Mesin Waktu

1.2K 184 41
                                    


Rasa perih itu masih terasa saat Sakura menyentuh garis rahang kirinya. Ada luka gores bekas kuku Sasuke yang sengaja tertancap di sana. Meski tidak ada lagi darah yang mengalir, tapi bekasnya masih kentara. Membentuk garis merah setengah hitam yang begitu jelas. Seandainya ia masih punya kemampuan medis untuk menyembuhkan luka kecil dalam sekejap, batinnya frustasi. Ia menatap pada Sasuke yang tidak menunjukkan wajah penyesalan. Sedari dulu, Sasuke akan seperti itu.

Mereka berjalan menuju ke Takigakure melalui jalur ilegal yang tidak akan pernah dilewati warga sipil. Mati bisa menjadi pilihan terakhir bagi orang yang tidak memiliki kemampuan ninja bila mereka tetap ngotot. Bertemu missing-nin sangat berisiko sebab nyawa bisa melayang dalam sekejap. Kini Sakura merasa ia selamban orang-orang yang tidak punya bakat shinobi. Melewati jalanan tanpa penggunaan chakra yang semestinya membuat semua terasa lebih lama, apalagi ia ikut kelompok Sasuke yang harus memilih jalur lebih aman dengan jaminan terhindar dari kejaran Konoha.

"Mereka tidak akan mudah menemukan kita," ucap Karin, sang ninja sensor yang bisa diandalkan.

"Namun, aku tidak menjamin kita akan terbebas dari kejaran mereka bila kita melakukan perjalanan seperti ini," tambah Karin memicing pada kondisi Sakura yang tidak memungkinkan untuk memakai chakra.

"Kalau begitu, kacaukan indera penciuman anjing itu. Cari cara agar mereka kehilangan jejak kita!" perintah Sasuke.

Karin memutar bola mata bosan, sedangkan Suigetsu hanya mengedipkan mata. Melawan perintah Sasuke berarti menghadapi maut di depan mata.

"Aku tidak selemah itu," lirih Sakura ragu.

Perjalanan masih jauh dan ia merasa sangat lelah sekarang. Tak ingin mengambil risiko, ia berjongkok di dekat batu besar. Juugo yang berada paling dekat dengan Sakura langsung ikut berjongkok dan menyentuh bahu kiri pelan sekali.

"Kau baik-baik saja?" tanya laki-laki bertubuh besar itu.

Wajah Sakura agak pucat, meraba pada botol air minum yang sudah kosong. Ia mendongak pada tubuh Sasuke yang menghalangi redup sinar matahari yang menerpa tubuhnya.

"Suigetsu, carilah kelapa muda sekarang!"

Kemudian Sasuke mengambil botol air minum yang sudah kosong, melempar secara tepat pada Karin yang agak kaget menerimanya. Lemparan yang presisi, tangkapan yang akurat.

"Pergilah sekarang!"

Sakura bisa melihat wajah Karin yang berubah menjadi lebih galak dari tadi pagi. Sungguh ia tidak ingin menjadi beban orang lain, menjadi terlemah dalam tim sejak dulu. Buru-buru ia mengoreksi bahwa ia tidak sepenuhnya bersalah. Bila kelompok Sasuke tidak membawanya, ia tidak perlu kesulitan macam ini.

"Sebaiknya kita beristirahat di bawah pohon besar itu," usul Juugo yang hendak menopang tubuh Sakura, tapi tangan kanan Sasuke menahannya.

Juugo bangkit dan mundur dua langkah, memberi tempat untuk Sasuka yang berjongkok dan menopang tubuh lemah Sakura.

"Aku bisa sendiri," usir Sakura halus, berdiri lebih dulu tapi mendadak ambruk ke belakang. Ia dehidrasi.

"Kepala batu!" bisik Sasuke pelan sekali, menopang tubuh Sakura dan mengangkatnya cepat.

Tanpa perlu mata yang terbuka, laki-laki itu berhasil mendarat di dekat salah satu akar pohon cedar yang berusia ratusan tahun, entah ribuan tahun mungkin. Mendudukkan Sakura di sudut yang aman dan menyibak rambut merah muda yang menutupi sebagian wajah itu. Jemari Sasuke menyentuh bekas luka yang ada di rahang kiri sebelum tangan kanan Sakura menahannya.

"Maaf," bisik Sasuke lagi.

Sakura bengong. Ia sudah lama mengenal Sasuke, mungkin hanya perasaannya saja bahwa ia merasa kenal Sasuke. Laki-laki itu tidak akan pernah mengucapkan kata maaf.

BlueWhere stories live. Discover now