Hujan Tidak Benar-benar Datang

1.1K 159 47
                                    


"Dan mereka hidup bahagia selamanya," ujar Sakura menutup buku bersampul biru dengan gambar seorang gadis memakai kimono sutra berwarna merah muda didampingi pemuda tampan memakai hakama hitam.

"Sebenarnya, aku tidak menyukai dongeng semacam ini," balas Taka memperhatikan buku itu.

Sakura mengangkat bahu lemah, kemudian tertawa kecil menyentuh bahu Taka. "Aku juga tidak begitu menyukainya."

Taka mengangguk setuju. "Minami-chan pasti menyukainya. Anak-anak perempuan suka sekali pada cerita putri dan pangeran. Bahagia selamanya, mana ada. Bukankah begitu, Sakura-san?"

Mendengar pendapat Taka, Sakura tercenung. Entah berapa lama ia meninggalkan Taki sampai ia merasa Taka sudah lebih dewasa dari usia sepantaran. Bahagia selamanya hanya kata yang tertera di sampul akhir untuk memberikan kesan ending yang menyenangkan. Alih-alih bahagia, hidup kadang tidak bisa ditebak. Ia yang merasa bahagia beberapa waktu lalu, kemudian hidup membantingnya begitu cepat. Kesedihan terasa datang bertubi-tubi tanpa memberikan jeda untuknya. Bernapas, ambil napas panjang sekarang, Sakura!

"Kita akan mencari buku yang bagus lain kali," kata Sakura memandang Taka yang tengah bergelung dengan selimut tebal sampai dada.

Taka mengangguk. "Mungkin buku yang dimiliki Toru-san waktu itu. Buku bersampul oranye yang selalu ia bawa ke mana-mana. Bahkan ia tidak meminjamkan padaku saat aku merengek ingin membaca halaman depan saja."

Bola mata hijau Sakura melebar seketika, mengumpat pada Kakashi dalam hati. Tentu ia tidak akan pernah mengizinkan Taka membaca buku menjijikkan seperti itu.

"Hahaha," Sakura tertawa kikuk, bingung hendak menjelaskannya, menatap Taka sebentar dan berkata, "kau boleh membacanya saat sudah besar nanti. Oh ya, namanya bukan Toru tapi Hatake Kakashi. Saat bertemu dengannya, kau tidak boleh salah memanggilnya lagi, ya!"

Alis Taka tertarik ke atas, lalu tersenyum lebar. "Apakah aku akan bertemu dengannya lagi? Naruto-san pun, aku juga ingin bertemu dengannya."

Sakura menghembuskan napas panjang. "Mungkin. Sudah malam Taka-kun, sebaiknya kau segera tidur, ya!"

"Oyasumi, Sakura-san."

Sakura menarik selimut yang sudah melorot di perut Taka dan membalas ramah, "Oyasumi, Taka-kun."

Setelah mematikan lampu di kamar Taka, Sakura bergegas menutup pintu geser dan agak terkejut melihat Sora sudah menunggu.

"Taka mungkin belum tidur," ucap Sakura yang menyingkir dari pintu lebih cepat.

Alih-alih masuk ke dalam kamar Taka, tangan Sora menyentuh pergelangan tangan Sakura.

"Mungkin kita bisa minum teh," tawar Sora yang menatap Sakura lebih jeli.

"Uhm ...," tiada sanggup menolak, akhirnya Sakura mengangguk pasrah, "baiklah."

***

Aroma teh yang mengepul membuat Sakura merasa lebih tenang. Rasa daun teh Taki sangat berbeda dengan jenis teh yang acap disajikan di Konoha. Namun, keduanya memiliki rasa yang kuat dengan aroma yang menenangkan. Dua rasa yang berbeda, tapi sama-sama memberikan perasaan yang nyaris meledak di dalam dada. Rasa untuk kembali.

"Taka-kun sangat menyukaimu, Sakura-san," ucap Sora yang mengambil topik lebih dulu saat kediaman melanda di antara dua wanita itu.

"Ia hanya sedikit manja," balas Sakura tersenyum hangat.

"Aku senang bila kau akan tinggal di sini lebih lama," ujar Sora memandang Sakura lagi, "tapi aku tidak yakin."

Sakura menelan ludah gugup. Ia tahu ke mana arah pembicaraan Sora, maka ia berpura-pura fokus pada acara minum teh.

BlueWhere stories live. Discover now