😭😊🤗🤗

Alena sama Alvino perlu sedikit perhatian kalian 😭 (apsi)

Edgar Salsa gaada CIEE WKWKW

Vomment❤️

29 Februari 2020

INELUCTABLEWhere stories live. Discover now