Rafael yang tidak menduga akan mendapat serangan mendadak, mundur selangkah sembari memegangi tulang pipinya. Luapan gairahnya beberapa saat lalu, digantikan oleh rasa nyeri di wajahnya. Ternyata Queen bukan hanya polos, melainkan juga liar! Di saat semua wanita berebut ingin mendapat ciuman Rafael, Queen justru memberikan bogem mentah pada pria itu.

"Kenapa memukulku?" Rafael menatap Queen tajam.

"Anda lancang mencium saya!" Queen mengusap bibir dengan punggung tangannya, seolah jijik oleh perbuatan Rafael beberapa saat lalu.

"Aku hanya mengecup bibirmu, bukan mencium!"

"Apa bedanya?" Queen meraih tas kecilnya dari atas meja. "Saya tidak sudi berteman dengan pria yang tidak tahu sopan santun seperti Anda. Jadi tolong, lupakan saya, anggaplah kita tidak pernah saling bertemu."

Setelah melemparkan tatapan permusuhan pada Rafael, Queen beranjak pergi. "Jangan kejar saya!" teriaknya tanpa menoleh.

Melangkah cepat menuju tangga, turun ke lantai di bawahnya. Ia menajamkan pendengaran, memastikan kalau-kalau Rafael nekat membuntutinya. Namun, suasana sepi, tidak ada suara langkah di belakangnya. Huft, syukurlah. Semoga saja pria itu menyerah setelah mendapat kejutan manis di wajahnya. Berani berbuat macam-macam, sama saja itu memancing kemarahan Queen.

Queen melewati pintu lift dengan perasaan lega. Menekan tombol ke lantai satu, berharap setelah ini ia terlepas dari godaan iblis tampan bernama Rafael. Ah ya, berbicara tentang memancing kemarahan, nampaknya beberapa saat lalu bukan hanya emosi Queen yang terpancing. Percaya atau tidak, sentuhan jari-jari kokoh Rafael telah memantikkan api gairah di dalam tubuh Queen.

Queen terpejam, membayangkan kejadian yang membuatnya nyaris takluk oleh tatapan tajam Rafael. Pria itu hanya menyentuh lehernya, tetapi sudah mampu meluruhkan sendi-sendi tubuh Queen. Bagaimana jika Rafael menyentuhnya di bagian yang lain? Astaga, Queen! Apa yang kau pikirkan?

Oke, nampaknya otak Queen sudah mulai teracuni oleh kemesuman Rafael. Pria itu berbahaya, titik. Jangan sampai Maura tahu tentang pria itu. Queen tidak ingin membuat Maura cemas memikirkan putrinya. Ya, Maura tidak semestinya merasa cemas, karena putrinya sangat pandai menjaga diri.

***

Rafael tengah mengompres wajahnya dengan es batu saat Aldric menghampirinya. Masih berada di rooftop, dan duduk di meja yang sama. Di hadapan Rafael, terdapat mangkok besar berisi bongkahan es batu, serta sehelai handuk kecil.

Melihat wajah temannya membiru, Aldric mengerutkan dahi. "Joshua memukulmu lagi?"

Rafael menggeleng. "Tidak."

"Lalu kau berkelahi dengan siapa?"

"Queen meninju wajahku."

Aldric tertawa seraya duduk di hadapan Rafael. "Selamat! Akhirnya ada wanita yang berani menghajarmu. Sepertinya aku perlu memberikan penghargaan pada Queen karena dialah wanita pertama yang mendaratkan tinjunya di wajah pria brengsek sepertimu."

"Tidak lucu!" dengus Rafael.

"Jadi, apa yang membuat Queen melakukan hal sekeren ini?"

"Aku mengecupnya bibirnya."

Lagi-lagi Aldric tidak bisa menahan tawa. "Kau terlalu agresif, Raf! Kenapa kau nekat mengikuti caraku. Sudah kubilang, keadaan kita berbeda jauh. Istriku mencintaiku, sedangkan Queen tidak memiliki perasaan apa pun padamu."

"Apa salahnya? Itu hanya kecupan kecil."

"Hanya kecupan kecil, lantas jika Queen tidak menolaknya, kau pun akan melakukan sesuatu yang lebih jauh, bukan?"

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang