Awal Rasa

3.6K 389 98
                                    

Hai, apa kabar kalian semua? Semoga kalian selalu sehat dan diberikan berkah bahagia dari Tuhan YME. Ditengah situasi pandemi yang cukup mengkhawatirkan, saya mengucapkan terima kasih atas notif dan DM, ya! Duh, terhuraaaa huraaaa(baca terharu) kalau ada yang bilang kangen sama tulisan saya yang gak jelas. Boleh dikritik karena saya agak lupa sama alur ceritanya saking lama vakum. Malas banget buat baca ulang :D

Selama WFH, saya merasa makin sibuk apalagi bocil yang harus belajar di rumah. Situasi COVID 19 memang bikin kepala makin stress. Apalagi semakin banyak korban yang terkena virus di kota saya, akses ke tempat umum semakin bikin parno. Semoga kalian sehat-sehat dan patuhi aturan buat isolasi mandiri di rumah, ya! Buat pembaca yang mungkin kena PHK, bersabarlah dan coba cari kerjaan dari internet buat sambung hidup. Semangat! Kita semua pasti bisa melewati ujian ini.

***

Suara gemericik air terjun mungkin bisa menjadi pengantar tidur yang paling baik. Namun, hal itu tidak mempengaruhi pola tidur Kakashi yang tidak pernah teratur. Ia terbiasa tidur hanya dua jam atau tidak sama sekali saat menjalani misi penting. Mata berwarna sehitam malam itu memandang pada hamparan langit mendung di atas sana. Menurutnya, tempat yang disebutkan Jiraiya dalam salah satu seri Icha Icha menawarkan pemandangan alam terbaik. Kalau Taki tidak memasuki musim hujan, mungkin langit bertabur bintang bisa menjadi pemandangan yang bagus.

Kakashi menggeser posisi tubuh menjadi sedikit miring dan melihat kantung tidur hitam berjarak sekitar 3 meter darinya. Bibir Kakashi menyunggingkan senyum tipis mengingat udara malam yang lumayan dingin sehingga orang dalam kantung tidak bergerak sama sekali. Ia mengurungkan niat untuk mengecek kondisi Sakura, namun godaan dalam diri cukup besar. Bukankah tugas kapten tim memastikan anggota baik-baik saja?

Sinar bulan tidak begitu terang karena awan hitam yang membayang. Namun, Kakashi bisa tahu perkiraan waktu dari posisi bulan yang mulai condong ke ufuk barat. Malam sudah berlalu begitu cepat, sayang ia tak kunjung bisa memejamkan mata. Merenggangkan tubuh sejenak, Kakashi bergerak menuju ke kantung tidur Sakura. Tangan kanannya menyentuh bagian kantung dengan lembut, tapi ia cepat-cepat menarik uluran tersebut.

Hei, untuk apa dia harus membangunkan Sakura sebelum subuh? Kakashi cukup ternganga pada gerak reflek dirinya sendiri. Ke mana Hatake yang penuh kontrol selama ini? Dia berjongkok agak jauh dan menenangkan diri.

"Kenapa kau memanggilku malam begini? Aku baru saja mencoba istirahat."

Kakashi mengabaikan kalimat sang ninken kesayangan. Mata hitam itu masih mengawasi kantung tidur yang bergerak sedikit.

"Aku punya tugas untukmu."

"Hmmm."

"Ada jalan setapak di sebelah timur tak jauh dari tempat ini. Cek keberadaan jalan tersebut dan cari tahu mengenai tempat publik terdekat dari sini. Kalau kau bisa kembali sebelum ia bangun..."

"Dia sudah bangun," sungut Pakkun.

Kakashi mengabaikan Pakkun dan memandang kantung tidur Sakura yang kembali tak menunjukkan tanda keberadaan makhluk hidup di dalam sana.

"Dia terlalu lelah. Biarkan dia istirahat lebih dulu."

"Astaga."

"Pergilah! Waktumu sangat singkat."

"Baiklah! Baiklah!"

Pakkun melambai dan segera lenyap dalam kedipan mata. Kakashi tidak tertarik untuk membangunnkan Sakura lagi. Lelaki itu meloncat dari batu besar di pinggir sungai menuju ke air terjun kelambu. Meletakkan chakra pada kedua kaki, Kakashi berjalan di kolam kecil bawah air terjun. Saat ia menghilangkan aliran chakra, bunyi blurrr terdengar keras yang langsung membuat Sakura membuka mata lebar-lebar. Jantung sang gadis berdegup cepat sekali bukan karena kaget pada suara di bawah air terjun, namun ia merasa gugup luar biasa saat tangan Kakashi mengelus kantung tidurnya tadi.

BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang