***

Tim rias terdiri dari seorang wanita muda yang cukup cantik dan lelaki yang memiliki ciri khas warga sekitar kuil; bermata giok hijau. Mereka membungkukkan tubuh untuk menunjukkan tanda hormat pada Kakashi dan Sakura yang baru saja menyelesaikan makan siang. Meja kecil yang dijadikan tempat penyajian makanan telah tersingkir ke pojok ruangan, sedangkan Sakura merasa jantungnya sedikit lebih kencang. Apakah Kakashi bisa melakukan genjutsu dengan sempurna? Ah, ia benar-benar merasa bodoh sekarang. Tentu saja, ia merupakan ninja elit yang sanggup menyelesaikan misi dalam sekejap mata. Genjutsu bukan hal yang asing bagi sang ninja peniru.

"Konichiwa, Genma-san dan Ino-san," ujar sang perias wanita.

Baik Kakashi dan Sakura menyaut sapaan secara sopan bersamaan. Keduanya membungkuk sedikit sebagai tanda hormat yang sama.

"Cantik sekali. Tidak perlu polesan tajam pun, kau akan tampil mempesona, Ino-san."

"Ah...terima kasih," ujar Sakura tersipu.

"Oh ya, Souta-kun, kau bisa mengantar Genma-san ke lantai bawah. Ia tidak memerlukan banyak perlengkapan, bukan?"

"Uh...apakah kami harus berpisah?"

Sang perias tertawa agak lebar hingga gigi gingsulnya terlihat lebih menonjol. "Oh, kau tidak perlu khawatir, Sayang. Ia hanya akan pergi sebentar. Apakah kau tidak ingin berpisah dengan calon suamimu sebentar saja?"

Ia sengaja menggoda. Sakura hanya mengedikkan bahu sedikit pertanda tak nyaman. Kakashi sudah keluar lebih dulu dengan pemuda yang dipanggil Souta, sedangkan ia menunggu di kamar dengan cemas. Tsunade pernah mengatakan bahwa Sakura bisa berlatih genjutsu dengan Kakashi, tapi ia tidak pernah melakukannya.

"Jangan terlalu gugup!"

Sakura menoleh pada sang perias yang telah mengeluarkan semua perlengkapan yang dibutuhkan termasuk satu set kimono berwarna putih.

"Kau mendapatkan iro-uchikake berwarna merah."

Menoleh kikuk, Sakura memperhatikan kimono berwarna cerah dengan motif bunga sakura. Dia tahu bahwa gaun pernikahan tradisional wajib dipakai setelah upacara Shinto nanti. Saat adik perempuan ibunya menikah dulu, iro-uchikake yang dipakai berwarna ungu dengan motif kipas tangan kyo-sensu.

"Kau tidak suka warna merah?"

"Uh...aku suka warna merah."

"Panggil aku Aiko. Aku sudah menjadi perias pengantin sejak sepuluh tahun lalu." Aiko terkikik sendiri yang membuat dahi Sakura mengernyit.

"Abaikan itu."

Tangan Aiko mulai menyentuh wajah Sakura, meraba jenis kulit putih yang dimiliki sang calon pengantin. Rasa cemas yang bergejolak dalam dada membuat Sakura memejamkan mata, tak ayal mengundang curiga.

"Kenapa kau memejamkan mata, Ino-san?"

"Aku lebih suka memejamkan mata saat make up. Kalau kau perlu menambahkan riasan di bagian mata, aku akan senang hati membukanya."

"Tak masalah. Aku hanya perlu mengoleskan foundation putih di wajahmu, Ino-san."

Sakura menghembuskan napas pelan, tak ingin terlalu kentara menunjukkan rasa lega. Setidaknya ia ingin menyembunyikan lensa kontak warna coklat yang kini tengah terpasang di kedua iris.

Waktu berlalu bagai terbang, Aiko menarik dagu Sakura agak tinggi dan berkata, "Buka matamu!"

Tidak! Cepat atau lambat, Aiko akan tahu kalau ia memakai lensa kontak. Setengah gugup dan takut bercampur menjadi satu, Sakura membuka mata. Sosok Aiko telah membeku dengan pandangan yang tak jelas, bola mata tak fokus hingga ia hampir jatuh ke belakang sebelum tangan kanan Kakashi menahan tubuh itu menyentuh tatami.

BlueWhere stories live. Discover now