Menggantung Rasa

1.7K 252 42
                                    


Ada yang komen alasan saya menulis Sakura berpasangan dengan chara cowok mana saja, padahal tidak ada celah interaksi mereka di anime asli. Booo, namanya juga fanfic. Naruto milik Masashi, tapi fanfic ini milik saya. Tidak komersil. Mau saya pasangkan Sakura sama Orochimaru kek, Madara atau Obito kek, suka-suka saya. Kalau kalian nggak terlalu suka sama Sakura, ngapain nongol di akun ini? Ya, jangan baca fanfic di sini, dong! Saya mem-branding diri sebagai Sakura centric dan KakaSaku shipper, tentu saya gak bakalan menulis chara lain as main chara ya. Kalau Sakura saya pasangkan sama siapa saja sih, lo mau apa?

Duh, jadi PMS begini. Btw, Happy Eid ya! Bila saya ada salah kata, mohon maaf lahir batin. :D semoga nastar kalian masih banyak. Haha. Dua ribu kata saja dulu, semoga bisa mengobati rindu.

***

Mereka melewati kedai perbatasan yang menjadi tempat minum teh beberapa waktu lalu dengan napas tertahan. Sakura sempat melihat pelataran luas kedai itu, lalu menyadari tidak ada tanda kehidupan di sana, kecuali beberapa ikan koi yang ada di kolam. Dengan nada agak rendah, ia berbisik, "Kita mau pergi ke mana?"

Kakashi tidak menyahut. Ia memandang Sakura sebentar, lalu berdeham ringan, "Ke rumah."

Rumah? Sakura mengernyit, tapi ia tidak menolak. Kakinya seperti terikat dengan Kakashi sebab ia mengikuti langkah lelaki itu menelusuri jalan setapak menuju ke hutan perbatasan tanpa banyak bicara. Begitu tiba di dekat pohon besar di dekat hutan perbatasan, ia berhenti sebentar. Ditatapnya punggung Kakashi yang mulai menjauh, lalu ia mengalihkan perhatian ke arah rumah tradisional yang terbuat dari kayu itu.

Itu rumah lama Kakashi. Ya, Iruka pernah mengatakannya. Rumah lama Hatake yang berada jauh dari keramaian desa. Satu-satunya rumah dari klan Hatake yang masih tersisa sebab rumah yang lain sudah rata dengan tanah. Rumah itu masih utuh, masih berdiri kokoh dikelilingi pohon-pohon, tidak begitu kentara dari kejauhan kecuali jalan setapak yang membelah pelataran menjadi petunjuk. Jika tidak mengetahui sejarah rumah itu, semua orang akan mengira bahwa rumah itu keramat. Satu-satunya rumah bergaya tradisional yang berada jauh dari pusat desa. Kalau tidak berpenghuni, mungkin rumah itu sudah menjadi sarang hewan liar.

"Kau akan berdiri di situ sampai kakimu pegal atau ikut denganku?"

Suara Kakashi yang berat menghancurkan lamunan Sakura sehingga ia menggerakkan kaki lebih cepat. Menyusul tubuh Kakashi yang sudah masuk ke pelataran rumah, kemudian melepas sandal dan meletakkannya di rak genkan. Sebelum kaki kanan Kakashi menyentuh lantai kayu antara genkan dan aula ruang tamu, bisikan laki-laki itu terdengar lirih di telinga Sakura, "Tadaima!"

***

Meskipun seratus kali ucapan 'tadaima' keluar dari mulut, balasan selamat datang tidak akan pernah terdengar dari dalam rumah. Sakura menahan napas sebentar, bukan karena debu yang berterbangan begitu pintu geser terbuka, tetapi ia mencoba menahan sesak yang mendadak muncul. Rumah itu sudah lama kosong tanpa penghuni meski beberapa bagian masih tampak tertata rapi. Ruang tamu itu masih ada walau tatami yang menjadi alas lantai kayu perlu diganti segera. Tampak begitu usang.

Kakashi bergerak menuju ke dapur, kemudian Sakura bisa mendengar suara kran yang masih berfungsi. Teko yang sudah berpindah ke kompor, kemudian aroma teh yang menguar membuat hidungnya berjengit. Tidak mungkin mereka minum teh kedaluwarsa, bukan?

"Kakashi," panggil Sakura ragu saat ia berencana menghampiri laki-laki itu di dapur. Mengabaikan etiket tamu yang seharusnya duduk manis di ruang depan.

"Aku baru membelinya kemarin. Kurasa Bull tidak pandai menjaga rumah ini." Kakashi menunjuk beberapa peralatan memasak yang berantakan di meja dapur.

Balasan Kakashi membuat Sakura mengernyit, kemudian ia tersentak kaget saat melihat seekor anjing jantan bertubuh sangat besar tengah menikmati waktu santai di salah satu pojok ruangan.

BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang